30 May 2017

Allah Adil Kepada Semua

Ada kesalahkaprahan pada sebagian orang dalam menyikapi masalah agama dan adat. Kesalahkaprahan ini terutama disebabkan adanya pengaruh pemikiran orang-orang lama atau kebiasaan orang-orang terdahulu tanpa disertai dasar yang benar kecuali hanya berdasarkan pada prasangka atau mengira semata. Di dalam Al Quran, orang-orang lama atau orang-orang terdahulu ini dikenal atau dapat dikategorikan sebagai nenek moyang.

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”.”(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” QS. Al Baqarah (2):170

Ada orang yang mengeluh “Kenapa ya saya terlahir sebagai anaknya orang miskin sehingga saya sekarang miskin tidak bisa sekolah, tidak bisa merasakan fasilitas fasilitas yang ada karena saya tidak memiliki cukup uang untuk mendapatkannya”.

Ada juga yang mengeluh karena terlahir sebagai anak cacat, buruk rupa, tidak normal, ataupun kekurangan-kekurangan yang lainnya sebagai manusia normal pada umumnya. Ada juga orang yang sebenarnya memiliki banyak kelebihan disbanding orang lain, tapi masih juga mengeluh, merasa sedih, tidak bahagia, karena ia memiliki harapan yang setinggi langit dan tidak bisa mencapainya. Sehingga ia terus merasa disiksa oleh harapan yang tidak kunjung dicapainya itu.

Inilah orang yang tertipu lalai, terlena dirinya dari rahasia Allah, tertutup pandangannya dari keadilan Allah SWT, tidak bisa melihat keadilan Allah SWT.

Keadilah Allah adalah menjadikan dunia dengan segala kejadian dan peristiwa diatasnya sebagai realitas semu tidak sejati. Realitas semu ini di rancang sebagai ujian bagi hamba-hambaNya. Maka segala yang ada dan terjadi hanyalah sebagai ujian. Kondisi jasad kita, harta, jabatan, kehormatan, status social adalah ujian. Kaya atau miskin hakekatnya sama, sama-sama ujian. Perbedaanya hanya terletak pada bagaimana cara kita memberikan resepon terhadap semua ujian itu.

Allah SWT berfirman : “Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (Al-An’am: 165)

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan “kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (Q.S Al-Ankabuut : 1-3)


Uniknya dunia ini memang terletak pada keragaman keadaan manusia. Setiap orang memiliki ujiannya masing-masing, sehingga kehidUpan menjadi dinamis, tidak monoton yang menjadi seni kehidupan yang merupakan kreasi Allah yang Maha Segalanya. Ada yang kaya, ada yang msikin, ada yang menjadi pejabat, ada yang menjadi rakyat, ada petani, ada yang nelayan, gelandangan, pengungsi, menteri, pengusaha… tetapi pada hakekatnya semua sama, sama-sama diuji dengan realitas masing-masing yang menyertai hidup manusia.

Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Kami telah menjadikan di bumi ini sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah diantara mereka yang terbaik amalannya” (Q.S Al-Kahfi :7)

Sungguh, kemuliaan manusia tidak terdapat pada kekayaannya, kegagahannya, kemewahannya di dunia. Semua itu hanya sebagai ujian hidup. Semua itu bukan kesejatian. Kesejatian ada dikahirat nanti, di hari pembalasan kelak, disaat dimana tidak ada pertolongan melainkan pertolongan dari Allah SWT.

Boleh jadi, ada orang yang hidup senang berlimpahkemewahan didunia, kita sangka itu adalah kemuliaan, padalah boleh jdai malah itu yang akan mengantarkan kita pad kehinaan di akhirat kelak karena kita menjadi lupa diri selama di dunia. Dan boleh jadi kita sangka seseorang itu miskin, hina di dunia, sengasara hidupnya, tetapi ia menjadi mulia disisi Allah SWR, bahagia diakhirat kelak. Ia mulia bukan karera kemewahan, bukan karena kegagahan, tetapi karena ia lulus ujian selama di dunia.

“… Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Q.S Al-Baqarah :216)


No comments: