Ketaatan kepada Rasulullah (as-Sunnah adalah Hujjah, Sumber Pensyari’atan di Dalam Islam)
(as-Sunnah adalah Hujjah, Sumber Pensyari’atan di Dalam Islam Setelah al-Qur’an)
Setelah
kita mengetahui makna dan pengertian as-Sunnah di dalam Islam, adalah
sangat penting selanjutnya memahami bahwa as-Sunnah adalah hujjah,
sumber pensyariatan di dalam Islam SETELAH AL-QUR’AN.
As-Sunnah
sebagai sumber pensyariatan di dalam Islam sangat banyak disebut oleh
Allah dalam firman-firman-Nya. Diantaranya: an-Nisaa': 80
“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah MENAATI ALLAH.”
(Q.S: an-Nisaa’: 80)
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku…” (Q.S: Ali Imran: 31)
Kedua
ayat di atas menunjukkan dengan tegas dan jelas bahwa ketaatan kepada
Allah tidak bisa dipisahkan dari ketaatan kepada Rasul-Nya.
Sebagaimana
firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada)
Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang
sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)“, serta
bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang
demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir
sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir
itu siksaan yang menghinakan. (Q.S: an-Nisaa: 150-151)
Berdasar
ayat di atas, Allah melarang kita membeda-bedakan antara keimanan
kepada Allah dan keimanan kepada Rasul-Nya (misal hanya beriman kepada
Allah saja), dan membeda-bedakan diantara para rasul. Jika melakukan
ini, maka kafirlan orang itu berdasarkan ayat ini.
Ketaatan
kepada Rasulullah (as-Sunnah adalah Hujjah, Sumber Pensyari’atan di
Dalam Islam) Ketaatan kepada Rasulullah Tidak Bisa Dipisahkan dari
Ketaatan kepada Allah (as-Sunnah adalah Hujjah, Sumber Pensyari’atan di
Dalam Islam Setelah al-Qur’an)
Setelah kita
mengetahui makna dan pengertian as-Sunnah di dalam Islam, adalah sangat
penting selanjutnya memahami bahwa as-Sunnah adalah hujjah, sumber
pensyariatan di dalam Islam SETELAH AL-QUR’AN.
As-Sunnah sebagai sumber pensyariatan di dalam Islam sangat banyak disebut oleh Allah dalam firman-firman-Nya. Diantaranya:
“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah MENAATI ALLAH.” (Q.S: an-Nisaa’: 80)
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku…” (Q.S: Ali Imran: 31)
Kedua
ayat di atas menunjukkan dengan tegas dan jelas bahwa ketaatan kepada
Allah tidak bisa dipisahkan dari ketaatan kepada Rasul-Nya.
Sebagaimana
firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada)
Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang
sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)“, serta
bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang
demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir
sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir
itu siksaan yang menghinakan. (Q.S: an-Nisaa: 150-151)
Berdasar
ayat di atas, Allah melarang kita membeda-bedakan antara keimanan
kepada Allah dan keimanan kepada Rasul-Nya (misal hanya beriman kepada
Allah saja), dan membeda-bedakan diantara para rasul. Jika melakukan
ini, maka kafirlan orang itu berdasarkan ayat ini.
Maka berhati-hatilah kita terhadap as-Sunnah, karena ia datang dari Rasul Allah.
“Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Q.S: al-Ahzab: 36)
Surat
al-Ahzab ayat 36 di atas sesungguhnya merupakan ayat yang sangat tegas
MEMERINTAHKAN UNTUK TAAT KEPADA ALLAH (al-Qur’an) dan RASUL (as-Sunnah).
Siapa yang tidak taat kepada keduanya, maka ia telah durhaka dan
barangsiapa yang durhaka, maka ia telah SESAT dengan sesat yang NYATA.
Maka,
perkara ketaatan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bukanlah
perkara yang kecil. Jangan menyepelekan apa-apa yang datang dari
as-Sunnah.
Tapi ironisnya, justru ada sebagian kecil
dari umat Islam yang mengesampingkan hadits dan hanya berpegang kepada
al-Qur’an saja. Ini adalah musibah. Karena al-Qur’an sendiri
memerintahkan kita untuk patuh kepada Rasulullah (as-sunnah). Justru
dengan tidak patuh kepada as-Sunnah, berarti sama saja tidak patuh
kepada sebagian dari isi al-Qur’an. Dan tidak patuh kepada sebagian isi
al-Qur’an dapat menyebabkan pelakunya kafir (lihat an-Nisaa’ 150-151 di
atas).
Surat al-Ahzab ayat 36 di atas sesuai pula dengan hadits nabi shalallahu ‘alaihi wassalam
“”Aku
tinggalkan 2 perkara yang kalian TIDAK AKAN TERSESAT SELAMANYA jika
kalian berpegang teguh kepada keduanya: Kitabullah wa Sunnati. Keduanya
tidak akan berpisah hingga bertemu di telagaku.” HR Hakim I/93 dan
al-Baihaqi X/114, shahih
Kita lanjutkan dalil-dalil dari al-Qur’an.
“Sesungguhnya
jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan
rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah
ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang
yang beruntung. (Q.S: an-Nuur: 51)
Sekarang
tahulah kita siapa yang disebut sebagai “ORANG MUKMIN”, yaitu mereka
yang jika diajak kepada dan berhukum dengan Kitabullah dan Sunnah
Rasulillah mereka akan berkata: “sami’na wa atho’na” (kami mendengar dan
kami patuh).
Bandingkan jawaban ini dengan jawaban orang-orang MUNAFIK:
Ketika diajak taat kepada Allah dan RasulNya, orang munafik akan menjawab dengan jawaban: “sami’na wa hum laa yasma’uun”:
“Hai
orang2 beriman, taatlah kepada Allah & RasulNya dan janganlah kamu
berpaling dari-Nya, sedang kamu mendengar. Dan janganlah kamu seperti
orang-orang MUNAFIQ yang berkata: “KAMI MENDENGARKAN”, PADAHAL MEREKA
TIDAK MENDENGARKAN.” (al-Anfaal: 20-21)
Itulah ciri
orang munafiq. Mereka akan menjawab “kami mendengar”, padahal mereka
tidak mendengar. Masuk telinga kanan, langsung keluar di telinga kiri,
kira-kira seperti itu. Kita memohon kepada Allah agar terhindar dari
sifat ini.
Kita lanjutkan kehujjahan as-Sunnah.
“Dan
taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan
berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya
kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan
terang.” (Q.S: al-Maaidah: 92)
” Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut
kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang- orang
yang mendapat kemenangan” (Q.S: an-Nuur: 52)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian…” (Q.S: an-Nisaa: 59)
Ayat di atas
sangat tegas sekali memerintahkan orang-orang yang beriman untuk
MENGEMBALIKAN SEGALA PERSELISIHAN KEPADA ALLAH DAN RASUL-NYA sebagai
BENTUK KETAATAN kepada Allah dan Rasul-Nya.
Orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, ia akan mengembalikan segala perselisihan kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah.
Berkata
Imâm Ibnu Katsîr: “Apa saja yang ditetapkan di dalam al-Kitab dan
as-Sunnah, serta disaksikan kebenarannya (oleh al-Kitab dan as-Sunnah),
maka itulah kebenaran. Sementara, tidak ada yang lain setelah munculnya
kebenaran, selain kesesatan.”
Seperti ayat: “Maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan.” (Yunus: 32)
Imam
Ibnu Katsir melanjutkan berkenaan tafsir surat an-Nisaa: 59 ini: “Ayat
ini menunjukkan bahwa barang siapa yang tidak mau berhukum kepada
Al-Kitab dan As-Sunnah ketika terjadi perselisihan dan tidak mau merujuk
kepada keduanya, maka dia bukan orang yang beriman kepada Allah dan
Hari Akhir.”
Karenanya Allah berfirman: “Dan
barangsiapa yg menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, &
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yg telah dikuasainya itu & Kami masukkan
ia ke dalam Jahannam, & Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
(Q.S: an-Nisaa: 115)
Ada beberapa faedah penting yang harus kami bahas sedikit dari ayat di atas:
1)
Kebenaran itu atau hujjah harus tegak terlebih dahulu sebelum seseorang
atau suatu kaum dapat dihukumi sebagai ‘sesat’. Sebab Allah
mensyaratkan ‘sesudah jelas kebenaran’.
2) Orang-orang mukmin yang dimaksud pertama kali oleh ayat di atas
adalah para sahabat. Sehingga ayat ini menunjukkan KEWAJIBAN MENGIKUTI
MANHAJ/JALAN/CARA BERAGAMA SAHABAT (SALAFUSHSHALIH). Allah katakan,
orang yang menyelisihi jalan para sahabat maka ia telah sesat.
3) Perhatikan kata LELUASA di ayat ini. Ada orang yang akan diulur
dalam perbuatan dosa & kesesatan, di istidraj oleh Allah, yaitu:
orang yang telah jelas kebenaran, tapi menentang Rasul dan menyelisihi
jalannya sahabat. Merekalah orang yang akan DIBIARKAN LELUASA DALAM
KESESATANNYA.
Karenanya Imam as-Tsaury mengatakan:
“Bid’ah lebih disukai iblis daripada maksiat. Karena pelaku maksiat itu
lebih mudah bertaubat, sedang pelaku bid’ah sulit bertaubat” (Ibnul
Jauzi dalam “Talbis Iblis”).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “…semua bid’ah itu sesat, dan setiap
kesesatan tempatnya di neraka” HR Muslim
Kenapa pelaku bid’ah sulit bertaubat? Karena:
“Dan
barangsiapa yg menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, &
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yg telah dikuasainya itu & Kami masukkan
ia ke dalam Jahannam, & Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”.
(Q.S: an-Nisaa: 115)
Sudah jelas kebenaran dan
jalan para sahabat, malah dia tentang dan dia selisihi. Inilah diantara
sebab mengapa ahlul bid’ah banyak yang mati di atas kebid’ahannya, terus
mati sambil memeluk kesesatannya. Ketahuilah, bid’ah itu adalah lawan
sunnah. Bid’ah itu ada segala yang menyelisihi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Seperti misalnya Rasul melarang kita
tasyabbuh/menyerupai Yahudi dan Nasrani, lalu sebagian orang malah
membuat perayaan Maulid. Ini adalah bid’ah.
Surat
an-Nisaa ayat 115 , sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
riwayat Imam Muslim di atas dan perkataan ulama dari kalangan tabi’in
Sufyan as-Tsaury, semuanya berkesesuaian.
Kita lanjutkan pembahasan,
“Dan
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar.” (Q.S: al-Anfaal: 46)
Allah juga kadang menyebut as-Sunnah dengan “al-Hikmah”,
“…mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah)…” (Q.S: al-Baqarah: 129)
Imam al-Baghawi rahimahullah mengatakan Kitab adalah al-Qur’an dan Hikmah adalah as-Sunnah.
“…Dan
Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka…” (Q.S: an-Nahl: 44)
Allah
memerintahkan nabi shalallahu ‘alaihi wassalam untuk MENERANGKAN
al-Qur’an kepada manusia. Jadi tidaklah kita dapat memahami al-Qur’an
dengan sempurna tanpa as-Sunnah. Karena penjelasan dari al-Qur’an
sebagiannya ada pada Nabi (as-Sunnah).
Jadi, apabila
kita membaca tafsir, atau mencari kitab tafsir, pilihlah kitab tafsir
yang menjelaskan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an lainnya dan
menjelaskan ayat al-Qur’an dengan hadits-hadits nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Karena beliaulah orang yang paling tahu al-Qur’an dan Allah
siapkan untuk menjelaskan al-Qur’an kepada manusia sesuai an-Nahl: 44 di
atas. Jangan kita gunakan tafsir yang berdasarkan akal semata, atau
hanya menggunakan perkataan-perkataan manusia belaka. Karena tidak ada
manusia yang ma’shum di muka bumi ini kecuali Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Demikianlah risalah kecil ini.
Sesungguhnya kehujjahan as-Sunnah adalah sesuatu yang sangat terang dan
jelas, demikian pula keharusan taat pada Allah & Rasul-Nya dimana
kita tidak boleh / haram membeda-bedakan diantara keduanya.
Namun
demikian, masih saja ada segelintir orang yang menolak as-Sunnah dengan
sengaja (bukan karena ketidaktahuan). Sungguh, Rasulullah shalallahu
‘alaihi wassalam telah menyatakan bahwa orang seperti itu memang akan
datang di tengah-tengah kita.
Semoga tulisan ini dapat
menjadi nasehat bagi mereka, dan kami tutup dengan hadits-hadits
berkenaan akan datangnya orang-orang yang mengingkari as-Sunnah.
Hadits-hadits berkenaan akan datangnya orang-orang yang mengingkari as-Sunnah
“Jangan sampai aku dapati seseorang diantara kalian yang duduk
bersandar di sofanya lalu datang kepadanya urusan (perkara) dari
urusanku dari apa-apa yang aku perintah dan aku larang, lalu ia berkata,
‘Kami tidak mengetahuinya. Apa yang kami dapati dalam Kitabullah,
itulah yang kami ikuti (dan yang tidak terdapat dalam Kitabullah kami
tidak ikuti).”
HR Ahmad VI/8, Abu Dawud #4605, at-Tirmidzi #2663, dll, Lafazh ini milik Abu Dawud, shahih.
“Ketahuilah sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab (al-Qur’an) dan yang
seperti al-Qur’an bersamanya. Ketahuilah, nanti akan ada orang yang
kenyang di atas sofanya sambil berkata, ‘Cukuplah bagimu untuk berpegang
dengan al-Qur’an (saja), apa-apa yang kalian dapati hukum halal di
dalamnya, maka halalkanlah dan apa-apa yang kailan dapati hukum haram di
dalamnya, maka haramkanlah.’ (Ketahuilah) sesungguhnya apa-apa yang
diharamkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam SAMA seperti yang
diharamkan Allah, ketahuilah tidak halal bagi kalian keledai negeri
(keledai piaraan) dan tiap-tiap yang bertaring dari binatang buas dan
tidak halal pula barang pungutan (kafir) mu’ahad kecuali bila pemiliknya
tidak memerlukannya dan barangsiapa yang singgah di suatu kaum, maka
wajib atas mereka menghormatinya. Bila mereka tidak menghormatinya, maka
wajib baginya menggantikan yang serupa dengan penghormatan itu.”
HR Abu Dawud #4604, Ibnu Majah #12, Ahmad IV/131, dll. shahih.
Demikianlah
akan datang jenis manusia yang menolak as-Sunnah. Padahal tidak ada
beda antara hukum Allah dan hukum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Tidak boleh membeda-bedakan, memilih-milih, dsb, diantara
keduanya, apalagi MENOLAK as-Sunnah.
“Setiap umatku
akan masuk surga, kecuali yang enggan. Mereka (para sahabat) bertanya,
“Wahai Rasulullah! Siapa yang enggan itu?” Jawab beliau, ‘Siapa yang
mentaatiku pasti masuk surga, dan siapa yang mendurhakaiku, maka sungguh
ia telah enggan’“. HR Bukhari #7280
No comments:
Post a Comment