8 Jul 2017

Ketaatan kepada Rasulullah Tidak Bisa Dipisahkan Dari Ketaatan kepada Allah

Ketaatan kepada Rasulullah (as-Sunnah adalah Hujjah, Sumber Pensyari’atan di Dalam Islam)
(as-Sunnah adalah Hujjah, Sumber Pensyari’atan di Dalam Islam Setelah al-Qur’an)

Setelah kita mengetahui makna dan pengertian as-Sunnah di dalam Islam, adalah sangat penting selanjutnya memahami bahwa as-Sunnah adalah hujjah, sumber pensyariatan di dalam Islam SETELAH AL-QUR’AN.

As-Sunnah sebagai sumber pensyariatan di dalam Islam sangat banyak disebut oleh Allah dalam firman-firman-Nya. Diantaranya: an-Nisaa': 80

“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah MENAATI ALLAH.”
(Q.S: an-Nisaa’: 80)

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku…” (Q.S: Ali Imran: 31)

Kedua ayat di atas menunjukkan dengan tegas dan jelas bahwa ketaatan kepada Allah tidak bisa dipisahkan dari ketaatan kepada Rasul-Nya.

Sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)“, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (Q.S: an-Nisaa: 150-151)

Berdasar ayat di atas, Allah melarang kita membeda-bedakan antara keimanan kepada Allah dan keimanan kepada Rasul-Nya (misal hanya beriman kepada Allah saja), dan membeda-bedakan diantara para rasul. Jika melakukan ini, maka kafirlan orang itu berdasarkan ayat ini.

Ketaatan kepada Rasulullah (as-Sunnah adalah Hujjah, Sumber Pensyari’atan di Dalam Islam) Ketaatan kepada Rasulullah Tidak Bisa Dipisahkan dari Ketaatan kepada Allah (as-Sunnah adalah Hujjah, Sumber Pensyari’atan di Dalam Islam Setelah al-Qur’an)

Setelah kita mengetahui makna dan pengertian as-Sunnah di dalam Islam, adalah sangat penting selanjutnya memahami bahwa as-Sunnah adalah hujjah, sumber pensyariatan di dalam Islam SETELAH AL-QUR’AN.

As-Sunnah sebagai sumber pensyariatan di dalam Islam sangat banyak disebut oleh Allah dalam firman-firman-Nya. Diantaranya:

“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah MENAATI ALLAH.” (Q.S: an-Nisaa’: 80)

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku…” (Q.S: Ali Imran: 31)

Kedua ayat di atas menunjukkan dengan tegas dan jelas bahwa ketaatan kepada Allah tidak bisa dipisahkan dari ketaatan kepada Rasul-Nya.

Sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)“, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (Q.S: an-Nisaa: 150-151)

Berdasar ayat di atas, Allah melarang kita membeda-bedakan antara keimanan kepada Allah dan keimanan kepada Rasul-Nya (misal hanya beriman kepada Allah saja), dan membeda-bedakan diantara para rasul. Jika melakukan ini, maka kafirlan orang itu berdasarkan ayat ini.

Maka berhati-hatilah kita terhadap as-Sunnah, karena ia datang dari Rasul Allah.

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Q.S: al-Ahzab: 36)

Surat al-Ahzab ayat 36 di atas sesungguhnya merupakan ayat yang sangat tegas MEMERINTAHKAN UNTUK TAAT KEPADA ALLAH (al-Qur’an) dan RASUL (as-Sunnah). Siapa yang tidak taat kepada keduanya, maka ia telah durhaka dan barangsiapa yang durhaka, maka ia telah SESAT dengan sesat yang NYATA.

Maka, perkara ketaatan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bukanlah perkara yang kecil. Jangan menyepelekan apa-apa yang datang dari as-Sunnah.

Tapi ironisnya, justru ada sebagian kecil dari umat Islam yang mengesampingkan hadits dan hanya berpegang kepada al-Qur’an saja. Ini adalah musibah. Karena al-Qur’an sendiri memerintahkan kita untuk patuh kepada Rasulullah (as-sunnah). Justru dengan tidak patuh kepada as-Sunnah, berarti sama saja tidak patuh kepada sebagian dari isi al-Qur’an. Dan tidak patuh kepada sebagian isi al-Qur’an dapat menyebabkan pelakunya kafir (lihat an-Nisaa’ 150-151 di atas).

Surat al-Ahzab ayat 36 di atas sesuai pula dengan hadits nabi shalallahu ‘alaihi wassalam

“”Aku tinggalkan 2 perkara yang kalian TIDAK AKAN TERSESAT SELAMANYA jika kalian berpegang teguh kepada keduanya: Kitabullah wa Sunnati. Keduanya tidak akan berpisah hingga bertemu di telagaku.” HR Hakim I/93 dan al-Baihaqi X/114, shahih

Kita lanjutkan dalil-dalil dari al-Qur’an.

“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Q.S: an-Nuur: 51)

Sekarang tahulah kita siapa yang disebut sebagai “ORANG MUKMIN”, yaitu mereka yang jika diajak kepada dan berhukum dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulillah mereka akan berkata: “sami’na wa atho’na” (kami mendengar dan kami patuh).

Bandingkan jawaban ini dengan jawaban orang-orang MUNAFIK:

Ketika diajak taat kepada Allah dan RasulNya, orang munafik akan menjawab dengan jawaban: “sami’na wa hum laa yasma’uun”:

“Hai orang2 beriman, taatlah kepada Allah & RasulNya dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, sedang kamu mendengar. Dan janganlah kamu seperti orang-orang MUNAFIQ yang berkata: “KAMI MENDENGARKAN”, PADAHAL MEREKA TIDAK MENDENGARKAN.” (al-Anfaal: 20-21)

Itulah ciri orang munafiq. Mereka akan menjawab “kami mendengar”, padahal mereka tidak mendengar. Masuk telinga kanan, langsung keluar di telinga kiri, kira-kira seperti itu. Kita memohon kepada Allah agar terhindar dari sifat ini.

Kita lanjutkan kehujjahan as-Sunnah.

“Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (Q.S: al-Maaidah: 92)

” Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan” (Q.S: an-Nuur: 52)

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian…” (Q.S: an-Nisaa: 59)

Ayat di atas sangat tegas sekali memerintahkan orang-orang yang beriman untuk MENGEMBALIKAN SEGALA PERSELISIHAN KEPADA ALLAH DAN RASUL-NYA sebagai BENTUK KETAATAN kepada Allah dan Rasul-Nya.

Orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, ia akan mengembalikan segala perselisihan kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah.

Berkata Imâm Ibnu Katsîr: “Apa saja yang ditetapkan di dalam al-Kitab dan as-Sunnah, serta disaksikan kebenarannya (oleh al-Kitab dan as-Sunnah), maka itulah kebenaran. Sementara, tidak ada yang lain setelah munculnya kebenaran, selain kesesatan.”

Seperti ayat: “Maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan.” (Yunus: 32)

Imam Ibnu Katsir melanjutkan berkenaan tafsir surat an-Nisaa: 59 ini: “Ayat ini menunjukkan bahwa barang siapa yang tidak mau berhukum kepada Al-Kitab dan As-Sunnah ketika terjadi perselisihan dan tidak mau merujuk kepada keduanya, maka dia bukan orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir.”

Karenanya Allah berfirman: “Dan barangsiapa yg menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, & mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yg telah dikuasainya itu & Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, & Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (Q.S: an-Nisaa: 115)

Ada beberapa faedah penting yang harus kami bahas sedikit dari ayat di atas:

1) Kebenaran itu atau hujjah harus tegak terlebih dahulu sebelum seseorang atau suatu kaum dapat dihukumi sebagai ‘sesat’. Sebab Allah mensyaratkan ‘sesudah jelas kebenaran’.

2) Orang-orang mukmin yang dimaksud pertama kali oleh ayat di atas adalah para sahabat. Sehingga ayat ini menunjukkan KEWAJIBAN MENGIKUTI MANHAJ/JALAN/CARA BERAGAMA SAHABAT (SALAFUSHSHALIH). Allah katakan, orang yang menyelisihi jalan para sahabat maka ia telah sesat.

3) Perhatikan kata LELUASA di ayat ini. Ada orang yang akan diulur dalam perbuatan dosa & kesesatan, di istidraj oleh Allah, yaitu: orang yang telah jelas kebenaran, tapi menentang Rasul dan menyelisihi jalannya sahabat. Merekalah orang yang akan DIBIARKAN LELUASA DALAM KESESATANNYA.

Karenanya Imam as-Tsaury mengatakan: “Bid’ah lebih disukai iblis daripada maksiat. Karena pelaku maksiat itu lebih mudah bertaubat, sedang pelaku bid’ah sulit bertaubat” (Ibnul Jauzi dalam “Talbis Iblis”).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “…semua bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka”  HR Muslim

Kenapa pelaku bid’ah sulit bertaubat? Karena:

“Dan barangsiapa yg menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, & mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yg telah dikuasainya itu & Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, & Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. (Q.S: an-Nisaa: 115)

Sudah jelas kebenaran dan jalan para sahabat, malah dia tentang dan dia selisihi. Inilah diantara sebab mengapa ahlul bid’ah banyak yang mati di atas kebid’ahannya, terus mati sambil memeluk kesesatannya. Ketahuilah, bid’ah itu adalah lawan sunnah. Bid’ah itu ada segala yang menyelisihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti misalnya Rasul melarang kita tasyabbuh/menyerupai Yahudi dan Nasrani, lalu sebagian orang malah membuat perayaan Maulid. Ini adalah bid’ah.

Surat an-Nisaa ayat 115 , sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam riwayat Imam Muslim di atas dan perkataan ulama dari kalangan tabi’in Sufyan as-Tsaury, semuanya berkesesuaian.

Kita lanjutkan pembahasan, 

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S: al-Anfaal: 46)

Allah juga kadang menyebut as-Sunnah dengan “al-Hikmah”,

“…mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah)…” (Q.S: al-Baqarah: 129)

Imam al-Baghawi rahimahullah mengatakan Kitab adalah al-Qur’an dan Hikmah adalah as-Sunnah.

“…Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka…” (Q.S: an-Nahl: 44)

Allah memerintahkan nabi shalallahu ‘alaihi wassalam untuk MENERANGKAN al-Qur’an kepada manusia. Jadi tidaklah kita dapat memahami al-Qur’an dengan sempurna tanpa as-Sunnah. Karena penjelasan dari al-Qur’an sebagiannya ada pada Nabi (as-Sunnah).

Jadi, apabila kita membaca tafsir, atau mencari kitab tafsir, pilihlah kitab tafsir yang menjelaskan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an lainnya dan menjelaskan ayat al-Qur’an dengan hadits-hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena beliaulah orang yang paling tahu al-Qur’an dan Allah siapkan untuk menjelaskan al-Qur’an kepada manusia sesuai an-Nahl: 44 di atas. Jangan kita gunakan tafsir yang berdasarkan akal semata, atau hanya menggunakan perkataan-perkataan manusia belaka. Karena tidak ada manusia yang ma’shum di muka bumi ini kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Demikianlah risalah kecil ini. Sesungguhnya kehujjahan as-Sunnah adalah sesuatu yang sangat terang dan jelas, demikian pula keharusan taat pada Allah & Rasul-Nya dimana kita tidak boleh / haram membeda-bedakan diantara keduanya.

Namun demikian, masih saja ada segelintir orang yang menolak as-Sunnah dengan sengaja (bukan karena ketidaktahuan). Sungguh, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam telah menyatakan bahwa orang seperti itu memang akan datang di tengah-tengah kita.

Semoga tulisan ini dapat menjadi nasehat bagi mereka, dan kami tutup dengan hadits-hadits berkenaan akan datangnya orang-orang yang mengingkari as-Sunnah.

Hadits-hadits berkenaan akan datangnya orang-orang yang mengingkari as-Sunnah

“Jangan sampai aku dapati seseorang diantara kalian yang duduk bersandar di sofanya lalu datang kepadanya urusan (perkara) dari urusanku dari apa-apa yang aku perintah dan aku larang, lalu ia berkata, ‘Kami tidak mengetahuinya. Apa yang kami dapati dalam Kitabullah, itulah yang kami ikuti (dan yang tidak terdapat dalam Kitabullah kami tidak ikuti).”

HR Ahmad VI/8, Abu Dawud #4605, at-Tirmidzi #2663, dll, Lafazh ini milik Abu Dawud, shahih.

“Ketahuilah sesungguhnya aku diberikan  Al-Kitab (al-Qur’an) dan yang seperti al-Qur’an bersamanya. Ketahuilah, nanti akan ada orang yang kenyang di atas sofanya sambil berkata, ‘Cukuplah bagimu untuk berpegang dengan al-Qur’an (saja), apa-apa yang kalian dapati hukum halal di dalamnya, maka halalkanlah dan apa-apa yang kailan dapati hukum haram di dalamnya, maka haramkanlah.’ (Ketahuilah) sesungguhnya apa-apa yang diharamkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam SAMA seperti yang diharamkan Allah, ketahuilah tidak halal bagi kalian keledai negeri (keledai piaraan) dan tiap-tiap yang bertaring dari binatang buas dan tidak halal pula barang pungutan (kafir) mu’ahad kecuali bila pemiliknya tidak memerlukannya dan barangsiapa yang singgah di suatu kaum, maka wajib atas mereka menghormatinya. Bila mereka tidak menghormatinya, maka wajib baginya menggantikan yang serupa dengan penghormatan itu.”

HR Abu Dawud #4604, Ibnu Majah #12, Ahmad IV/131, dll. shahih.

Demikianlah akan datang jenis manusia yang menolak as-Sunnah. Padahal tidak ada beda antara hukum Allah dan hukum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak boleh membeda-bedakan, memilih-milih, dsb, diantara keduanya, apalagi MENOLAK as-Sunnah.

“Setiap umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan. Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah! Siapa yang enggan itu?” Jawab beliau, ‘Siapa yang mentaatiku pasti masuk surga, dan siapa yang mendurhakaiku, maka sungguh ia telah enggan’“. HR Bukhari #7280


Kunci Ketenangan: Berserahlah Diri!

Rumusnya, semakin dalam Anda menikmati dunia, makin jauh dari Allah

DEGUB jantung berdebar cepat, ada galau yang menyeruduk galak. Perasaan sedih menyeruak masuk tiba-tiba. Mau marah, karena hati sudah lebam rasanya. Perasaan campur aduk tak karuan, seperti ada sesuatu yang mengoncang jiwa, mengocok kedamaain, dan merampas kenyamanan hati. Ingin rasanya menumpahkan semua gemuruh amarah, gaduh, gelisah, gerah, dan semua rasa yang telah membuat diri tak tenang. Jiwa ini terus berontak kuat, melawan kondisi ketidakbahagian yang terjadi.Gambaran kegelisahan ini, bisa menghinggapi jiwa setiap orang. Karena setiap orang pasti mengalami penderitaan, kesengsaraan, dan ketidakbahagiaan.

Menderita adalah hal yang paling dihindari oleh manusia. Dan kebahagiaan merupakan dambaan setiap insan. Penderitaan sebagai raut kesedihan mewakili banyaknya masalah hidup yang terjadi. Sedangkan kebahagiaan adalah wajah kedamaian dan ketenangan dalam jiwa seseorang. Jadilah kehidupan ini sebagai pergulatan menghidari penderitaan, dan mencari kebahagiaan.

Kebahagiaan juga merupakan kualitas keadaan pikiran atau perasaan yang diisi dengan kesenangan, cinta, kepuasan, kenikmatan, atau kegembiraan. Sedangkan penderitaan adalah kumpulan kwalitas negatif perasaan dan pikiran yang mengganggu kedamain jiwa. Para filsuf dan pemikir agama telah sering mendefinisikan kebahagiaan dalam kaitan dengan kehidupan yang baik dan tidak hanya sekadar sebagai suatu emosi.

Saya, Anda dan mereka pasti ingin merengkuh kebahagiaan. Bukankah itu salah satu alasan mengapa kita masih terus hidup hingga saat ini. namun kenyataannya kebahagiaan itu datang dan pergi begitu cepat. sifatnya hanya sementara waktu. pagi Anda bahagia, tapi siang hari dikantor bertemu dengan pekerjaan ruwet, hati pun jadi mumet.

Tapi apakah benar bahagia tidak bisa menjadi hal yang permanen dalam hidup ini?, tentu itu sangat tergantung dengan cara kita menghadapi hidup ini. hidup ini pilihan, jika anda memilih jalan kebenaran, bahagialah yang dicapai, namun jalan salah yang Anda pilih maka sengsaralah yang didapat.

Dalam hidup ini Ada dua tipe manusia ketika mencari kebahagiaan.

Pertama, Mereka yang mencari kebahagiaan dengan Kesenangan.

Kedua, mereka yang mencari Kebahagiaan dengan Ketenangan.

Pertama, jalan Kesenangan adalah kegembiraan sesaat. Bahagia yang didapat pada tipe ini seperti bahagianya seorang anak kecil. Sebentar menangis sebentar ketawa. Endapan kebahagiannya hanya pada permukaan emosional. Aktivitas yang dipilih biasanya ada lah hiburan. Segala cara ditempuh untuk mendapat gurauan yang bisa membuat hati tertawa. Ketika hati mereka tertawa, maka mereka merasa senang dan bahagia. Namun selang beberapa waktu, kegundahan mereka pun muncul kembali.

Tipe ini mewakili mereka-mereka yang menjadikan dunia sebagai tujuan akhirnya. Allah berfirman,” …kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”.(al-Imran(3):185).

Tujuan kehidupan orang-orang seperti ini hanya mencari kesenangan dunia. Harta, pangkat, kekuasaan, wanita dan semua kendaraan dunia mereka miliki, kemudian mengeksplorasinya menjadi permainan yang menyenangkan. Mereka menganggap hal-hal seperti itu bisa membahagiakan mereka. Allah berfirman, “ Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka . Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (al-An’am(6):32).

Mereka lalai akan perintah Allah, diakibatkan oleh kesenangan dunia. Allah berfirman,” Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas (al-Baqarah(2):112).

Semakin dalam mereka menikmati dunia, maka akan semakin jauh dari Allah. mereka pun abai atas segala perintahnya. Asyik menikmati dunia membuat mereka tak sempat lagi berfikir tentang nikmat Allah yang telah mereka habiskan. Hal ini pun akan semakin membuat nilai kebahagian itu jauh dari hati mereka. Kehidupan mereka akan terasa sempit dan menjenuhkan. Khawatir, gundah, dan gulanah setiap detik menghampiri perasaaan. Mereka akan sangat menjaga eksistensi keduniaannya dengan berbagai macam cara. Semua jalan ditempuh, tak mengenal halal haram. Allah berfirman: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.(Thoha(20):124). Iblis pun ikut dalam pergulatan hidup mereka dengan mengiming-imingi hal-hal yang manis. Allah berfirman, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari kalangan) manusia dan (dari kalangan) jin, yang mereka satu sama lain saling membisikkan perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” (QS al-An’aam:112). Kesenangan yang mereka lakukan pun dihias hingga terlihat seperti perbuatan yang baik, meskipun itu sebenarnya adalah hal yang jelek.

Allah berfirman, “Apakah orang yang dihiasi perbuatannya yang buruk (oleh setan) lalu ia menganggap perbuatannya itu baik, (sama dengan dengan orang yang tidak diperdaya setan?), maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (QS Faathir:8).

Kesenangan dunia ini adalah kehidupan bagi mereka yang ingkar. Dunia adalah surga bagi orang kafir dan nereka bagi mereka yang beriman. Allah berfirman, “ Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.(al-Baqarah(2):112).

Dunia ini hanyalah tempat bersenang-senang dan melalaikan hati. Tempat bermegah-megah dan memperbanyak harta, itulah kesenangan yang melalaikan. Allah berfirman: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Al hadid(57):20).

Sudah menjadi tabiat dasar manusia apabila diberikan kesenangan maka dia akan berpaling dan lalai kepada Allah. ”Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.(al-Isra(17);83). Jika datang masalah pada mereka maka akan gampang putus asa, itulah mengapa kebahagiannya mereka cepat pergi dan menghilang.

Kehidupan dunia yang tak secuilpun memberi kebahagian sanubari hati yang paling dalam.Kesenangan dunia akan memberi kebahagian yang sementara, bersifat temporer. Atau dalam bahasa lain disebut kebahagiaan relatif. Kebahagiaan yang tidak bisa disamaratakan kualitasnya dengan orang lain. Disini kebahagian tidak bersifat mutlak adanya. Dia bisa datang dan pergi tanpa kendali manusia. Karena dunia ini sifatnya sementara dan semua bisa direlatifkan disini. maka hukum kebahagiaan yang dilahirkan kesenangan dunia pun relatif adanya.

Inilah kesenangan kehidupan dunia, dan bukan pilihan bagi orang-orang bertakwa. “Dan perhiasan-perhiasan . Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.(Azzukhruf(43):35). Jelas pilihan bagi seorang mukmin adalah kebahgiaan mutlak dinegeri akhirat.

Kedua, jalan ketenangan adalah merupakan energi hati yang stabil, tidak gampang goyah, goncang, dan goyang ketika badai cobaan datang. inilah jalan kebahagiaan hakiki, diperoleh dari aktivitas hati yang benar. “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang” (QS ar-Ra’du:28).

Kebahagiaan yang diraih dengan pada jalan ini adalah kebahagian hakiki yang bersifat mutlak. Karena tidak akan ada lagi galau yang bisa menghalang. Tidak ada lagi derita yang menerpa . jika datang gundah, kekahawatiran, maka akan hilang dengan mengingat Allah. dan semua kesengsaraan didunia ini tidak akan mengganti kebahagiaan hakiki dalam hati mereka.

Hal ini pernah dibuktikan oleh Bilal bin Rabah tetap bahagia dengan mempertahankan keimanannya meskipun disiksa pedih. Imam Abu Hanifah tetap bahagia meskipun dijebloskan ke penjara dan dicambuk setiap hari, karena menolak diangkat jadi hakim Negara. Para sahabat nabi rela meninggalkan kampung halamannya, demi keyakinan yang dianutnya., Ibnu Taimiyah berkata: “Apa yang diperbuat musuh-musuhku adalah surgaku. Penjara adalah tempatku menyepi. Penyiksaan adalah syahadahku. Pengusiran adalah tamasyaku”.

Dalam kondisi bagaimana pun posisi hati tetap tenang menghadapi masalah yang datang. masalah besar kecil, bahakan pertaruhan nyawa pun tetap tenang. Itulah kebahagian yang mutlak. Kebahagian yang lahir dari hati orang-orang beriman. Hati yang selalu berzikir kepada Allah. hati yang selalu rindu kehidupan akhirat.

Kita pun diminta tuk mencari kebahagiaan akhirat dan dunia. Allah berfirman “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Qs. Al Qoshos : 77). Dalam ayat ini ditegaskan bahwa kebahagiaan akhirat adalah yang utama. Mencari kebahgiaan dunia hanya seruan sederhana bukan sebuah kewajiban “janganlah kamu melupakan kebahagiaan dunia” artinya ketika kita melupakan kehidupan dunia tak masalah. Karena ketika kehidupan atekhirat yang kita pilih, Insaya Allah dunia pun akan mengikutinya.

Ibnu Taimiyah berkata, “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini”, maka ada yang bertanya: “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia ini?”, Ulama ini menjawab: “Cinta kepada Allah, merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya”

Sumber kebahagian yang diambil dari jalan ketenangan berasal dari keimanan pada Allah. Orang yang beriman senantiasa selalu bersikap bahagia, apa pun yang terjadi. orang yang beriman selalu bahagia dan tenang terhadap semua peristiwa yang dialami, karena apa pun yang terjadi baik atau buruk pada hakekatnya baik untuk mereka. Rasulullah saw. Bersabda: “Jalan yang ditempuh oleh seorang yang beriman adalah aneh karena ada kebaikan dibalik setiap tindakannya dan ini tidak terjadi pada siapapun kecuali pada seseorang yang beriman karena jika mereka merasa mendapatkan kesenangan dia bersyukur kepada Allah SWT, maka terdapat kebaikan dalam sikapnya itu, dan jika dia mendapatkan permasalahan dia menyerahkannya pada Allah SWT (dan bersabar), maka ada kebaikan dalam sikapnya itu“.(HR.Muslim)

Salah satu kunci kebahgian orang-orang beriman adalah totaliatas Penyerahan diri kepada Allah swt. itu Membawa mereka lebih dekat dan pasrah kepada-Nya dalam situasi apapun dan itu membuat mereka selalu merasa tenang dan bahagia.

“Sungguh berbahagialah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya (al-Mukmin (23):24).

Inilah jalan kebahagian hakiki yang semestinya kita jalani. Dan Jadilah kita pribadi yang memiliki ketenangan hati, Insya Allah akan dipanggil oleh Allah; ”Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku”.(alfajr(89):27-30).

Jalan ketenangan iman memberi kebahagiaan tanpa batas. Tak bisa dirusak oleh kesedihan duniawi, kekal bahagianya tak lekang oleh waktu dan Membuat hati terbuka dan luas dalam menerima masalah. Semoga kita menjadi orang yang bahagia karena ketenangan iman, bukan karena kesenangan duniawi.

Amin.