8 Jul 2017

Ketaatan kepada Rasulullah Tidak Bisa Dipisahkan Dari Ketaatan kepada Allah

Ketaatan kepada Rasulullah (as-Sunnah adalah Hujjah, Sumber Pensyari’atan di Dalam Islam)
(as-Sunnah adalah Hujjah, Sumber Pensyari’atan di Dalam Islam Setelah al-Qur’an)

Setelah kita mengetahui makna dan pengertian as-Sunnah di dalam Islam, adalah sangat penting selanjutnya memahami bahwa as-Sunnah adalah hujjah, sumber pensyariatan di dalam Islam SETELAH AL-QUR’AN.

As-Sunnah sebagai sumber pensyariatan di dalam Islam sangat banyak disebut oleh Allah dalam firman-firman-Nya. Diantaranya: an-Nisaa': 80

“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah MENAATI ALLAH.”
(Q.S: an-Nisaa’: 80)

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku…” (Q.S: Ali Imran: 31)

Kedua ayat di atas menunjukkan dengan tegas dan jelas bahwa ketaatan kepada Allah tidak bisa dipisahkan dari ketaatan kepada Rasul-Nya.

Sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)“, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (Q.S: an-Nisaa: 150-151)

Berdasar ayat di atas, Allah melarang kita membeda-bedakan antara keimanan kepada Allah dan keimanan kepada Rasul-Nya (misal hanya beriman kepada Allah saja), dan membeda-bedakan diantara para rasul. Jika melakukan ini, maka kafirlan orang itu berdasarkan ayat ini.

Ketaatan kepada Rasulullah (as-Sunnah adalah Hujjah, Sumber Pensyari’atan di Dalam Islam) Ketaatan kepada Rasulullah Tidak Bisa Dipisahkan dari Ketaatan kepada Allah (as-Sunnah adalah Hujjah, Sumber Pensyari’atan di Dalam Islam Setelah al-Qur’an)

Setelah kita mengetahui makna dan pengertian as-Sunnah di dalam Islam, adalah sangat penting selanjutnya memahami bahwa as-Sunnah adalah hujjah, sumber pensyariatan di dalam Islam SETELAH AL-QUR’AN.

As-Sunnah sebagai sumber pensyariatan di dalam Islam sangat banyak disebut oleh Allah dalam firman-firman-Nya. Diantaranya:

“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah MENAATI ALLAH.” (Q.S: an-Nisaa’: 80)

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku…” (Q.S: Ali Imran: 31)

Kedua ayat di atas menunjukkan dengan tegas dan jelas bahwa ketaatan kepada Allah tidak bisa dipisahkan dari ketaatan kepada Rasul-Nya.

Sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)“, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (Q.S: an-Nisaa: 150-151)

Berdasar ayat di atas, Allah melarang kita membeda-bedakan antara keimanan kepada Allah dan keimanan kepada Rasul-Nya (misal hanya beriman kepada Allah saja), dan membeda-bedakan diantara para rasul. Jika melakukan ini, maka kafirlan orang itu berdasarkan ayat ini.

Maka berhati-hatilah kita terhadap as-Sunnah, karena ia datang dari Rasul Allah.

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Q.S: al-Ahzab: 36)

Surat al-Ahzab ayat 36 di atas sesungguhnya merupakan ayat yang sangat tegas MEMERINTAHKAN UNTUK TAAT KEPADA ALLAH (al-Qur’an) dan RASUL (as-Sunnah). Siapa yang tidak taat kepada keduanya, maka ia telah durhaka dan barangsiapa yang durhaka, maka ia telah SESAT dengan sesat yang NYATA.

Maka, perkara ketaatan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bukanlah perkara yang kecil. Jangan menyepelekan apa-apa yang datang dari as-Sunnah.

Tapi ironisnya, justru ada sebagian kecil dari umat Islam yang mengesampingkan hadits dan hanya berpegang kepada al-Qur’an saja. Ini adalah musibah. Karena al-Qur’an sendiri memerintahkan kita untuk patuh kepada Rasulullah (as-sunnah). Justru dengan tidak patuh kepada as-Sunnah, berarti sama saja tidak patuh kepada sebagian dari isi al-Qur’an. Dan tidak patuh kepada sebagian isi al-Qur’an dapat menyebabkan pelakunya kafir (lihat an-Nisaa’ 150-151 di atas).

Surat al-Ahzab ayat 36 di atas sesuai pula dengan hadits nabi shalallahu ‘alaihi wassalam

“”Aku tinggalkan 2 perkara yang kalian TIDAK AKAN TERSESAT SELAMANYA jika kalian berpegang teguh kepada keduanya: Kitabullah wa Sunnati. Keduanya tidak akan berpisah hingga bertemu di telagaku.” HR Hakim I/93 dan al-Baihaqi X/114, shahih

Kita lanjutkan dalil-dalil dari al-Qur’an.

“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Q.S: an-Nuur: 51)

Sekarang tahulah kita siapa yang disebut sebagai “ORANG MUKMIN”, yaitu mereka yang jika diajak kepada dan berhukum dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulillah mereka akan berkata: “sami’na wa atho’na” (kami mendengar dan kami patuh).

Bandingkan jawaban ini dengan jawaban orang-orang MUNAFIK:

Ketika diajak taat kepada Allah dan RasulNya, orang munafik akan menjawab dengan jawaban: “sami’na wa hum laa yasma’uun”:

“Hai orang2 beriman, taatlah kepada Allah & RasulNya dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, sedang kamu mendengar. Dan janganlah kamu seperti orang-orang MUNAFIQ yang berkata: “KAMI MENDENGARKAN”, PADAHAL MEREKA TIDAK MENDENGARKAN.” (al-Anfaal: 20-21)

Itulah ciri orang munafiq. Mereka akan menjawab “kami mendengar”, padahal mereka tidak mendengar. Masuk telinga kanan, langsung keluar di telinga kiri, kira-kira seperti itu. Kita memohon kepada Allah agar terhindar dari sifat ini.

Kita lanjutkan kehujjahan as-Sunnah.

“Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (Q.S: al-Maaidah: 92)

” Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan” (Q.S: an-Nuur: 52)

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian…” (Q.S: an-Nisaa: 59)

Ayat di atas sangat tegas sekali memerintahkan orang-orang yang beriman untuk MENGEMBALIKAN SEGALA PERSELISIHAN KEPADA ALLAH DAN RASUL-NYA sebagai BENTUK KETAATAN kepada Allah dan Rasul-Nya.

Orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, ia akan mengembalikan segala perselisihan kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah.

Berkata Imâm Ibnu Katsîr: “Apa saja yang ditetapkan di dalam al-Kitab dan as-Sunnah, serta disaksikan kebenarannya (oleh al-Kitab dan as-Sunnah), maka itulah kebenaran. Sementara, tidak ada yang lain setelah munculnya kebenaran, selain kesesatan.”

Seperti ayat: “Maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan.” (Yunus: 32)

Imam Ibnu Katsir melanjutkan berkenaan tafsir surat an-Nisaa: 59 ini: “Ayat ini menunjukkan bahwa barang siapa yang tidak mau berhukum kepada Al-Kitab dan As-Sunnah ketika terjadi perselisihan dan tidak mau merujuk kepada keduanya, maka dia bukan orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir.”

Karenanya Allah berfirman: “Dan barangsiapa yg menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, & mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yg telah dikuasainya itu & Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, & Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (Q.S: an-Nisaa: 115)

Ada beberapa faedah penting yang harus kami bahas sedikit dari ayat di atas:

1) Kebenaran itu atau hujjah harus tegak terlebih dahulu sebelum seseorang atau suatu kaum dapat dihukumi sebagai ‘sesat’. Sebab Allah mensyaratkan ‘sesudah jelas kebenaran’.

2) Orang-orang mukmin yang dimaksud pertama kali oleh ayat di atas adalah para sahabat. Sehingga ayat ini menunjukkan KEWAJIBAN MENGIKUTI MANHAJ/JALAN/CARA BERAGAMA SAHABAT (SALAFUSHSHALIH). Allah katakan, orang yang menyelisihi jalan para sahabat maka ia telah sesat.

3) Perhatikan kata LELUASA di ayat ini. Ada orang yang akan diulur dalam perbuatan dosa & kesesatan, di istidraj oleh Allah, yaitu: orang yang telah jelas kebenaran, tapi menentang Rasul dan menyelisihi jalannya sahabat. Merekalah orang yang akan DIBIARKAN LELUASA DALAM KESESATANNYA.

Karenanya Imam as-Tsaury mengatakan: “Bid’ah lebih disukai iblis daripada maksiat. Karena pelaku maksiat itu lebih mudah bertaubat, sedang pelaku bid’ah sulit bertaubat” (Ibnul Jauzi dalam “Talbis Iblis”).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “…semua bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka”  HR Muslim

Kenapa pelaku bid’ah sulit bertaubat? Karena:

“Dan barangsiapa yg menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, & mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yg telah dikuasainya itu & Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, & Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. (Q.S: an-Nisaa: 115)

Sudah jelas kebenaran dan jalan para sahabat, malah dia tentang dan dia selisihi. Inilah diantara sebab mengapa ahlul bid’ah banyak yang mati di atas kebid’ahannya, terus mati sambil memeluk kesesatannya. Ketahuilah, bid’ah itu adalah lawan sunnah. Bid’ah itu ada segala yang menyelisihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti misalnya Rasul melarang kita tasyabbuh/menyerupai Yahudi dan Nasrani, lalu sebagian orang malah membuat perayaan Maulid. Ini adalah bid’ah.

Surat an-Nisaa ayat 115 , sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam riwayat Imam Muslim di atas dan perkataan ulama dari kalangan tabi’in Sufyan as-Tsaury, semuanya berkesesuaian.

Kita lanjutkan pembahasan, 

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S: al-Anfaal: 46)

Allah juga kadang menyebut as-Sunnah dengan “al-Hikmah”,

“…mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah)…” (Q.S: al-Baqarah: 129)

Imam al-Baghawi rahimahullah mengatakan Kitab adalah al-Qur’an dan Hikmah adalah as-Sunnah.

“…Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka…” (Q.S: an-Nahl: 44)

Allah memerintahkan nabi shalallahu ‘alaihi wassalam untuk MENERANGKAN al-Qur’an kepada manusia. Jadi tidaklah kita dapat memahami al-Qur’an dengan sempurna tanpa as-Sunnah. Karena penjelasan dari al-Qur’an sebagiannya ada pada Nabi (as-Sunnah).

Jadi, apabila kita membaca tafsir, atau mencari kitab tafsir, pilihlah kitab tafsir yang menjelaskan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an lainnya dan menjelaskan ayat al-Qur’an dengan hadits-hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena beliaulah orang yang paling tahu al-Qur’an dan Allah siapkan untuk menjelaskan al-Qur’an kepada manusia sesuai an-Nahl: 44 di atas. Jangan kita gunakan tafsir yang berdasarkan akal semata, atau hanya menggunakan perkataan-perkataan manusia belaka. Karena tidak ada manusia yang ma’shum di muka bumi ini kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Demikianlah risalah kecil ini. Sesungguhnya kehujjahan as-Sunnah adalah sesuatu yang sangat terang dan jelas, demikian pula keharusan taat pada Allah & Rasul-Nya dimana kita tidak boleh / haram membeda-bedakan diantara keduanya.

Namun demikian, masih saja ada segelintir orang yang menolak as-Sunnah dengan sengaja (bukan karena ketidaktahuan). Sungguh, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam telah menyatakan bahwa orang seperti itu memang akan datang di tengah-tengah kita.

Semoga tulisan ini dapat menjadi nasehat bagi mereka, dan kami tutup dengan hadits-hadits berkenaan akan datangnya orang-orang yang mengingkari as-Sunnah.

Hadits-hadits berkenaan akan datangnya orang-orang yang mengingkari as-Sunnah

“Jangan sampai aku dapati seseorang diantara kalian yang duduk bersandar di sofanya lalu datang kepadanya urusan (perkara) dari urusanku dari apa-apa yang aku perintah dan aku larang, lalu ia berkata, ‘Kami tidak mengetahuinya. Apa yang kami dapati dalam Kitabullah, itulah yang kami ikuti (dan yang tidak terdapat dalam Kitabullah kami tidak ikuti).”

HR Ahmad VI/8, Abu Dawud #4605, at-Tirmidzi #2663, dll, Lafazh ini milik Abu Dawud, shahih.

“Ketahuilah sesungguhnya aku diberikan  Al-Kitab (al-Qur’an) dan yang seperti al-Qur’an bersamanya. Ketahuilah, nanti akan ada orang yang kenyang di atas sofanya sambil berkata, ‘Cukuplah bagimu untuk berpegang dengan al-Qur’an (saja), apa-apa yang kalian dapati hukum halal di dalamnya, maka halalkanlah dan apa-apa yang kailan dapati hukum haram di dalamnya, maka haramkanlah.’ (Ketahuilah) sesungguhnya apa-apa yang diharamkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam SAMA seperti yang diharamkan Allah, ketahuilah tidak halal bagi kalian keledai negeri (keledai piaraan) dan tiap-tiap yang bertaring dari binatang buas dan tidak halal pula barang pungutan (kafir) mu’ahad kecuali bila pemiliknya tidak memerlukannya dan barangsiapa yang singgah di suatu kaum, maka wajib atas mereka menghormatinya. Bila mereka tidak menghormatinya, maka wajib baginya menggantikan yang serupa dengan penghormatan itu.”

HR Abu Dawud #4604, Ibnu Majah #12, Ahmad IV/131, dll. shahih.

Demikianlah akan datang jenis manusia yang menolak as-Sunnah. Padahal tidak ada beda antara hukum Allah dan hukum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak boleh membeda-bedakan, memilih-milih, dsb, diantara keduanya, apalagi MENOLAK as-Sunnah.

“Setiap umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan. Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah! Siapa yang enggan itu?” Jawab beliau, ‘Siapa yang mentaatiku pasti masuk surga, dan siapa yang mendurhakaiku, maka sungguh ia telah enggan’“. HR Bukhari #7280


Kunci Ketenangan: Berserahlah Diri!

Rumusnya, semakin dalam Anda menikmati dunia, makin jauh dari Allah

DEGUB jantung berdebar cepat, ada galau yang menyeruduk galak. Perasaan sedih menyeruak masuk tiba-tiba. Mau marah, karena hati sudah lebam rasanya. Perasaan campur aduk tak karuan, seperti ada sesuatu yang mengoncang jiwa, mengocok kedamaain, dan merampas kenyamanan hati. Ingin rasanya menumpahkan semua gemuruh amarah, gaduh, gelisah, gerah, dan semua rasa yang telah membuat diri tak tenang. Jiwa ini terus berontak kuat, melawan kondisi ketidakbahagian yang terjadi.Gambaran kegelisahan ini, bisa menghinggapi jiwa setiap orang. Karena setiap orang pasti mengalami penderitaan, kesengsaraan, dan ketidakbahagiaan.

Menderita adalah hal yang paling dihindari oleh manusia. Dan kebahagiaan merupakan dambaan setiap insan. Penderitaan sebagai raut kesedihan mewakili banyaknya masalah hidup yang terjadi. Sedangkan kebahagiaan adalah wajah kedamaian dan ketenangan dalam jiwa seseorang. Jadilah kehidupan ini sebagai pergulatan menghidari penderitaan, dan mencari kebahagiaan.

Kebahagiaan juga merupakan kualitas keadaan pikiran atau perasaan yang diisi dengan kesenangan, cinta, kepuasan, kenikmatan, atau kegembiraan. Sedangkan penderitaan adalah kumpulan kwalitas negatif perasaan dan pikiran yang mengganggu kedamain jiwa. Para filsuf dan pemikir agama telah sering mendefinisikan kebahagiaan dalam kaitan dengan kehidupan yang baik dan tidak hanya sekadar sebagai suatu emosi.

Saya, Anda dan mereka pasti ingin merengkuh kebahagiaan. Bukankah itu salah satu alasan mengapa kita masih terus hidup hingga saat ini. namun kenyataannya kebahagiaan itu datang dan pergi begitu cepat. sifatnya hanya sementara waktu. pagi Anda bahagia, tapi siang hari dikantor bertemu dengan pekerjaan ruwet, hati pun jadi mumet.

Tapi apakah benar bahagia tidak bisa menjadi hal yang permanen dalam hidup ini?, tentu itu sangat tergantung dengan cara kita menghadapi hidup ini. hidup ini pilihan, jika anda memilih jalan kebenaran, bahagialah yang dicapai, namun jalan salah yang Anda pilih maka sengsaralah yang didapat.

Dalam hidup ini Ada dua tipe manusia ketika mencari kebahagiaan.

Pertama, Mereka yang mencari kebahagiaan dengan Kesenangan.

Kedua, mereka yang mencari Kebahagiaan dengan Ketenangan.

Pertama, jalan Kesenangan adalah kegembiraan sesaat. Bahagia yang didapat pada tipe ini seperti bahagianya seorang anak kecil. Sebentar menangis sebentar ketawa. Endapan kebahagiannya hanya pada permukaan emosional. Aktivitas yang dipilih biasanya ada lah hiburan. Segala cara ditempuh untuk mendapat gurauan yang bisa membuat hati tertawa. Ketika hati mereka tertawa, maka mereka merasa senang dan bahagia. Namun selang beberapa waktu, kegundahan mereka pun muncul kembali.

Tipe ini mewakili mereka-mereka yang menjadikan dunia sebagai tujuan akhirnya. Allah berfirman,” …kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”.(al-Imran(3):185).

Tujuan kehidupan orang-orang seperti ini hanya mencari kesenangan dunia. Harta, pangkat, kekuasaan, wanita dan semua kendaraan dunia mereka miliki, kemudian mengeksplorasinya menjadi permainan yang menyenangkan. Mereka menganggap hal-hal seperti itu bisa membahagiakan mereka. Allah berfirman, “ Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka . Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (al-An’am(6):32).

Mereka lalai akan perintah Allah, diakibatkan oleh kesenangan dunia. Allah berfirman,” Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas (al-Baqarah(2):112).

Semakin dalam mereka menikmati dunia, maka akan semakin jauh dari Allah. mereka pun abai atas segala perintahnya. Asyik menikmati dunia membuat mereka tak sempat lagi berfikir tentang nikmat Allah yang telah mereka habiskan. Hal ini pun akan semakin membuat nilai kebahagian itu jauh dari hati mereka. Kehidupan mereka akan terasa sempit dan menjenuhkan. Khawatir, gundah, dan gulanah setiap detik menghampiri perasaaan. Mereka akan sangat menjaga eksistensi keduniaannya dengan berbagai macam cara. Semua jalan ditempuh, tak mengenal halal haram. Allah berfirman: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.(Thoha(20):124). Iblis pun ikut dalam pergulatan hidup mereka dengan mengiming-imingi hal-hal yang manis. Allah berfirman, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari kalangan) manusia dan (dari kalangan) jin, yang mereka satu sama lain saling membisikkan perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” (QS al-An’aam:112). Kesenangan yang mereka lakukan pun dihias hingga terlihat seperti perbuatan yang baik, meskipun itu sebenarnya adalah hal yang jelek.

Allah berfirman, “Apakah orang yang dihiasi perbuatannya yang buruk (oleh setan) lalu ia menganggap perbuatannya itu baik, (sama dengan dengan orang yang tidak diperdaya setan?), maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (QS Faathir:8).

Kesenangan dunia ini adalah kehidupan bagi mereka yang ingkar. Dunia adalah surga bagi orang kafir dan nereka bagi mereka yang beriman. Allah berfirman, “ Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.(al-Baqarah(2):112).

Dunia ini hanyalah tempat bersenang-senang dan melalaikan hati. Tempat bermegah-megah dan memperbanyak harta, itulah kesenangan yang melalaikan. Allah berfirman: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Al hadid(57):20).

Sudah menjadi tabiat dasar manusia apabila diberikan kesenangan maka dia akan berpaling dan lalai kepada Allah. ”Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.(al-Isra(17);83). Jika datang masalah pada mereka maka akan gampang putus asa, itulah mengapa kebahagiannya mereka cepat pergi dan menghilang.

Kehidupan dunia yang tak secuilpun memberi kebahagian sanubari hati yang paling dalam.Kesenangan dunia akan memberi kebahagian yang sementara, bersifat temporer. Atau dalam bahasa lain disebut kebahagiaan relatif. Kebahagiaan yang tidak bisa disamaratakan kualitasnya dengan orang lain. Disini kebahagian tidak bersifat mutlak adanya. Dia bisa datang dan pergi tanpa kendali manusia. Karena dunia ini sifatnya sementara dan semua bisa direlatifkan disini. maka hukum kebahagiaan yang dilahirkan kesenangan dunia pun relatif adanya.

Inilah kesenangan kehidupan dunia, dan bukan pilihan bagi orang-orang bertakwa. “Dan perhiasan-perhiasan . Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.(Azzukhruf(43):35). Jelas pilihan bagi seorang mukmin adalah kebahgiaan mutlak dinegeri akhirat.

Kedua, jalan ketenangan adalah merupakan energi hati yang stabil, tidak gampang goyah, goncang, dan goyang ketika badai cobaan datang. inilah jalan kebahagiaan hakiki, diperoleh dari aktivitas hati yang benar. “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang” (QS ar-Ra’du:28).

Kebahagiaan yang diraih dengan pada jalan ini adalah kebahagian hakiki yang bersifat mutlak. Karena tidak akan ada lagi galau yang bisa menghalang. Tidak ada lagi derita yang menerpa . jika datang gundah, kekahawatiran, maka akan hilang dengan mengingat Allah. dan semua kesengsaraan didunia ini tidak akan mengganti kebahagiaan hakiki dalam hati mereka.

Hal ini pernah dibuktikan oleh Bilal bin Rabah tetap bahagia dengan mempertahankan keimanannya meskipun disiksa pedih. Imam Abu Hanifah tetap bahagia meskipun dijebloskan ke penjara dan dicambuk setiap hari, karena menolak diangkat jadi hakim Negara. Para sahabat nabi rela meninggalkan kampung halamannya, demi keyakinan yang dianutnya., Ibnu Taimiyah berkata: “Apa yang diperbuat musuh-musuhku adalah surgaku. Penjara adalah tempatku menyepi. Penyiksaan adalah syahadahku. Pengusiran adalah tamasyaku”.

Dalam kondisi bagaimana pun posisi hati tetap tenang menghadapi masalah yang datang. masalah besar kecil, bahakan pertaruhan nyawa pun tetap tenang. Itulah kebahagian yang mutlak. Kebahagian yang lahir dari hati orang-orang beriman. Hati yang selalu berzikir kepada Allah. hati yang selalu rindu kehidupan akhirat.

Kita pun diminta tuk mencari kebahagiaan akhirat dan dunia. Allah berfirman “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Qs. Al Qoshos : 77). Dalam ayat ini ditegaskan bahwa kebahagiaan akhirat adalah yang utama. Mencari kebahgiaan dunia hanya seruan sederhana bukan sebuah kewajiban “janganlah kamu melupakan kebahagiaan dunia” artinya ketika kita melupakan kehidupan dunia tak masalah. Karena ketika kehidupan atekhirat yang kita pilih, Insaya Allah dunia pun akan mengikutinya.

Ibnu Taimiyah berkata, “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini”, maka ada yang bertanya: “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia ini?”, Ulama ini menjawab: “Cinta kepada Allah, merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya”

Sumber kebahagian yang diambil dari jalan ketenangan berasal dari keimanan pada Allah. Orang yang beriman senantiasa selalu bersikap bahagia, apa pun yang terjadi. orang yang beriman selalu bahagia dan tenang terhadap semua peristiwa yang dialami, karena apa pun yang terjadi baik atau buruk pada hakekatnya baik untuk mereka. Rasulullah saw. Bersabda: “Jalan yang ditempuh oleh seorang yang beriman adalah aneh karena ada kebaikan dibalik setiap tindakannya dan ini tidak terjadi pada siapapun kecuali pada seseorang yang beriman karena jika mereka merasa mendapatkan kesenangan dia bersyukur kepada Allah SWT, maka terdapat kebaikan dalam sikapnya itu, dan jika dia mendapatkan permasalahan dia menyerahkannya pada Allah SWT (dan bersabar), maka ada kebaikan dalam sikapnya itu“.(HR.Muslim)

Salah satu kunci kebahgian orang-orang beriman adalah totaliatas Penyerahan diri kepada Allah swt. itu Membawa mereka lebih dekat dan pasrah kepada-Nya dalam situasi apapun dan itu membuat mereka selalu merasa tenang dan bahagia.

“Sungguh berbahagialah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya (al-Mukmin (23):24).

Inilah jalan kebahagian hakiki yang semestinya kita jalani. Dan Jadilah kita pribadi yang memiliki ketenangan hati, Insya Allah akan dipanggil oleh Allah; ”Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku”.(alfajr(89):27-30).

Jalan ketenangan iman memberi kebahagiaan tanpa batas. Tak bisa dirusak oleh kesedihan duniawi, kekal bahagianya tak lekang oleh waktu dan Membuat hati terbuka dan luas dalam menerima masalah. Semoga kita menjadi orang yang bahagia karena ketenangan iman, bukan karena kesenangan duniawi.

Amin.

6 Jun 2017

Hakikat Solat

1. Takbiratul Ihram

(Awal dan Akhir) Pengawalan segala sesuatu, sebagaimana hidup dimulai kelahiran, sesuatu yg ada pasti ada awalnya. Dengan keimanan kita yakin bahwa semuanya berawal dari Allah. Maka dengan takbir kita mengembalikan kepada segala aktivitas kita adalah karena Allah. Takbiratul Ihram sebagai starting point sholat, simbol starting perjalan hidup. Bermakna penyerahan totalitas pada yang Maha Awal bahwa karenaNya kita ada dan karenaNYa kita melakukan perjalanan hidup.

2. Berdiri

(Gerak Perjalanan) Berdiri lambang siap berjalan menjelajahi kehidupan, karena jika duduk dan berdiam kita tidak mungkin bisa berjalan. Tegak artinya kehidupan harus ditegakkan (ditumbuhkan) pada ruang waktu, iman harus ditegakkan, akhlak harus ditegakkan, amalan pribadi dan amalan sosial juga harus ditegakkan. Sebagai mana sabda rosulullah : “Sholat adalah tiang agama (agama didirikan/ ditegakkan oleh sholat)”. Dalam tegak berdiri, posisi kepala tunduk, artinya dalam perjalanan hidup akan tunduk dan patuh pada segala hukum dan kehendak Allah. Kedua tangan mendekap ulu hati, simbol bahwa hati harus selalu dijaga kebersihannya dalam perjalanan hidup.

3. Rukuk (Penghormatan)

Mengenal Allah melalui hasil ciptaanNya . Dalam perjalanan hidup, pada ruang ciptaan Allah kita menemukan, menyaksikan dan merasakan bermacam- macam hal : tanah, air, gunung, laut, hewan, sistem kehidupan, rantai makanan, rasa senang, rasa sedih, rasa marah, kelahiran, kematian, pertengkaran, percintaan, ilmu alam, pikiran, manusia sekitar kita, Nabi, Rosul, dan lain lain. Ini merupakan bukti bahwa Allah itu Ada sebagai Pencipta dari semua itu. Dan kita tahu apabila tanpa petunjuk para utusan Allah (Nabi dan Rosul) kita tidak akan tahu jika itu semua ciptaan Allah dan dengan para UtusanNya, kita tahu tujuan hidup serta cara mengisi kehidupan ini agar selamat.

4. Itidal (Puja- puji pada Allah)

Kemudian kita berdiri lagi untuk mengisi perjalanan hidup dengan penuh puja dan puji pada Allah serta penuh syukur setiap saat sehingga tercipta kepatuhan dan ketaatan. Dengan mengetahui hasil ciptaan Allah, maka akan tumbuh kekaguman dan kecintaan pada Allah sehingga tumbuh rasa cinta dan iklas atau dengan senang hati akan menjalani menjalani hidup ini sesuai Kehendak Allah.

5. Sujud

(penyatuan diri dengan Kehendak Allah) Jika berdiri di analogikan dengan perjalanan jasadi, maka Sujud dengan kaki dilipat, atau setengah berdiri adalah simbol dari perjalanan hati (rohani). Dangan sujud hati dan fikiran kita direndahkan serendahnya sebagai tanda ketundukan total pada atas segala kuasa dan kehendak Allah. Menyatu kan kehendak Allah dengan Kehendak kita. Sujud pertama merupakan penyatuan Kehendak Allah dengan Kehendak ruhani/ hati/ jiwa kita. Diselangi permohonan pada duduk antara 2 sujud dengan doa : “Rabbighfirli (ampuni aku), warhamni (sayangi aku), Wajburni (cukupkanlah kekuranganku), warfa’ni (tinggikanlah derajadku), warzuqni (berilah aku rezeki), wahdini (tunjukilah aku), wa’fani (sehatkan aku), wa’fu’anni (maafkan aku). Sujud kedua merupakan pernyataan pengagungan Allah secara lebih personal antara makhluk dengan Sang Pencipta, pernyataan ingin kembali pada Sang Pencipta akhir dari perjalanan. Dan pada waktu itu juga, kita dianjurkan untuk memanjatkan doa dalam sujud kita yang panjang

6. Duduk diantara 2 Sujud

(Permohonan) Pengungkapan berbagai permohonan pada Allah untuk memberikan segala kebutuhan yang diperlukan dalam bekal perjalanan menuju pertemuan denganNya, butuh sumber dukungan hidup jasmani dan ruhani, serta pemeliharaan dan perlindungan jasmani ruhani agar tetap pada jalan Allah.

7. Attahiyat :

Pernyataan Ikrar Tahap pemantapan, karena perjalanan hidup itu naik turun dan fitrah manusia tidak lepas dari sifat lupa, maka perlu pemantapan yang di refresh dan diulang untuk semakin kokoh, yaitu dengan Ikrar Syahadat, dengan simbol pengokohan ikrar melalui telunjuk kanan. Sebelum Ikrar, memberikan penghormatan untuk para Utusan Allah dan ruh hamba- hamba sholeh (Auliya) yang melalui merekalah kita mengenal Allah dan melalui ajaranya kita dibimbing ke jalanNya, serta menjadikan mereka menjadi saksi atas Ikrar kita. Sholawat menjadi pernyataan kebersediaan mengikuti apa yang diajarkan Rosululloh Muhammad SAW, dan menempatkannya sebagai pimpinan dalam perjalanan kita. Salam penghormatan kepada Bapak para Nabi (Ibrohim) yang menjadi bapak induk ajaran Tauhid. Kemudian diakhir dengan permohonan doa dan permohonan perlindungan dari kejahatan tipuan Setan dan Jin agar kita dapat tetap istiqomah dan berhasil mencapai Allah.

8. Salam

Salam adalah ucapan yang mengakui adanya manusia lain yang sama- sama melakukan perjalanan dalam hidup ini (aspek kemasyarakatan). Menunjukkan bahwa hidup ini tidak sendiri, sehingga hendaknya menyebarkan salam dan berkah kepada sesama untuk saling bahu membahu menegakkan kehidupan yang harmonis (selaras) dan tegaknya kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan di bumi. Salam adalah penutup sekaligus awal dari mulainya praktek aplikasi sholat dalam bentuk aktivitas kehidupan di lapangan hingga ke sholat berikutnya. Nah salam itu simbol dari putaran yang dimulai dari kanan ke kiri dengan poros badan.

Jika dihubungkan dengan Hukum Kaidah Tangan Kanan berarti arah energi ke atas, simbolisasi bahwa perjalanan digantungkan pada Allah SWT (di atas) sebagai penjamin keselamatan dalam perjalanan.

Wallahu ‘Alamu.


Amal Yang Tertolak

“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju ke surga” (HR. Muslim)

Suatu hari aku Mu'adz bin Jabal menghadap Rasulullah SAW. Beliau menunggangi unta dan menyuruhku naik dibelakangnya, maka berangkatlah kami dengan unta tersebut. Kemudian Beliau menengadahkn wajahnya ke langit dan berdoa "Puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Berkehendak kepada makhluqNYA menurut kehendakNYA. Kemudian Beliau berkata,"sekarang aku akan mengisahkan satu cerita kepadamu yang apabila engkau hafalkan akan berguna bagimu, tapi kalau engkau sepele kan engkau tidak akan mempunyai hujjah kelak di hadapan Allah SWT."

Hai Mu'adz, Allah menciptakan 7 Malaikat sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Pada setiap langit ada 1 malaikat yang menjaga pintu & tiap2 pintu langit itu dijaga oleh malaikat sesuai kadar pintu dan keagungannya. Maka,malaikat Hafazhoh {Malaikat yang memelihara dan mencatat amal seseorang} naik ke langit dengan membawa amal seseorang yang cahayanya bersinar-sinar bagaikan Matahari. Ia, yang menganggap amal orang tersebut itu banyak memuji amal amal orang itu. Tapi sampai dipintu langit pertama, malaikat penjaga pintu pertama berkata kepada malaikat Hafazhah, "Tamparkanlah amal ini kewajah pemiliknya, aku ini penjaga tukang pengumpat. Aku diperintahkan untuk tidak menerima masuk tukang mengumpat orang lain. Jangan sampai amal ini melewatiku untuk mencapai langit berikutnya 


"Keesokan harinya, ada lagi malaikat Hafazhah yang naik kelangit dengan membawa amal shalih seseorang yang cahayanya berkilauan. Ia juga memujinya lantaran begitu banyaknya amal tersebut. Namun malaikat dilangit ke 2 mengatakan "Berhentilah! dan tamparkan amal ini kewajah pemiliknya, kerana degan amalnya itu dia mengharap keduniaan. Allah memerintahkanku untuk menahan amal seperti ini. Jangan sampai lewat hingga langit berikutnya "maka seluruh malaikat pun melaknat orang tersebut sampai sore hari."

Kemudian ada lagi malaikat Hafazhah yang naik kelangit degan membawa amal hamba Allah yang sangat memuaskan, dipenuhi amal sedekah, puasa dan bermacam macam kebaikan yang oleh malaikat Hafazhah dianggap demikian banyak dan terpuji. Namun saat sampai dilangit ke 3. Malaikat penjaga pintu langit yang ke 3 mengatakan "Tamparkan amal ini kewajah pemiliknya, aku malaikat penjaga orang yang sombong. Allah memerintahkan ku untuk tidak menerima amal orang sombong masuk. Jangan sampai amal ini melewatiku untk mencapai langit berikutnya. Salahnya sendiri ia menyombongkan dirinya di tengah2 orang lain."

Kemudian ada lagi malaikat Hafazhah yang naik kelangit ke 4, membawa amal seseorang yang bersinar bagaikan gemuruh, penuh dengan tasbih, puasa, sholat, naik haji dan umrah. Tapi ketika sampai dilangit ke 4, malaikat penjaga mengatakan "Berhentilah jangan dilanjutkan! Tamparkan amal ini kewajah pemiliknya, aku ini malaikat penjaga orang orang yang ujub {membanggakan diri}. Allah memerintahkanku untuk tidak menerima masuk amal tukang ujub. Jangan sampai amal ini melewatiku untuk mencapai langit yang berikutnya. Kerana ia kalau beramal selalu ujub "

Kemudian naik lagi malaikat Hafazhah kelangit ke 5, membawa amal hamba yang diarak bagaikan pengantin wanita diiring kepada suaminya. Amal yang begitu bagus, seperti amal jihad, ibadah haji, umroh. Cahaya amal itu bagaikan matahari. Namun, begitu sampai dilangit ke 5, berkata malaikat penjaga pintu langit ke 5" Aku ini penjaga sifat Hasad {dengki, iri hati}. Pemilik amal ini yang amalnya sedemikian bagus, suka hasad kepada orang lain atas kenikmatan yang Allah berikan kepadanya. Sungguh ia benci kepada apa yang diridhoi Allah. Aku diperintah agar tidak membiarkan amal orang seperti ini untuk melewati pintuku menuju pintu langit selanjutnya "

Kemudian ada lagi malaikat Hafazhah naik degan membawa amal lain berupa wudhu yang sempurna, sholat yang banyak, puasa, haji dan umroh. Tetapi saat ia sampai dilangit ke 6, malaikat penjaga ini mengatakan "Aku ni malaikat penjaga rahmat. Amal yang seolah olah bagus ini tamparkanlah kewajah pemiliknya. Salah sendiri ia tidak pernah mengasihi orang. Apabila ada orang lain yang mendapat musibah, ia merasa senang dan tidak mahu menolong. Aku diperintahkn Allah agar amal seperti ini tidak melewatiku hingga dapat sampai pada pintu langit berikutnya "

Kemudian ada lagi malaikat Hafazhah naik kelangit ke 7 dengan membawa amal seseorang berupa bermacam macam sedekah, puasa, sholat, jihad dan kewarakkan. Suaranya pun bergemuruh bagaikan geledek. Cahayanya bagaikan kilat. Namun, tatkala sampai dilangit ke 7, malaikat penjaga langit ke 7 mengatakan "Aku ini penjaga orang ingin terkenal. Sesungguhnya orang ini ingin dikenal dalam kumpulan kumpulan, selalu ingin terlihat lebih unggul disaat berkumpul dan ingin mendapat pengaruh dari para pemimpin. Allah memerintahkanku agar amalnya ini tidak sampai melewatiku. Setiap amal yang tidak kerana Allah, itulah disebut riya'. Allah tidak akan menerima amal orang orang yang riya "

Kemudian ada lagi malaikat Hafazhah yang naik membawa amal seseorang yang penuh dengan sholat, zakat, puasa, haji, umroh, ahlaq yang baik, pendiam, tidak banyak bicara, dzikir kepada Allah. Amalnya itu diiringi para malaikat hingga langit ke 7. Bahkan sampai menerobos memasuki hijab2 dan sampailah kehadirat Allah SWT. Para malaikat itu berdiri dihadapan Allah. Semua menyaksikan bahawa amal ni adalah amal yang sholih dan ikhlas kerana Allah. 

Namun Allah berfirman "Kalian adalah Hafazhah, pencatat amal amal hambaKU. Sedangkan Akulah yang mengintip hatinya. Amal ini tidak keranaKU. Yang dimaksud si pemilik amal ini bukanlah Aku. Amal ini tidak diikhlaskan demi Aku. Aku lebih mengetahui dari kalian apa yang dimaksud olehnya dengan amalan itu. Aku laknat dia, kerana menipu orang lain dan juga menipu kalian {para malaikat Hafazhah}. Tapi, Aku takkan tertipu olehnya. Aku ni Yang Paling Tahu akan hal hal yang ghoib. Akulah yang melihat isi hatinya dan tidak akan samar kepadaKU setiap apa pun yang samar. Tidak akan tersembunyi bagiKU setiap apa pun yang tersembunyi. PengetahuanKU atas apa yang telah terjadi. PengetahuanKU atas apa yang telah lewat sama dengan pengetahuanKU atas apa yang akan datang. PengetahuanKU kepada orang2 terdahulu sama dengan pengetahuanKU kepada orang2 yang kemudian. Aku lebih tahu atas apa pun yang lebih samar daripada rahasia. Bagaimana bisa amal hambaKU menipuKU. 

Dia bisa menipu makhluk2 yang tidak tahu sedangkan Aku ini Yang Mengetahui hal hal yang ghaib. LaknatKU tetap kepadanya. Tujuh malaikat Hafazhah yang ada pada saat itu dan 3000 malaikat lain yang mengiringnya menimpali, "Wahai Tuhan kami, dengan demikian tetaplah laknatMU dan laknat kami kepadanya "maka semua yang ada dilangit pun mengatakan "tetaplah laknat Allah dan laknat mereka yang melaknat kepadanya, "

Mu'adz pun kemudian menangis terisak isak dan berkata, "Ya Rasulullah, bagaimana bisa aku selamat dari apa yang engkau ceritakan itu? "Rasulullah SAW menjawab"Wahai Mu'adz, ikutilah nabimu dalam hal keyakinan! "Mu'adz berkata lagi "Wahai Tuan engkau adalah Rasulullah, sedangkan aku ni hanyalah si Mu'adz bin Jabal, bagaimana aku dapat selamat dan terlepas dari bahaya tersebut? "

Rasulullah SAW bersabda"Seandainya dalam amalmu ada kelengahan, tahanlah mulutmu jangan sampai menjelek2kan orang lain dan juga saudara2mu sesama ulama. Apabila engkau hendak menjelek2kan orang lain ingatlah pada dirimu sendiri. Sebagaimana engkau tahu dirimu pun penuh dengan aib". 

"Jangan membersihkan dirimu degan menjelek jelek kan orang lain". 

"Jangan mengangkat diri sendiri dengan menekan orang lain". 

"Jangan riya'dengan amalmu agar diketahui orang lain". 

"Janganlah termasuk golongan orang yang mementingkan dunia dengan melupakan akhirat". 

"Kamu jangan berbisik2 dengan seseorang padahal disebelahmu ada orang lain yang tidak diajak berbisik". 

"Jangan takabur kepada orang lain, nanti akan luput bagimu kebaikan dunia dan akhirat". 

"Jangan berkata kasar dalam suatu majelis dengan maksud supaya orang orang takut akan keburukan akhlaqmu itu". 

"Jangan mengungkit ngungkit apabila berbuat kebaikan". 

"Jangan merobek robek {pribadi} orang lain dengan mulutmu, kelak kamu akn dirobek2 oleh anjing anjing neraka jahannam. Sabagaimana firman Allah\"wannaasyithooti nasythoo"{di neraka itu ada anjing2 perobek badan badan manusia, yang mengoyak2 daging dari tulangnya}"

Aku berkata "Ya Rasulullah siapa yang akan kuat menanggung penderitaan semacam ni?" jawab Rasulullah SAW "Wahai Mu'adz, yang ku ceritakan tadi itu akan mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah SWT. Cukup untuk mendapatkan semua itu, engkau menyayangi orang lain sebagaimana engkau menyayangi dirimu sendiri dan membenci sesuatu terjadi kepada orang lain apa apa yang engkau benci bila sesuatu itu terjadi kepadamu. Apabila bisa seperti itu, engkau akan selamat, terhindar dari penderitaan itu"

"Khalid bin Ma'dan { yang meriwayatkan hadist itu dari Mu'adz ra } 


Sabar...

Artinya menjauhkan diri dari hal hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi tenang ketika mendapatkan cubaan, dan menampakkan sikap cukup walaupun sebenarnya berada dalam kefakiran dalam dibidang ekonomi. Sabar dapat dibahagi tiga, yaitu: Sabar dalam menjalankan perintah Allah
SWT, Sabar dari apa yang dilarang Allah SWT, Sabar terhadap apa yang telah ditakdirkan Allah SWT...

Tawakkal... Adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan hasil dari keyakinan nya yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia diajari agar meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala galanya, pengetahuan Nya Maha Luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta ini. Keyakinan inilah yang mendorongnya untuk menyerahkan segala persoalannya kepada Allah. Hatinya tenang dan tenteram serta tidak ada rasa curiga...

Karena Allah Maha Tahu dan Maha Bijaksana...

Anda Khawatir Dengan Masa Depan ? Ada Allah

Setelah Allah menciptakan Nur (cahaya) Muhammad, Allah menciptakan Al-Qalam (pena). Kemudian Allah berkata padanya, “tulislah!”, pena berkata, “Apa yang aku tulis wahai Allah”, Allah berkata, “tulislah semua kejadian sampai datangnya hari kiamat!”, pena kemudian menulis sesuai dengan kehendaknya. Namun, ketahuilah bahwa apa-apa yang dikehendaki makhluk pada hakikatnya adalah kehendak Allah.

Allah berfirman,

وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (QS. At-Takwir: 29)


Semua yang telah, sedang, dan akan terjadi telah tertulis di Lauhul Mahfudz. Oleh karena itu salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh seorang muslim adalah wajib beriman kepada takdir Allah. Apabila semua yang terjadi telah tertulis, maka yang bisa dilakukan oleh manusia hanyalah pasrah kepada kehendak-Nya. Manusia hanya sebatas berikhtiyar dan ia diwajibkan untuk menerima dengan ridha atas segala ketetapan-Nya.

Di dalam hadits qudsi Allah berfirman, “barangsiapa yang tidak bersabar atas ujian-Ku, tidak bersyukur atas nikmat-nikmat-Ku, tidak ridha dengan qadha’-Ku maka carilah tuhan selain Aku, dan keluarlah dari langit dan bumi-Ku!”. Hadits ini menggambarkan kemarahan Allah atas orang-orang yang tidak ridha dengan takdir-Nya.

Rezeki yang berupa penghasilan adalah salah satu bagian dari takdir Allah. Ada orang yang berpenghasilan banyak, ada pula yang berpenghasilan sedikit. Bagi orang mukmin, penghasilan banyak atau sedikit tidak jadi masalah. Yang jadi masalah adalah apabila keimanan dan keislamannya tergadai dengan dunia.

Orang mukmin telah yakin dengan janji Allah,

Allah berfirman,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Huud: 6).

Allah berfirman,

أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ

Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. (QS. Az-Zumar: 36).

Selama Orang mukmin menggantungkan hidupnya hanya kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya dan dunia akan datang kepadanya dengan tanpa bersusah payah. Ia percaya bahwa selama ia berusaha menjalankan perintah-perintah Allah sesuai dengan kemampuannya dan berharap hanya kepada Allah maka Allah akan mencukupi kebutuhanya.

Allah berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (٢) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. At-Thalaq: 2-3).


Setelah merenungi firman-firman Allah di atas, semoga kita tidak lagi khawatir dengan masa depan. Masa depan yang sebenarnya adalah negeri akhirat yang kekal abadi, tempatnya orang-orang yang bertaqwa dan beramal saleh.

Sebuah Pantulan Cahaya Iman

MEMBINA KEAGUNGAN HAMBA KEPADA SANG PENCIPTA-NYA 

Manusia sering tertipu dan kehidupan dunia inilah yang sering menipu manusia.. tidak kira di mana,waktu apa, susah atau senang,sakit atau sihat,kaya atau miskin, ada sahaja bentuk tipuan yang paling kurang melalaikan kita dari tugas sebenar kita di dunia ini dan akan kehidupan akhirat yang kekal abadi itu.. Kematian kita kian hampir,dan semakin hampir. Masihkah kita sanggup terus ditipu?..

SEBAB-SEBAB HATI TERHIJAB

JASAD batin atau ruh yang selalu kita artikan sebagai hati, mempunyai kemampuan memandang dan mengenal sesuatu, merasakan kesenangan dan kesusahan, mengetahui yang lahir maupun yang batin khususnya mengetahui keberadaan Allah SWT.

Itulah kelebihan manusia daripada makhluk lain yaitu mempunyai hati yang dapat mengenal Allah dengan sebenar-benarnya sehingga menjadi hamba Allah yang benar-benar takut pada Allah. Sebagaimana difirmankan oleh Allah : Terjemahannya : Apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati-hati mereka.(Al Anfaal : 2)

Hati yang terang-benderang seperti itu dimiliki oleh para ‘ariffin, muqarrobin dan solehin. Hati mereka dapat melihat dan betul-betul mengenal sifat-sifat keagungan Allah. Karena itu mereka benar-benar dapat menghambakan diri kepada Allah SWT. Sebaliknya ada juga manusia yang hatinya gelap (buta) tidak dapat melihat dan mengenal Allah. Hal itu juga difirmankan oleh Allah SWT : Terjemahannya : Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama seperti orang yang buta (mengetahui)? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.(Ar Ra’d : 19)

Firman Allah lagi :Terjemahannya : Mereka itulah orang-orang yang hatinya, pendengarannya dan penglihatannya telah dikunci oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai.(An Nahl : 108) 

Dari Umar Al Khattab, Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud :"Cap penutup hati tergantung di kaki arasy. Bila seseorang melanggar larangan Allah (menghalalkan yang diharamkan oleh Allah) maka Allah akan menutup hati mereka dengan cap penutup hati tersebut."

Bila hati sudah buta, atau sudah dikunci mati oleh Allah SWT, maka hati tidak dapat lagi mengenal Allah. Begitulah hati orang-orang kafir dan munafik yang menyebabkan mereka menolak kebenaran.

Namun bukan hanya hati orang kafir dan munafik saja yang sudah buta, kita sebagai umat Islam pun masih banyak yang hatinya buta. Buktinya adalah kita masih sering membuat dosa (kecil atau besar). Orang yang masih membuat dosa adalah orang yang tidak takut pada Allah. Orang yang tidak takut pada Allah adalah orang yang tidak kenal siapa Allah. Jika tidak kenal Allah menandakan bahwa hati telah buta.

Sabda Rasulullah SAW : Terjemahannya : Sesungguhnya seorang mukmin apabila ia melakukan dosa maka terjadilah satu bintik hitam di hatinya. Jika dia bertaubat dan berusaha membuangnya (bintik hitam tersebut) maka akan selamatlah hatinya. Kalau dosanya bertambah maka hatinya akan semakin terkunci.
 

Sabda baginda lagi yang maksudnya :Orang yang membuat satu dosa hilanglah sebagian akalnya untuk tidak kembali lagi selama-lamanya.

Kalau mata kita buta, maka kita tidak dapat melihat, tidak dapat mengenal bahkan tidak dapat berjalan lagi. Begitulah kalau hati kita buta, kita tidak dapat mengenal Allah dan tidak dapat menempuh jalan syariat lagi. Kita tidak takut, tidak redha, tidak tawakal, tidak yakin, tidak berharap kepada Allah, tidak cinta, tidak yakin dengan janji-Nya yaitu Syurga, Neraka, Hari Hisab, siksa kubur, dan lain-lain lagi. Bila perasaan tersebut sudah tidak ada di hati kita maka datanglah penyakit hati.

 Firman Allah :Terjemahannya : Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta. (Al Baqarah : 10)

Mereka akan tersiksa di dunia dan di Akhirat. Di dunia mereka akan merasa kecewa, putus asa, berkeluh kesah, dan tidak tenang. Di akhirat tentulah lebih tersiksa lagi.

Penyakit hati yang Allah maksudkan itu diantaranya ialah iri dengki, dendam, buruk sangka, serakah, cinta dunia, bakhil, pemarah, penakut, riya', ujub dan sombong.

Langkah pertama yang wajib ditempuh untuk mengobati penyakit hati kita ialah dengan mengobati hati yang buta itu. Bila hati sudah tidak buta maka penyakit-penyakit hati lainnya akan hilang dengan sendirinya.

Kalau mata kita sakit atau buta, maka kita akan pergi ke dokter mata. Mungkin mata kita akan dibersihkan, dibedah dan sebagainya. Begitupun kalau hati kita yang buta, maka kita mesti memberi pengobatan yang sesuai.

Untuk itu mari kita lihat dulu apakah yang menyebabkan hati terhijab? Di antaranya adalah:

a. Memakan makanan haram dan makanan syubhat, baik sadar atau tidak.Bersabda Rasulullah SAW yang maksudnya:"Hati itu dibina dengan apa yang dimakan."
 

Hati kita adalah segumpal darah yang mengandung sel-sel darah merah dan zat-zat besi. Sel dan zat-zat itu berasal dari makanan yang kita makan. Kalau makanan kita bersih (halal mengikut syariat Islam) maka sel dan zat itu juga bersih sehingga hati kita juga akan bersih. Sebaliknya kalau makanan yang kita makan itu kotor (haram dan syubhat) baik benda itu haram atau uang yang digunakan untuk membelinya haram, maka sel dan zat-zat besi, atau zat-zat yang membina hati kita itu kotor, busuk dan gelap.

Hati seperti wadah yang terbuka. Hati yang kotor tidak akan menerima taufik dari Allah sebab Allah tidak akan memberi taufik dan hidayah kepada hati yang kotor. Sama halnya kita tidak akan memasukkan makanan ke dalam piring yang kotor. Apalagi taufik dan hidayah dari Allah itu sangat tinggi harganya.  Bila hati tidak bisa melihat kebenaran maka tidak akan terasa kebesaran, kehebatan, kasih sayang dan didikan dari Allah, tidak terasa anugerah, penjagaan, pengawasan dan pembelaan Allah. Kalau hati tidak mendapat hidayah dan taufik lagi maka kita akan menjadi orang yang sesat dan selalu terlibat melakukan maksiat dan mungkar.

Bersabda Rasulullah SAW :  Terjemahannya : Dalam diri anak Adam itu ada segumpal daging. Bila baik daging itu baiklah seluruh anggota dan seluruh jasad. Bila jahat dan busuk daging itu jahatlah seluruh jasad. Ketahuilah, itulah hati.(Riwayat Al Bukhari & Muslim)

Firman Allah : Terjemahannya : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman dengan-Nya. (Al Maidah : 88)

Perintah memakan makanan yang halal adalah wajib. Kalau kita makan makanan yang haram dalam keadaan sadar bahwa benda yang kita makan itu haram maka kita akan berdosa dan hati kita akan gelap. Tetapi kalau makanan yang haram dan syubhat itu kita makan, tanpa diketahui bahwa benda itu haram dan syubhat maka kita tidak berdosa tetapi hati kita yang dibina dari makanan itu tetap akan gelap.

Atas dasar itulah Sayidina Abu Bakar As Siddiq mengorek kembali makanan yang telah ditelannya hingga muntah-muntah, setelah dia mengetahui bahwa makanan itu sumbernya adalah syubhat. Amirul Mukminin itu merasa cukup takut bila makanan itu akan membutakan hatinya. Setelah mengorek makanan itu, dengan rasa bimbang bila saja ada sisa-sisa makanan tersebut yang masih ada dalam perutnya, maka beliau pun berdoa, "Ya Allah, jangan Engkau bertindak kepadaku akan apa yang telah jadi darah dagingku"

Begitulah Sayidina Abu Bakar menjaga hatinya. Sebab itu hatinya menjadi terang-benderang. Jadi, tidak mengherankan kalau keyakinan beliau cukup kuat dengan Allah. Rasulullah SAW pun memuji beliau dengan sabda baginda : Terjemahannya : Kalau dibandingkan iman Abu Bakar dengan iman seluruh manusia kecuali Nabi dan Rasul niscaya imannya masih lebih baik. Hal yang serupa terjadi pada Imam Nawawi. Semasa hidupnya ia tidak makan buah-buahan di Damsyik karena merasa buah-buahan itu syubhat. Beliau sangat menjaga hatinya.

Hati yang terang-benderang akan mempunyai basirah (pandangan batin) yang tajam yang dapat menembus alam gaib dan alam kerohanian. Bila alam gaib yang hebat itu bisa terlihat oleh kita maka alam yang lahir itu sudah tidak berarti apa-apa.

Perbandingannya seperti ini : Misalnya suatu hari kita diundang menjadi tetamu raja. Maka masuklah kita ke istana. Di sana kita akan diberi dengan pelayanan yang istimewa, dengan pakaian dan makanan, peralatan dan perhiasan yang tidak pernah kita jumpai. Kita merasa sangat gembira dan kita merasa tidak mau kembali lagi ke rumah kita, sebab rumah kita sudah tidak berharga apa-apa lagi dibandingkan dengan kehidupan yang indah di istana.

Begitulah keadaan mereka yang bisa melihat kehebatan alam gaib. Alam yang lahir menjadi tidak berharga lagi. Karena itulah Sayidina Abu Bakar r.a bisa mengorbankan semua harta bendanya kepada jihad fisabilillah hingga tidak ada apa-apa lagi yang ditinggalkan untuk anak isterinya. Beliau mau menebus kehidupan di alam gaib yang maha hebat dengan menggadaikan seluruh harta benda dunia yang murah itu. Begitu juga sahabat-sahabat yang lain dan mujahid-mujahid Islam, mereka telah mengorbankan dunia yang sedikit itu untuk membeli kehidupan akhirat yang agung di alam baqa’ nanti.

Firman Allah : Terjemahannya : Sesungguhnya Allah SWT telah membeli dari orang mukmin, diri dan harta mereka dengan (harga) Syurga untuk mereka. (At Taubah : 111)

Mari kita mengobati hati kita dengan menghindar dari makanan yang haram. Langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengelak dari makanan yang haram diantaranya ialah :

Jangan memakan makanan yang zatnya jelas haram seperti arak atau makanan yang dicampur arak atau daging yang tidak disembelih. Jangan memakan makanan yang bernajis baik sifatnya najis (karena dibuat dari bahan yang tidak halal) atau karena cara mencucinya tidak betul atau tidak menurut syariat, sehingga tetap najis (tetap tidak halal). Jangan memakan daging yang disembelih secara tidak halal dan membersihkannya tidak menurut syariat. Jangan memakan makanan yang dibeli dengan uang yang haram (sekalipun makanan itu halal). Uang yang haram contohnya uang suap, uang riba, uang curian dan tipuan. Jangan kita memakan makanan dari usaha yang haram seperti riba, pelacuran, judi, dan lain-lain.

Makanan syubhat ialah makanan yang kita ragukan halal atau haram dan uang syubhat ialah uang yang sumbernya kita ragukan halal atau haram. Makanan dan uang yang syubhat itu wajib dielakkan supaya kita berpeluang memperoleh kejernihan batin untuk mengenal Allah dengan pengenalan yang sebenarnya. Sekarang ini banyak makanan di restoran yang menyalahgunakan perkataan 'HALAL' dan 'ISLAM' sebagai tanda perniagaan mereka. Kita harus berhati-hati juga sebab musuh Islam telah menyalahgunakan kata-kata 'HALAL' dan 'ISLAM' itu untuk keuntungan perut dan kantong mereka saja. Mereka sama sekali tidak takut pada Allah dan tidak ingin untuk mencari keredhaan-Nya.

Makan makanan yang halal tetapi berlebihan juga menjadi satu faktor penentu kepada corak hati kita. Sabda Rasulullah SAW : Terjemahannya : Wadah yang paling dibenci oleh Allah adalah perut yang penuh dengan makanan yang halal.

Allah benci kepada perut yang penuh dengan makanan sebab perut yang penuh itu akan melemahkan kegiatan hati sehingga tidak kuat untuk memandang pada alam gaib.

Bila hati lemah maka manusia menjadi lalai dan malas. Malas beribadah dan mudah terjebak dalam maksiat. Atas dasar itulah para salafussoleh mengurangi porsi makan mereka.

Rasulullah SAW selalu melatih perutnya untuk berada dalam keadaan lapar. Beliau pernah meletakkan batu di perut dan kemudian mengikat perutnya dengan kain agar tidak terasa kekosongan perut yang memang kosong. Beliau jarang berada dalam keadaan kenyang. Jika satu hari kenyang, maka tiga hari lapar. Beliau selalu berpuasa satu hari, kemudian satu hari lagi berbuka.

Begitu pula cara hidup yang ditempuh oleh Nabi Sulaiman a.s yang dikenal sebagai orang kaya-raya. Beliau selalu berpuasa dan hanya memakan roti kering dan air putih. Nabi Yusuf a.s pun ketika menjadi menteri di Mesir melakukan sehari berpuasa dan sehari berbuka. Bila ditanya mengapa Beliau berbuat begitu, jawabnya, "Di hari aku lapar, aku dapat merasa bahwa aku adalah hamba yang memerlukan pertolongan Allah. Di hari aku kenyang maka aku dapat bersyukur pada Allah SWT yang memberikan rezeki."

Begitulah cara hidup Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul, orang-orang muqarrobin dan orang-orang soleh. Mereka berjuang melawan nafsu untuk membersihkan hati supaya merasa diri sebagai hamba Allah yang lemah dan hina dina. Cara hidup mereka itulah yang wajib kita contoh. Kita mesti senantiasa berperang dengan nafsu yang selalu mengajak kita lalai dari Allah.

Mari kita obati hati kita dengan cara mengurangi makan. Langkah-langkah praktis yang mesti diambil untuk mengurangi makan di antaranya ialah :

Hidangan makanan kita janganlah lebih dari dua jenis lauk. Itulah amalan Sayidina Umar. Beliau tidak makan dengan lebih dari dua jenis lauk. Sebab bila jenis lauk sudah bermacam-macam nafsu kita bertambah besar untuk merasakan semua jenis lauk. Makanan itu sebaiknya sederhana, jangan terlalu enak. Sebab kalau terlalu enak, kita tidak mampu mengawal nafsu untuk makan berlebihan. Jangan menyimpan berbagai kelebihan makanan dalam rumah, sebab bila makanan tersedia maka kita senantiasa berfikir untuk makan. Sebaliknya kalau tidak ada simpanan makanan, nafsu tidak akan mengajak kita berfikir untuk makan.Coba memperbanyak puasa sunat seperti di hari Senin dan Kamis atau paling kurang tiga hari dalam sebulan.

Harus kita fahami bahwa langkah-langkah di atas adalah untuk membersihkan hati dan membuat hati kita merasa menjadi hamba Allah yang lemah dalam segala masalah kita.

b. Pandangan dan Pendengaran yang Haram

Kita telah sepakat bahwa : "Dari mata turun ke hati." Artinya hasil dari pandangan (termasuk pendengaran) bukan sekedar terasa di mata dan telinga tetapi akan bersambung dan berkesan di hati. Kalau apa yang kita pandang dan dengar itu baik, maka hati kita akan menerima kebaikannya. Sebaliknya kalau yang kita pandang dan dengar itu maksiat dan mungkar (haram), maka hati kita akan berisi kejahatan dan kemungkaran itu.

Hati yang senantiasa menerima pandangan dan pendengaran yang mungkar akan menjadi hati yang gelap dan pekat, buta dari melihat keagungan Allah. Hati itu tidak lagi merasa takut pada Allah, bahkan cinta dan rindu pada Allah SWT akan hilang.

Saya rasa kita semua tentunya memiliki pengalaman pribadi terhadap hal itu. Kalau setiap hari hati kita terisi dengan zikrullah, bacaan Al Quran, puasa, shalat sunat, membaca kitab dan mendengar pengajian agama, hati kita akan lembut, terasa indah dalam beribadah kepada Allah, rindu kepada kebaikan, benci dan takut kepada dosa.

Tetapi kalau setiap hari hati kita isi dengan program TV, berkata-kata kosong, mengumpat dan mencaci, membaca majalah hiburan yang penuh maksiat, mendengar lagu-lagu pop, maka kita akan menjadi malas beribadah, memandang kecil tentang cara hidup sunnah, tidak ada rasa takut dengan Allah, tidak membesarkan Allah apalagi untuk rindu pada-Nya, tidak suka pada pemuka agama dan lupa pada Akhirat. Hati kita menjadi cinta kepada dunia dengan segala hiburannya. Hati selalu ingin lepas, bebas tanpa disekat oleh hukum Islam, malas berjuang dan berangan-angan, serta ingin hidup lebih lama lagi. Itulah bukti-bukti yang menunjukkan bahwa tindakan lahir, pendengaran dan penglihatan yang haram akan membuat hati kita buta kepada kebenaran.

Allah berfirman : Terjemahannya : Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercantum (benih) yang akan Kami mengujinya (dengan perintah dan larangan) karena itu Kami menjadikan dia mendengar dan melihat. (Al Insaan : 2)

Tujuan Allah memberi kita mata dan telinga adalah untuk mencari dan mengenal pencipta kita yaitu Allah SWT. Selain itu supaya kita sadar untuk berbakti dan menurut perintah-Nya. Firman-Nya : Terjemahannya : Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk menyembah Aku. (Adz Dzaariyat : 56)

Kita mesti merasa bahwa diri kita adalah sebagai hamba dalam melaksanakan perintah suruhan dan larangan dari Allah. Yang penting adalah rasa kehambaan. Ibadah yang sebenarnya adalah yang berasal dari rasa kehambaan. Kalau waktu beribadah itu kita tidak merasa hina dan tidak merasa hamba, tetapi merasa besar diri, sombong, marah, dengki, maka amalan lahir itu bukan lagi dinilai ibadah. Sama halnya dengan seorang kuli yang menghadap tuannya dengan rasa besar diri, dengan bertolak pinggang. Bukankah lebih baik bila ia tidak menghadap, sebab tentu akan menimbulkan kemarahan tuannya.

Hidup bukan untuk dunia tetapi hidup untuk Allah dan untuk mencari bekal kembali ke Akhirat. Untuk tujuan itulah kita dikaruniakan Allah pendengaran dan penglihatan. Gunakanlah keduanya sebaik mungkin sebagai alat untuk sampai kepada tujuan yang diredhai-Nya.

Mari kita obati hati kita dengan menjaga pandangan dan pendengaran hanya kepada yang dapat mengingatkan kita kepada Allah, merasa takut pada-Nya dan untuk berbakti pada-Nya.
Langkah-langkah yang sebaiknya diambil di antaranya ialah :

Banyakkan membaca Al Quran dan terjemahannya, hadist dan kitab-kitab serta buku-buku agama termasuk majalah dan risalah yang berunsur dakwah. Dalam waktu yang sama, elakkan dari membaca buku-buku khayalan, majalah hiburan dan berita-berita yang jauh dari kebenaran. Selalu mengunjungi mesjid, tempat pengajian agama, majelis dakwah, tahlil dan zikrullah serta mengelak dari tempat-tempat maksiat, acara-acara yang liar (pergaulan bebas) dan keluar rumah tanpa tujuan, sebab di luar banyak pandangan dan pendengaran yang membawa kepada maksiat. Juga kita mengelak dari bergaul dengan kawan yang mengajak kita kepada maksiat.  Mendatangi orang-orang soleh, sebab dengan melihat mereka, dapat memberi Kekuatan. Ingat mati, karena selalu mengingat mati akan melembutkan hati.  Elakkan dari menonton program TV yang tidak berfaedah. Sekali kita biarkan mata dan telinga kita memandang dan mendengar perkara yang dibenci oleh Allah, maka selama itu kita biarkan nafsu menjadi raja di hati kita sehingga kita lalai dan tidak takut kepada penglihatan dan pengawasan Allah. Lebih baik kita tidur daripada menonton TV sampai larut malam. Hasilnya kita bisa bangun dengan segar untuk menyembah Allah dan mendekatkan hati pada-Nya. Kalau hati kita merasa sama saja antara melihat maksiat atau tidak, itu tandanya hati kita sudah rusak dan jauh dari Allah.

Itulah di antaranya langkah-langkah yang perlu diambil untuk menjernihkan batin kita. Perlu diingat bahwa langkah-langkah itu mesti diperjuangkan sungguh-sungguh dan terus menerus.

Kita jangan cepat jemu atau mudah terpengaruh dengan bujukan nafsu liar kita. Dan janganlah kita mengharap untuk memperoleh hasilnya dalam jangka waktu yang singkat. Sebab menurut pengalaman orang-orang yang telah menempuh jalan itu, waktu paling singkat untuk memperoleh hati yang bersih (taraf kerohanian yang tinggi) melalui mujahadah melawan hawa nafsu (mujahadatunnafsi) adalah 20 sampai 30 tahun lebih.

Waktu yang akan kita tempuh, sesuai dengan waktu yang kita gunakan untuk maksiat. Sejak dalam perut ibu, kita sudah menerima makanan yang tidak jelas halalnya. Setelah lahir pun kita berada di tengah-tengah maksiat dan macam-macam kemungkaran. Hati kita sudah gelap pekat dengan karat-karat dosa yang kita lakukan secara sadar atau tidak. Jadi memang sudah selayaknya kalau kita korbankan 20-30 tahun umur kita yang akan datang untuk membersihkan hati nurani kita. Mudah-mudahan di akhir umur kita, dapat kita rasakan kebersihan hati dan keselamatan dari mazmumah. Mudah-mudahan kita dapat menghadap Allah membawa hati yang selamat.  Firman Allah : Terjemahannya : Di hari itu (hari kita meninggal dunia) tidak berguna lagi harta dan anak kecuali mereka yang menghadap Allah membawa hati yang selamat. (Asy Syuara’: 88-89)

Apabila ruh kita sudah bersih dan sudah kembali pada fitrahnya semula (sewaktu di alam ruh), maka kita akan merasakan bermacam-macam pengalaman batin yang luar biasa. Tapi hal itu juga tergantung kepada taraf kebersihan ruh yang dapat kita capai. Ada dua peringkat ruh yang bersih yaitu :

1. Ruh yang terlalu bersih (orang yang Mukasyafah) 

Biasanya dicapai oleh muqarrobin. Ruh itu dapat menembus hijab antara alam dunia dan malakut dan dapat melihat segala rahasia-rahasia batin manusia.

Hal-hal yang biasanya oleh orang biasa dilihat di alam mimpi maka mereka dapat melihatnya di waktu sadar. Contohnya : kalau ada seseorang yang sifat batinnya seperti anjing maka orang itu akan terlihat oleh mereka seperti anjing. Kalau orang biasa mendapat ilmu dengan belajar maka mereka memperoleh ilmu melalui ilham.

2. Ruh yang bersih 

Tingkatan itu dapat dicapai oleh orang-orang soleh. Ruh mereka dapat mengesan rahasia-rahasia batin hanya melalui mimpi-mimpi yang benar dan rasa hati yang benar dan tepat dengan kehendak Allah. Mereka tidak dapat melihatnya secara nyata, sebab hijab pada diri mereka tidak terangkat semua. Allah menceritakan hal itu dalam hadist Qudsi, firman-Nya yang bermaksud : Barang siapa yang memusuhi wali-Ku (orang yang setia pada-Ku) maka Aku mengisytiharkan perang terhadapnya. Dan tiada amal seorang hamba-Ku yang bertakwa (yang beramal) pada-Ku yang lebih Kucintai daripada dia menunaikan semua yang Kufardhukan ke atasnya. Dan hambaKu yang senantiasa bertaqarrub kepadaKu dengan nawafil (ibadah sukarela) sehingga Aku mencintainya, maka jadilah Aku seolah-olah sebagai pendengarannya yang ia mendengar dengannya dan sebagai penglihatannya yang ia melihat dengannya dan sebagai tangannya yang ia bertindak dengannya dan sebagai kakinya yang ia berjalan dengannya.

Dan andaikata ia memohon pasti akan Kuberi padanya. Dan andaikata ia berlindung kepada-Ku pasti akan Kulindungi.

Rasulullah SAW bersabda : Terjemahannya : Takutilah olehmu firasat (pandangan tembus) orang-orang Mukmin karena ia memandang dengan cahaya Allah. (Riwayat At Tarmizi)