31 May 2017

Jangan Menduakan Allah.


Seorang istri akan marah besar ketika memergoki suaminya mendua, melihat suaminya juga mencintai wanita lain selain dirinya, padahal seorang istri hanya memberikan sedikit kenikmatan kepada si suami, bagimana dengan perbuatan seseorang yang menduakan Allah Azza wa Jalla?, yang telah memberi berjuta-juta kenikmatan pada seseorang namun sekaligus Dia diduakan oleh orang itu. Niscaya Allah Azza wa Jalla akan marah besar ketika melihat seseorang berbuat menduakan diriNya, karena Dia telah memberi banyak rizki kepadanya mulai, kesehatan, penglihatan, pendengaran, mulut, kaki, tangan, oksigen, air, udara, dst., namun Dia disekutukan dengan sesuatu yang lain yang sama sekali tidak setara. Perbuatan menduakan Allah Azza wa Jalla adalah perbuatan syirik, dan ini merupakan dosa besar. Apalagi jika kesyirikan itu dibawanya sampai kematian, niscaya dosa itu tidak terampuni. Padahal syirik begitu berbahaya sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat berikut ini.

وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
 

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al An’am: 88).

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
 

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az Zumar: 65).

Dalam hadits dari Jabir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ
 

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak berbuat syirik pada Allah dengan sesuatu apa pun, maka ia akan masuk surga. Barangsiapa yang mati dalam keadaan berbuat syirik pada Allah, maka ia akan masuk neraka” (HR. Muslim no. 93).

Maha Suci Allah SWT. Yang Telah Menciptakan Bintang Yang Paling Besar Di Alam Semesta..




Allah S.W.T berfirman (yang bermaksud):

"Sesungguhnya kejadian langit dan bumi dan perselisihan malam dan siang itu ada beberapa bukti bagi orang yang mempunyai fikiran. Mereka mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau berbaring dan memikirkan kejadian langit dan bumi seraya berkata: Hai Tuhan kami! Tidaklah Engkau jadikan semua ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau! Kerana itu peliharalah kami daripada seksa api neraka." Surah ali-Imran ayat 190-191)


BINTANG YANG PALING BESAR DI ALAM SEMESTA

Sejauh pengetahuan manusia hingga saat ini, bintang terbesar di alam semesta adalah  UY Scuti  (lebih besar dari VY Canis Majoris dan NML Cygni).

UY Scuti adalah bintang yang paling besar yang dikenal ketika ini dan merupakan 1708 kali ganda lebih besar jika dibandingkan dengan saiz matahari.

NML Cygni atau V1489 Cygni adalah bintang hypergiant merah dan bintang kedua terbesar selepas UY Scuti , dan merupakan 1.650 kali lebih besar dari saiz matahari.

VY Canis Majoris pula merupakan bintang yang besar dan merupakan 1420 kali ganda lebi besar jika dibandigkan dengan saiz matahari.

Firman Allah (yang bermaksud): "Dan kepunyaan Allah segala yang di langit dan di bumi, dan kepada-Nya (kepada Allah) akan dikembalikan segala urusan.(3-109)


RENUNGKANLAH

Pernah diriwayatkan, Nabi SAW menangis dan apabila ditanya mengapa, lalu dijawab Rasulullah SAW bahawa pada malam itu diturunkan ayat daripada surah Ali-Imran bermaksud: "Celakalah bagi orang yang membaca ayat kejadian langit dan bumi dengan tidak memikirkannya."

Firman Allah bermaksud: "Maka tidakkah mereka mahu melihat kepada unta bagaimana dijadikan? Dan melihat kepada langit bagaimana ditinggikan? Dan melihat kepada gunung bagaimana ditegakkan? Dan melihat kepada bumi bagaimana dihamparkan? Maka ingatkanlah, kerana engkau itu hanya seorang pengingat." (Surah al-Ghasyiah, ayat 17-21)

Kekuasaan Allah terukir dan terlukis pada alam. Rahmat dan kasih sayang-Nya ada pada setiap detik kehidupan. Demikian sebahagian bukti kekuasaan Allah. Betapa indah dan sempurnanya setiap ciptaan itu. Al-Quran banyak menyuntik dan mendorong manusia berfikir kerana dengan itu akal tidak dibekukan oleh rutin dan kesibukan, malah memantapkan iman serta menjana kesempurnaan.

Bagaimanapun, berfikir biar pada batas dibenarkan atau yang sanggup dijangkau akal bukan seperti diingatkan Rasulullah SAW dalam sabda bermaksud: "Berfikirlah pada tanda kekuasaan Allah, dan jangan kamu berfikir mengenai zat Allah kerana kamu tidak akan dapat mengukur batasnya."

Dalam al-Quran, Allah berfirman yang bermaksud: "Dan di antara keterangan itu, diciptakannya kamu daripada tanah kemudian itu lihatlah, kamu menjadi manusia yang bertebaran." (Surah al-Rum, ayat 20)

Demikian bijaksana Allah yang Maha Mencipta mengatur semua itu untuk manusia. Namun, berapa ramai manusia berfikir mengenai penciptaan itu. Bulan dan matahari boleh berpadu walau tidak bersatu. Begitu juga siang dan malam saling bertukar tidak pernah bercakaran.

Bintang berkelipan indah tidak pernah membantah, malah semua itu tidak pernah bertelagah apa lagi menderhaka meminta kedudukan dan kuasa. Tetapi manusia yang bertebaran berterabur dengan perbalahan dan permusuhan.

Maha Suci Allah.. 6 Perkara Yang Wajib Kita Tahu


6 perkara Allah sembunyikan

''Menangis Seri bila baca , meremang bulu roma :') Ya Allah SWT kau ampunilah dosa dosa walau sekecil dan sebesar mana pun ia'' Korang Baca jangan tak baca .

6 perkara Allah sembunyikan

Allah SWT selesai menciptakan Jibrail as dengan bentuk yang cantik, dan
Allah menciptakan pula baginya 600 sayap yang panjang , sayap itu antara timur dan barat (ada pendapat lain menyatakan124, 000 sayap). Setelah itu Jibrail as memandang dirinya sendiri dan berkata:

'Wahai Tuhanku, adakah engkau menciptakan makhluk yang lebih baik daripada aku?.'

Lalu Allah swt berfirman yang bermaksud.. 'Tidak'

Kemudian Jibrail as berdiri serta solat dua rakaat kerana syukur kepada Allah swt. dan tiap-tiap rakaat itu lamanya 20,000 tahun.

Setelah selesai Jibrail as solat, maka Allah SWT berfirman yang bermaksud. 'Wahai Jibrail, kamu telahmenyembah aku dengan ibadah yangbersungguh- sungguh, dan tidak ada seorang pun yang menyembah kepadaku seperti ibadat kamu, akan tetapi di akhir zaman nanti akan datang seorang nabi yang mulia yang paling aku cintai, namanya Muhammad.' Dia mempunyai umat yang lemah dan sentiasa berdosa, sekiranya mereka itu mengerjakan solat dua rakaat yang hanya sebentar sahaja, dan mereka dalam keadaan lupa serta serba kurang, fikiran mereka melayang bermacam-macam dan dosa mereka pun besar juga. Maka demi kemuliaannKu dan ketinggianKu, sesungguhnya solat mereka itu aku lebih sukai dari solatmu itu. Kerana mereka mengerjakan solat atasperintahKu, sedangkan kamu mengerjakan solat bukan atas perintahKu.'

Kemudian Jibrail as berkata: 'Ya Tuhanku, apakah yang Engkau hadiahkan kepada mereka sebagai imbalan ibadat mereka?'

Lalu Allah berfirman yang bermaksud. 'Ya Jibrail, akan Aku berikan syurga Ma'waa sebagai tempat tinggal...'

Kemudian Jibrail as meminta izin kepada Allah untuk melihat syurga Ma'waa.Setelah Jibrail as mendapat izin dari Allah SWT maka pergilah Jibrail as dengan mengembangkan sayapnya dan terbang, setiap dia mengembangkan dua sayapnya dia boleh menempuh jarak perjalanan 3000 tahun, terbanglah malaikat jibrail as selama 300 tahun sehingga ia merasa letih dan lemah dan akhirnya dia turun singgah berteduh di bawah bayangan sebuah pohon dan dia sujud kepada Allah SWT lalu ia berkata dalam sujud:

'Ya Tuhanku apakah sudah aku menempuh jarak perjalanan setengahnya, atau sepertiganya, atau seperempatnya? '

Kemudian Allah swt berfirman yang bermaksud. 'Wahai Jibrail, kalau kamu dapat terbang selama 3000 tahun dan meskipun aku memberikan kekuatan kepadamu seperti kekuatan yang engkau miliki, lalu kamu terbang seperti yangtelah kamu lakukan, nescaya kamu tidak akan sampai kepada sepersepuluh dari beberapa perpuluhan yang telah kuberikan kepada umat Muhammad terhadap imbalan solat dua rakaat yang mereka kerjakan.... .'

Marilah sama2 kita fikirkan dan berusaha lakukan... Sesungguhnya Allah S.W.T telah menyembunyikan enam perkara iaitu :

1- Allah S.W.T telah menyembunyikan redha-Nya dalam taat.

2- Allah S.W.T telah menyembunyikan murka-Nya di dalam maksiat.

3- Allah S.W.T telah menyembunyikan nama-Nya yang Maha Agung di dalam Al-Quran.

4- Allah S.W.T telah menyembunyikan Lailatul Qadar di dalam bulan Ramadhan.

5- Allah S.W.T telah menyembunyikan solat yang paling utama di dalam solat (yang lima waktu).

6- Allah S.W.T telah menyembunyikan (tarikh terjadinya) hari kiamat di dalam semua hari.

30 May 2017

Larangan Untuk BerGhibah, Menggunjing Dan Berburuk Sangka Sesama Muslim

Pada suatu ketika menghadaplah seorang wanita yang sangat pendek badannya, menghadap kepada Nabi dalam suatu kepentingan, ketika wanita itu sudah keluar, maka Aisyah r.a berkata: “Betapa pendek wanita itu”. Mendengar perkataan Aisyah r.a, maka Rasul bersabda: “Wahai Aisyah, kamu telah menggunjingnya tentang kelemahan fisik wanita itu sehingga termasuk menyebarkan fitnah.

Dikisahkan dari Amr bin Dinar, bahwa sesungguhnya di kota Madinah ada seorang lelaki yang memiliki saudara perempuan yang tinggal di pinggiran kota Madinah. Pada suatu hari saudaranya itu menderita sakit, ia datang untuk menjenguknya dan menemukan ia sudah meninggal dunia, iapun mengusungnya sampai ke pemakaman sampai mayit dikebumikan telah selesai, kemudian iapun segera pulang kembali kepada keluarganya ke rumahnya, namun setelah sampai di rumahnya ia teringat bahwa kantong punya sahabatnya telah jatuh ke liang kubur dan tertanam bersama mayat saudaranya itu.

Karena mengingat isi kantong itu sangat penting, maka ia bermaksud akan membongkar kuburan saudaranya itu. Setelah mendapatkan izin dari ibunya dan saudaranya ia segera membongkar kuburan, lalu ia mengangkat sebagian tutup liang lahat dengan sangat hati-hati. “Celaka, aduh celaka ………!” Kata orang itu setelah melihat keadaan liang lahat, maka yang mengikutinya segera berkata : “Ada apakah gerangan, sehingga engkau kelihatan kaget dan bilang celaka, ceritakanlah kepadaku apa yang terjadi dengan saudaramu itu?” Maka berceritalah ia, bahwa di dalam liang kubur tampak kobaran api yang sedang menyala-nyala, lalu ia segera menemui ibunya untuk menanyakan perbuatan apa yang telah diperbuat oleh saudara perempuannya itu, ibunya berkata : “Saudarimu itu selalu mendatangi pintu tetangganya dan mendengarkan apa yang dibicarakan oleh tetangganya itu (ngerumpi), kemudian ia menyebarkan fitnah kepada para tetangganya yang lain. Setelah mendengarkan penjelasan sang ibu, maka lelaki itu segera mengetahui bahwa saudarinya itu suka ngerumpi, sehingga menyebabkan ia mendapatkan siksa kubur. Itulah akibat orang yang suka menggunjing dan ngerumpi dan menyebarkan fitnah yang kelihatannya sepele, tetapi sangat mengasyikkan dan menyenangkan.

Sesungguhnya berbicara itu mudah, tetapi berat mempertanggungjawabkannya. Mulut ini bagaikan moncong teko yang hanya mengeluarkan isi teko. Apapun yang kita katakan lebih menunjukkan siapa sebenarnya diri kita. Apapun yang kita katakan lebih menunjukkan siapa sebenarnya diri kita. Misalnya, penghinaan kita terhadap seseorang lebih menunjukkan kehinaan diri kita sendiri dibandingkan kehinaan orang yang kita hina. Kritik dan koreksi yang kita sampaikan kepada seseorang kalau tidak hati-hati lebih memperlihatkan kedengkian kita.

Perkataan yang baik adalah pembuktian kemusliman seseorang. Hendaknya setiap orang memastikan bahwa kata-kata yang akan diucapkannya benar-benar baik. Apabila kita tidak yakin akan dapat mengeluarkan kata-kata yang baik, diam itu lebih baik. Berkata yang baik tentunya akan lebih bermanfaat dibandingkan diam. Akan Tetapi, menghindari akibat dari perkataan yang kurang baik akan lebih utama dibandingkan kita memaksakan berbicara yang akan berakibat jelek kepada diri sendiri maupun orang lain.

Alangkah ruginya apabila waktu kita habis untuk sekedar ngobrol hal-hal yang tidak penting. Terkadang kita tidak bisa memastikan apakah pembicaraan yang kita lakukan itu bermanfaat atau tidak. Bahkan, sering kita tidak berdaya untuk menghindar dari pembicaraan yang berisi fitnah, gunjingan dan permusuhan. Semoga Allah SWT mengkaruniakan kepada kita kemampuan untuk menjaga lisan agar selalu berbicara yang bermanfaat.

Berdasarkan Al-Qur’an dalam surat Al-Hujuraat ayat 6 yang berkaitan dengan larangan berburuk sangka dan menggunjing berbunyi sebagai berikut : Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.

Hal ini sesuai dengan  

Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Hujuraat ayat 11 yang berbunyi sebagai berikut : Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Hal ini sesuai dengan  

Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Hujuraat ayat 12 yang berbunyi sebagai berikut : Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.

Hal ini sesuai dengan  

Al-Qur’an berdasarkan surat An-Nuur ayat 15 yang berbunyi sebagai berikut : Artinya : “(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah benar”.

Hal ini sesuai dengan  

Al-Qur’an berdasarkan surat An-Nuur ayat 23 yang berbunyi sebagai berikut :Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat dan bagi mereka azab yang besar”.

Hal ini sesuai dengan  

Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Israa ayat 36 yang berbunyi sebagai berikut :Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya”.

Hal ini sesuai dengan  

Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Fath ayat 6 yang berbunyi sebagai berikut :Artinya : “Dan supaya Dia mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahanam. Dan (neraka Jahanam) itulah sejahat-jahat tempat kembali”.

Hal ini sesuai dengan  

Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Fath ayat 12 yang berbunyi sebagai berikut :Artinya : “……………Dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa”.

Hal ini sesuai dengan  

Al-Qur’an berdasarkan surat Qaaf ayat 18 yang berbunyi sebagai berikut :Artinya : “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.

Hal ini sesuai dengan

Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Qalam ayat 10 – 11 yang berbunyi sebagai berikut :Artinya : “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina. Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah”.

Hal ini sesuai dengan  

Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Humazah ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut :Artinya : “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela”.

Hal ini sesuai dengan  

Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Muthaffifin ayat 29 – 31 yang berbunyi sebagai berikut : Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan mata. Dan apabila Orang-orang yang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira”.

Berdasarkan Al-Hadits yang berkaitan dengan ghibah yaitu : Artinya : “Berhati-hatilah terhadap purbasangka. Sesungguhnya purbasangka adalah ucapan paling bodoh”. (H.R. Al-Bukhari) Artinya : “Barangsiapa mengintai-intai keburukan saudaranya semuslim, maka Allah akan mengintai- intai keburukannya. Barangsiapa diintai keburukannya oleh Allah, maka Allah akan mengungkitnya (membongkarnya) walaupun dia melakukan itu di dalam (tengah-tengah) rumahnya”. (H.R. Ahmad) Artinya : “Sesungguhnya bila kamu mengintai-intai keburukan orang, maka kamu telah merusak mereka atau hampir merusak mereka”. (H.R. Ahmad)

Rasulullah melarang umatnya meneliti dan mencari-cari kesalahan orang lain. Sebab yang demikian hanya akan menghancurkan kerukunan dan kebersamaan kaum muslimin. Di sisi lain ditegaskan bahwa seburuk-buruk suatu kaum adalah kaum yang di antara mereka ada seorang mukmin yang berjalan di kalangan mereka dengan cara sembunyi-sembunyi dan senantiasa meneliti serta mencari-cari kesalahan orang lain.

Artinya : “Alangkah baiknya orang-orang yang sibuk meneliti aib diri mereka sendiri dengan tidak mengurusi (membicarakan) aib-aib orang lain”. (H.R. Adailami)
 

Artinya : “Celaka bagi orang yang bercerita kepada satu kaum tentang kisah bohong dengan maksud agar mereka tertawa, Celakalah dia …… celaka dia”. (H.R. Abu Dawud dan Ahmad)
 

Artinya : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berbicara yang baik-baik atau diam”. (H.R. Bukhari-Muslim)
 

Artinya : “Kebanyakan dosa anak Adam karena lidahnya”. (H.R. Athbrani dan Al-Baihaqi)
 

Artinya : “Tahukah kamu apa ghibah itu? Para sahabat menjawab : “Allah dan RasulNya lebih mengetahui”. Beliau bersabda : “Menyebut-nyebut sesuatu tentang saudaramu hal-hal yang dia tidak sukai”. (H.R. Muslim)
 

Artinya : “Seorang mukmin bukanlah pengumpat, pengutuk, berkata keji atau berkata busuk”. (H.R. Al-Bukhari dan Al-Hakim)
 

Artinya : “Rasulullah saw pernah ditanya : “Ya Rasulullah, apakah tebusan mengumpat?” Jawab Rasulullah : “Hendaklah engkau beristighfar (memohonkan ampunan) kepada Allah bagi orang yang engkau umpat”. (H.R. Thahawi)
 

Artinya : Dari Hudzaifah r.a, dia telah berkata : Rasulullah saw telah bersabda : “Tidak akan pernah masuk surga orang yang suka mengumpat”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
 

Rasulullah memberikan solusi kepada umatnya yang terlanjur mengumpat orang lain. Yakni dengan memohonkan ampunan kepada Allah untuk orang yang diumpatnya. Dengan cara demikian, maka orang yang mengumpat akan mendapatkan maghfirah dari Allah SWT. Sebab bila tidak mendapat maghfirah, orang yang suka mengumpat atau menyebar fitnah pasti masuk neraka.
 

Artinya : “Barangsiapa di sisinya diumpat saudaranya sesama muslim kemudian dia tidak menolongnya padahal dia dapat menolongnya, maka Allah akan merendahkan dirinya di dunia dan di akhirat”. (H.R. Baghawi dan Ibnu Babawaih) Artinya : “Barangsiapa mengembalikan kehormatan saudaranya lantaran diumpat, maka Allah berhak untuk memerdekakan dirinya dari neraka”. (H.R. Baihaqi)

Bila ada seorang muslim mengumpat orang lain, maka orang yang berada di sisinya wajib untuk mencegahnya. Yang demikian berarti dia telah memberikan pertolongan kepada saudaranya sesama muslim. Namun bila tidak mencegahnya, berarti dia rela direndahkan martabatnya oleh Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, bila dia memberikan pertolongan dengan cara mencegah, maka Allah akan memberikan pertolongan kepadanya di dunia dan di akhirat. Bahkan berhak dimasukkan ke dalam surga. Sedang bila yang diumpat orang fasik, maka tidak perlu membelanya.

Rasulullah sangat membenci orang yang mengumpat, hingga beliau menegaskan bahwa kata-kata umpatan itu apabila dicampur dengan air laut akan mencemarkannya. Ini adalah gambaran tentang betapa bahaya dan besarnya dosa mengumpat. Sebab mengumpat dapat membatalkan pahala amal kebajikan seseorang. Di sisi lain, setan masih merasa mampu dan besar harapan untuk menghancurkan umat manusia sepanjang masih ada kesempatan untuk membuat mereka bersedia mengumpat sesamanya. Padahal ketika melihat Allah disembah oleh umat manusia dengan pelaksanaan shalat, setan sudah merasa putus asa. Itulah bahaya mengumpat, menggunjing, berprasangka buruk dan meneliti kesalahan orang lain. Artinya : “Dari Abi Musa r.a, dia telah berkata : “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah : “Ya Rasulullah, muslim manakah yang lebih utama?” Jawab Rasulullah : “Orang yang kaum muslimin selamat dari gangguan lisan dan tangannya”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Orang yang beriman sempurna akan selalu menjaga ucapan dan perbuatannya jangan sampai merugikan dan menyakitkan orang lain. Bila tidak bisa berbicara baik, dia akan lebih memilih berdiam diri. Sebab suka mencela, mengutuk, berlaku keji dan berkata kotor bukanlah kebiasaan orang yang beriman.

Orang yang menutup ‘aib orang lain di dunia, niscaya Allah menutup ‘aibnya pula kelak di hari kiamat. Hindarilah menggunjing, karena menggunjing itu lebih berat (siksaannya) dari berzina”. Para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, apa alasannya menggunjing itu lebih berat dari berzina? Nabi saw bersabda : “Sesungguhnya seorang lelaki yang telah berzina, lalu dia mau bertobat, maka Allah tidak akan mengampuninya sebelum orang yang digunjingkannya itu mengampuninya”.

“Menggunjing itu memang lezat rasanya di dunia, tetapi dapat mengantarkannya ke neraka di akhirat kelak”. Rasulullah saw ketika ditanya tentang kebanyakan hal-hal yang memasukkan manusia ke dalam surga, beliau menjawab : “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik!” Dan ketika beliau ditanya lagi tentang kebanyakan hal-hal yang dapat memasukkan manusia ke dalam neraka, beliau menjawab: “Mulut dan kemaluan!”. (H.R. Tirmidzi)

Dari Abu Hurairah r.a, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw telah bersabda : “Takutlah kamu terhadap prasangka. Sebab sesungguhnya prasangka adalah sedusta-dusta pembicaraan. Janganlah kamu mencari-cari dan meneliti kesalahan orang lain, janganlah kamu saling mendengki, janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling belakang membelakangi . Jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana Allah telah memerintahkan kepadamu. Orang muslim adalah saudara muslim yang lain, tidak saling menzhalimi, tidak saling merendahkan dan tidak saling menghina. Takwa adalah di sini, takwa adalah di sini”, sambil Rasulullah menunjuk ke a rah dada.

Kemudian melanjutkan sabdanya : “Cukuplah keburukan bagi seseorang dengan menghina saudaranya sesama muslim. Setiap muslim adalah haram atas muslim yang lain akan darah, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuhmu dan rupamu, tetapi Allah melihat kepada hatimu”. (H.R. Muslim).

Rasulullah secara tegas memerintahkan kepada umatnya agar menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara dan melarang mereka saling mencari-cari dan meneliti kesalahan orang lain, saling berlomba-lomba kemewahan, saling mendengki, saling membenci, saling membelakangi, saling menzhalimi, saling merendahkan, saling menghina, saling menjerumuskan, saling mendiamkan dan membeli belian orang lain. Sebab semua itu merupakan akhlak tercela yang tidak pantas dimiliki oleh seorang muslim. Rasulullah mengingatkan pula bahwa antar sesama muslim berkewajiban untuk saling menjaga darah, kehormatan dan harta di antara mereka. Dengan cara demikian, mereka tidak akan pernah saling menghina maupun menzhalimi. Yang perlu dicatat, bahwa Allah sama sekali tidak akan pernah melihat penampilan seseorang, baik bodi tubuh maupun paras muka, tetapi Allah akan selalu memperhatikan hati seseorang. Sebab di sanalah ketakwaan kepada Allah berada.

Dari Watsilah bin Al Asqa’ r.a, dia telah berkata : Rasulullah saw telah bersabda : “Janganlah engkau menampakkan kegembiraan terhadap saudaramu yang mendapat cobaan. Sebab boleh jadi Allah menyayanginya, kemudian memberi cobaan kepadamu”. (H.R. Tirmidzi).

Ketika orang lain mendapatkan musibah, kita tidak diperbolehkan menunjukkan kegembiraan. Karena yang demikian adalah termasuk akhlak tercela dan penghinaan. Sebab, boleh jadi Allah menguji orang tersebut hanya karena akan diberi kasih sayang yang lebih besar lagi, sementara dalam kesempatan lain boleh jadi Allah memberikan ujian yang lebih berat kepada kita.

Dari Ibnu Abbas r.a dari Nabi saw, beliau telah bersabda : “Barangsiapa mengaku bermimpi dengan suatu mimpi yang tidak pernah dilihatnya, maka dia akan dituntut untuk mengikat antara dua butir gandum dan pasti dia tidak akan pernah dapat mengerjakannya. Barangsiapa mendengarkan pembicaraan suatu kaum sedang mereka merasa benci terhadap perilaku tersebut, maka pada hari kiamat nanti akan ditumpahkan cairan timah pada kedua telinganya. Dan barangsiapa menggambar suatu gambar, maka dia akan disiksa dan dibebani untuk meniupkan ruh padanya, padahal dia tidak akan pernah dapat meniupkannya”. (H.R. Bukhari)

Orang yang berdusta, orang yang mengintai pembicaraan orang lain dan orang yang menggambar berhala sesembahan, maka akan mendapatkan siksaan yang berat dari sisi Allah. Dia akan dituntut untuk melakukan sesuatu yang mustahil bisa dilakukan, lubang telinganya disiram dengan cairan timah dan disuruh untuk menghidupkan berhala atau gambar yang digambarnya sebagai sesembahan. Yang demikian adalah merupakan siksaan yang sangat pedih lagi berat. Pengertian menggambar suatu gambar adalah membuat suatu gambar benda atau patung yang disediakan untuk beribadah kepada selain Allah. Misalnya : menggambar salib kemudian disembah atau membuat berhala kemudian disembah. Sebab hal tersebut akan memudahkan perkembangan penyembahan terhadap berhala. Karena itu, Islam melarangnya. Lain halnya kalau gambar itu hanya bernilai seni dan dinikmati keseniannya, bukan untuk dipuja dan disembah, maka tidak ada larangan.

Dari Abu Hurairah r.a, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw telah bersabda : “Adakah kalian mengetahui, apakah mengumpat itu?” Para sahabat menjawab : “Allah dan RasulNya lebih mengetahui”. Rasulullah kemudian bersabda : “Engkau menuturkan sesuatu tentang saudaramu yang tidak menyenangkan”. Lalu ditanyakan : “Bagaimanakah pendapatmu jika apa yang aku katakan itu adalah terdapat pada saudaraku?” Jawab Rasulullah : “Jika apa yang engkau katakan terdapat pada saudaramu, berarti engkau telah mengumpatnya. Dan jika apa yang engkau katakan tidak terdapat pada saudaramu, berarti engkau telah membuat kedustaan terhadapnya”. (H.R. Muslim)

Mengumpat adalah bagian dari akhlak tercela. Pengertian mengumpat adalah mengatakan sesuatu tentang orang lain yang apabila dia mendengar merasa tidak senang, sekalipun apa yang dikatakan itu benar adanya. Sebab kalau apa yang dikatakan tidak benar adanya, maka yang demikian adalah termasuk perbuatan dusta, bukan mengumpat.

Dari Anas r.a, dia telah berkata : Rasulullah saw telah bersabda : “Ketika aku dimi’rajkan, aku melewati sekelompok kaum yang yang mempunyai kuku dari tembaga yang untuk melukai wajah dan dada mereka. Kemudian aku bertanya kepada Jibril : “Siapakah mereka itu, wahai Jibril?” Jawab Jibril : “Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia dan menjatuhkan kehormatan mereka”. (H.R. Abu Dawud)

Orang yang senantiasa mengumpat orang lain dan mencari-cari kesalahannya akan disiksa oleh Allah dengan siksaan yang berat. Yakni mencakar-cakar muka dan dada sendiri dengan kuku yang terbuat dari tembaga.

Dari Ibnu Abbas r.a, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw pernah berjalan melewati 2 (dua) kuburan, kemudian beliau bersabda : “Sesungguhnya 2 (dua) orang ahli kubur itu disiksa dan keduanya tidak disiksa karena dosa besar. Ya, benar. Sesungguhnya dosa itu adalah besar. Salah seorang di antara keduanya adalah berjalan di muka bumi dengan menyebarkan fitnah (mengumpat). Sedang salah seorang yang lain tidak bertirai ketika kencing”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

Orang yang senantiasa menyebarkan fitnah atau mengumpat sesama muslim kelak dikubur akan mendapatkan siksa yang berat. Demikian pula halnya orang yang tidak hati-hati ketika kencing, sehingga percikan air kencingnya mengenakan tubuh atau pakaian. Dari Sahl bin Sa’ad r.a, dia telah berkata : Rasulullah saw telah bersabda : “Barangsiapa memberikan jaminan kepadaku terhadap apa yang berada di antara dua rahangnya dan apa yang berada di antara dua pahanya, maka aku memberi jaminan surga baginya”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

Seseorang yang mampu menjaga lisannya dari perkataan bohong, menghina dan memfitnah serta menjaga kemaluan dari perbuatan zina, maka Rasulullah memberi jaminan surga baginya. Itulah kemuliaan dan ketinggian derajat memelihara lisan dan kemaluan. Dari Aisyah r.a, dia telah berkata : Rasulullah saw telah bersabda : “Janganlah kamu memaki-maki orang-orang yang sudah meninggal. Sebab mereka telah sampai kepada apa yang mereka lakukan”. (H.R. Bukhari).


Mencaci maki dan menghina orang yang sudah meninggal adalah bagian dari akhlak tercela. Karena itu, harus dijauhi oleh setiap muslim. Sebab orang yang sudah meninggal pada hakikatnya sudah sangat dekat dengan keridhaan Allah, sehingga tidak selayaknya dicaci maki.

Ada 4 (empat) sebab mengapa orang menggunjing (ghibah) orang lain :

Karena alasan meredakan amarah diri. Maksudnya, ketika ada seseorang yang membuat marah, maka ia lantas menggunjing orang tersebut hanya karena ingin meredakan amarah dirinya.
 

Hanya karena ingin menyesuaikan diri dengan teman-temannya atau dengan alasan menjaga keharmonisan.
 

Ingin mengangkat diri sendiri dan menjelek-jelekkan orang lain.
 

Menggunjing untuk canda dan lelucon. Dia menggunjing seseorang dengan maksud membuat orang-orang tertawa.

Maka ketahuilah obatnya dengan memahami bahwa menggunjing orang lain akan memancing kemurkaan Allah, menyebabkan pindahnya kebaikan-kebaikan diri kepada orang yang digunjingkan. Dan jika yang menggunjing tidak mempunyai kebaikan, maka keburukan orang yang digunjingkan akan dipindahkan kepada orang yang menggunjing. (Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qasidin)

Ada 6 (enam) perkara yang tidak mengharamkan bergunjing yaitu :

Dalam rangka kezaliman agar supaya dapat dibela oleh seseorang yang mampu menghilangkan kezaliman itu.
 

Jika dijadikan bahan untuk merubah sesuatu kemungkaran dengan menyebut-nyebut kejelekan seseorang kepada Penguasa yang mampu mengadakan tindakan perbaikan.
 

Di dalam Mahkamah, seorang yang mengajukan perkara boleh melaporkan kepada Mufti atau Hakim bahwa ia telah dianiaya oleh seorang Penguasa yang (sebenarnya) mampu mengadakan tindakan perbaikan.
 

Memberi peringatan kepada kaum muslimin tentang suatu kejahatan atau bahaya yang mungkin akan mengenai seseorang, misalnya menuduh saksi-saksi tidak adil, atau memperingatkan seseorang yang akan melangsungkan pernikahan bahwa calon pengantinnya adalah seorang yang mempunyai cacat budi pekertinya atau mempunyai penyakit yang menular.
 

Bila orang yang diumpat itu terang-terangan melakukan dosa di muka umum.
 

Mengenalkan seseorang dengan sebutan yang kurang baik, seperti a’war (orang yang matanya buta sebelah) jika tidak mungkin memperkenalkannya kecuali dengan nama itu.
Orang yang membicarakan yang tidak berguna (batil) akan dimasukkan dalam neraka Saqor dan orang yang suka mencela dan mengumpat akan dimasukkan dalam neraka Huthomah.

Kesimpulan :

Berita kejelekan orang lain bukanlah untuk disebarluaskan, tetapi ini adalah bahan untuk introspeksi diri. Berburuk sangka, menggunjing, menghina, memfitnah, menertawakan, mencela dan mengolok-olok serta meneliti kesalahan orang lain adalah bagian dari akhlak tercela yang harus dijauhi oleh setiap muslim. Sebab akan menghancurkan keimanan yang telah tertanam di dalam hati dan hanya akan mengantarkan seseorang mendapatkan laknat Allah sehingga menjadi penghuni neraka.


Nafsu Yang Ada Pada Manusia

Nafsu itu adalah keinginan manusia yang tersirat dalam akal pikirannya. Nafsu ada yang baik, yaitu nafsu yang tidak bertentangan dengan hati nurani serta perintah-perintah dan larangan-larangan yang Allah tetapkan. Namun ada pula nafsu yang buruk, yaitu nafsu yang hanya untuk memenuhi keinginan pikirannya saja, tanpa melibatkan hati nurani dan ketetapan Allah. Berikut ini adalah jenis-jenis nafsu menurut Islam.

Nafsu yang buruk :

Nasfu Amarah

Adalah nafsu yang berbangga apabila membuat sesuatu kemungkaran. Mereka adalah dari golongan yang bermaksiat di mata dan di hatinya. Mereka adalah golongan ahli neraka.

Nafsu Lawamah
Adalah nafsu yang menyadari apabila melakukan suatu kemungkaran. Golongan ini beramal tetapi masih ada riya, hasut, dengki dan sebagainya. Nafsu mereka tetap dilakukan walau mereka tahu itu salah. Mereka adalah golongan ahli neraka.

Nafsu Marhamah

Adalah nafsu yang telah dapat membuang sifat tercela. Walaupun begitu, mereka masih mengkritik diri sendiri. Mereka adalah golongan ahli neraka.

Kemudian nafsu-nafsu yang baik adalah :

Nafsu Mutmainah

Adalah nafsu yang lemah lembut. Mereka mendapat ketenangan dan menghilangkan gelisah di jiwa. Mereka adalah orang yang sholeh. Golongan ini adalah dijamin surga.

Nafsu Raudiah

Adalah nafsu yang berusaha untuk melatih diri untuk mencintai Allah sepenuhnya.. Mereka bergaul dengan orang banyak tetapi hatinya semata-mata hanya kepada Allah. Mereka bisa juga disebut sebagai Wali Allah.

Nafsu Kamaliah

Adalah nafsu yang sempurna, nafsu yang hanya dimiliki oleh para Nabi dan Rasul.

Nafsu Mardiah

Adalah nafsu yang terbaik dan yang paling dicintai Allah. Nafsu ini adalah nafsu yang paling di ridhai Allah. adalah nafsu yang terbaik dan yang paling dicintai Allah. Nafsu ini adalah nafsu yang paling di ridhai Allah. Keridhaan tersebut terlihat pada anugrah yang diberikan-Nya berupa senantiasa berdzikir, ikhlas, mempunyai karomah, dan memperoleh kemuliaan, sementara kemuliaan yang diberikan Allah SWT itu bersifat universal, artinya jika Allah memuliakannya, siapa pun tidak akan bisa menghinakannya, demikian pula sebaliknya orang yang dihinakan oleh Allah SWT, siapa pun tidak bisa memuliakannya.


Hukum Meninggalkan Solat Jumaat

Dengan nama Allah, Segala puji bagi Allah, Selawat dan salam ke atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, sahabat dan para pengikut Baginda)

Hari Jumaat adalah hari yang paling agung daripada hari-hari yang lain, sehinggakan keagungannya disebutkan dalam sebuah hadits bahawa hari Jumaat adalah lebih baik daripada Hari Raya Adha dan Hari Raya Fitri. Daripada Abu Lubabah bin ‘Abdul Mundzir Radhiallahu ‘anhu, meriwayatkan bahawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
  
Maksudnya: “Sesungguhnya hari Jumaat ialah kepala sekalian hari dan hari yang terbesar di sisi Allah, dan ia lebih besar di sisi Allah daripada Hari Raya Adha dan Hari Raya Fitri...”
 

(Hadits riwayat Ibnu Majah)

Sembahyang fardhu Jumaat diwajibkan (fardhu ‘ain) ke atas setiap lelaki Islam yang merdeka, baligh, berakal, bermuqim dan tidak ada keuzuran. Kewajipan mengerjakannya ada disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta‘ala di dalam al-Qur’an, sebagaimana firmanNya:

Tafsirnya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila diserukan azan (bang) untuk mengerjakan sembahyang pada hari Jumaat, maka segeralah kamu pergi (ke masjid) untuk mengingati Allah (dengan mengerjakan sembahyang Jumaat) dan tinggalkanlah berjual beli (pada saat itu); yang demikian adalah baik bagi kamu, jika kamu mengetahui (hakikat yang sebenarnya).” 


(Surah al-Jumu‘ah: 9)

Meninggalkannya Melanggar Perintah Allah

Mereka yang ada keuzuran yang diberi kelonggaran (rukhshah) pada meninggalkan sembahyang berjemaah adalah tidak diwajibkan sembahyang fardhu Jumaat seperti sakit yang boleh menambahkan lagi sakit atau melambatkan sembuh, sakit cirit birit kerana takut akan mencemarkan kebersihan masjid atau sibuk kerana menguruskan mayat yang ditakuti jika dilambatkan akan menyebabkan mayat menjadi busuk.

Namun bagaimana pula dengan orang yang senghaja meninggalkan sembahyang fardhu Jumaat tanpa sebarang keuzuran? Perlu diingat, sesiapa yang meninggalkan sembahyang fardhu Jumaat tanpa ada uzur syar‘i adalah perbuatan dosa dan melanggar perintah Allah, apatah lagi jika meninggalkannya tiga kali berturut-turut, hatinya akan dicap oleh Allah sebagai hati orang munafiq.

Abu al-Ja‘di adh-Dhamriy Radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Maksudnya: “Sesiapa yang meninggalkan Jumaat tiga kali tanpa keuzuran maka dia adalah munafiq.” 

(Hadits riwayat Ibnu Hibban)

Diriwayatkan daripada Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata: Maksudnya: “Barangsiapa yang meninggalkan sembahyang Jumaat tiga kali berturut-turut maka dia telah membuang Islam itu di belakangnya (meninggalkannya).” 


(Hadits riwayat Abu Ya‘la)

Diriwayatkan daripada ‘Abdullah bin Mas‘ud Radhiallahhu ‘anhu bahawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada satu kaum yang tidak bersembahyang fardhu Jumaat, Baginda bersabda: Maksudnya: “Aku menitikberatkan (memerintahkan) supaya seorang lelaki itu bersembahyang dengan beramai-ramai (berjemaah), kemudian aku berazam untuk membakar rumah-rumah mereka (lelaki) yang meninggalkan sembahyang Jumaat.” 


(Hadits riwayat Muslim)

Oleh itu, orang yang diwajibkan mengerjakan sembahyang fardhu Jumaat janganlah sekali-kali meninggalkan sembahyang fardhu Jumaat melainkan ada keuzuran syar‘i. Ini kerana perbuatan itu adalah melanggar perintah Allah dan orang yang meninggalkan sembahyang fardhu Jumaat sebanyak tiga kali berturut-turut dicap sebagai orang munafiq.


Lelaki Dayus

Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Tiga golongan yang ALLAH tidak akan lihat (bermakna tiada bantuan daripada dikenakan azab) mereka pada hari kiamat: Si penderhaka kepada ibu bapa, si perempuan yang menyerupai lelaki dan si lelaki dayus.” (Riwayat Ahmad dan Al-Nasaie)

Dayus disebutkan dalam beberapa riwayat athar dan hadis yang lain iaitu daripada Ammar bin Yasir berkata, dia mendengar daripada Rasulullah SAW berkata: “Tiga golongan yang tidak akan memasuki syurga sampai bila-bila iaitu si dayus, si wanita yang menyerupai lelaki dan orang yang ketagih arak.” Lalu sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, kami telah faham erti orang yang ketagih arak, tetapi apakah itu dayus?” Berkata Nabi: “Iaitu orang yang tidak mempedulikan siapa yang masuk bertemu dengan ahlinya (isteri dan anak-anaknya).” (Riwayat Al-Tabrani)

Daripada hadis di atas, maksud lelaki dayus adalah si suami atau bapa yang langsung tiada perasaan risau dengan siapa isteri dan anaknya bersama dan bertemu. Malah, ada yang membiarkan sahaja isteri dan anak perempuannya dipegang lelaki lain.

Soalan yang sama daripada sahabat mengenai siapakah dayus? Lalu jawab Nabi SAW, maksudnya: “Apakah dayus itu wahai Rasulullah?” Jawab Nabi: “Iaitu seseorang (lelaki) yang membiarkan kejahatan (zina, membuka aurat, bergaul bebas) dilakukan oleh ahlinya (isteri dan keluarganya).” (Riwayat Al-Tabrani dan Al-Baihaqi).

Tafsiran golongan ulama berkenaan istilah dayus adalah “Seseorang yang tidak ada perasaan cemburu (kerana iman) terhadap ahlinya (isteri dan anak-anaknya).” “Cemburu lawannya dayus.” Berkata pula Al-Nuhas, “Cemburu (iaitu lawan kepada dayus) adalah seorang lelaki itu melindungi isterinya dan kaum kerabatnya daripada ditemui dan dilihat (auratnya) oleh lelaki bukan mahram.”

“Seolah-olah takrif dayus itu membawa erti kehinaan (kepada si lelaki) apabila dia melihat kemungkaran (dilakukan) oleh isteri dan ahli keluarganya dia tidak mengubahnya.”

“Sesungguhnya asal dalam agama adalah perlunya rasa ambil berat atau kecemburuan (terhadap ahli keluarga), dan barang siapa yang tiada perasaan ini maka itulah tanda tiada agama dalam dirinya, kerana perasaan cemburu ini menjaga hati dan menjaga anggota sehingga jauh daripada kejahatan dan perkara keji. Tanpanya hati akan mati maka matilah juga sensitiviti anggota (terhadap perkara haram), sehingga menyebabkan tiadanya kekuatan untuk menolak kejahatan dan menghindarkannya sama sekali.” (Faidhul Qadir, Al-Munawi, 3/430)

Dayus adalah dosa besar

Ulama Islam juga bersetuju untuk mengkategorikan dayus ini dalam bab dosa besar, sehingga disebutkan dalam satu athar, maksudnya: “ALLAH telah melaknat lelaki dayus (laknat bermakna ia adalah dosa besar dan kerana itu wajiblah dipisahkan suami itu daripada isterinya dan diharamkan bergaul dengannya).”

Walaupun ia bukanlah satu fatwa yang dipakai secara meluas, tetapi ia cukup untuk menunjukkan betapa tegasnya sebahagian ulama dalam hal kedayusan lelaki. Petikan ini pula menunjukkan lebih dahsyatnya takrif golongan ulama mengenai erti dayus dan istilah yang hampir dengannya, maksudnya: “Al-Qawwad (istilah yang disamakan dengan dayus) di sisi umum ulama adalah ’orang tengah’ kepada zina.”

“Dayus, iaitu lelaki yang mengetahui perkara keji dilakukan oleh ahlinya dan dia sekadar senyap dan tiada rasa cemburu (atau ingin bertindak), dan termasuk juga ertinya adalah sesiapa yang meletakkan tangannya kepada seorang wanita yang tidak halal baginya dengan syahwat.”

Cemburu dituntut Islam

Ada isteri yang menyalahkan suami kerana terlalu cemburu. Sebenarnya, kita perlu fahami bahawa ia adalah tuntutan Islam dan menunjukkan suami yang bertanggungjawab.

Bergembiralah si suami yang memperoleh isteri solehah. Ini kerana, tanpa sebarang campur tangan dan nasihat daripada sang suami, isteri sudah pandai menjaga aurat, maruah dan dirinya.

Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Daripada tanda kebahagiaan anak Adam adalah memperoleh wanita solehah (isteri dan anak).” (Riwayat Ahmad, no 1445, 1/168)

Jika seorang bapa mengetahui perbuatan ‘ringan-ringan’ anak perempuan atau lelaki mereka dan membiarkannya, maka dia adalah dayus. Ingin saya tegaskan, seorang wanita dan lelaki yang telah ‘ringan-ringan’ atau terlanjur sebelum kahwin dan tanpa taubat yang sebenar-benarnya, sudah pastilah rumah tangga mereka akan goyah.

Kemungkinan besar apabila telah berumah tangga, si suami atau isteri ini akan terjebak juga dengan perbuatan ‘ringan-ringan’ dengan orang lain. Hanya dengan bertaubat nasuha dapat menghalang aktiviti mungkar itu daripada melepasi alam rumah tangga mereka.

Jika hal ini dibiarkan, ia akan merebak pula kepada anak mereka, seterusnya kepada zuriat mereka. Awas! Dalam hal ini, semua suami dan bapa perlu bertindak bagi mengelakkan diri mereka daripada dianggap sebagai dayus. Jagalah zuriat anda. Suami juga patut sekali sekala menyemak telefon bimbit dan beg isteri untuk memastikan tiada yang diragui.

Mungkin ada isteri yang curang ini dapat menyembunyikan dosanya, tetapi sepandai-pandai tupai melompat akhirnya akan tertangkap jua. Cemburu seorang suami dan ayah adalah wajib bagi mereka, demi menjaga maruah dan kehormatan isteri serta anaknya.

Diriwayatkan bagaimana satu peristiwa pada zaman Nabi Muhammad SAW, maksudnya: “Berkata Ubadah bin Somit RA: Jika aku nampak ada lelaki yang sibuk bersama isteri ku, nescaya akan ku pukulnya dengan pedang ku, maka disampaikan kepada Nabi akan kata-kata Sa’ad tadi, lalu Nabi memberi jawapan: “Adakah kamu kagum dengan sifat cemburu (untuk agama) yang dipunyai oleh Sa’ad?

Demi ALLAH, aku lebih kuat cemburu (ambil endah dan benci demi agama) berbandingnya, malah ALLAH lebih cemburu daripada ku, kerana kecemburuan ALLAH itulah maka diharamkan setiap perkara keji  yang ternyata dan tersembunyi.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim).

Lihat betapa ALLAH SWT dan rasul-NYA menginginkan golongan suami dan ayah mempunyai sifat pelindung kepada ahli keluarga daripada melakukan sebarang perkara keji dan mungkar. Lelaki menjadi dayus apabila:

1. Membiarkan kecantikan aurat dan bentuk tubuh isterinya dinikmati oleh lelaki lain selama mereka bekerja atau di luar rumah.

2. Membiarkan isterinya pulang lewat, serta tidak diketahui bersama siapa, serta apa yang dibuatnya ketika dia bekerja.

3. Membiarkan aurat isteri dan anak perempuan dewasanya terdedah (terselak kain) ketika menaiki apa jua kenderaan.

4. Membiarkan anak perempuan berdua-duaan dengan lelaki yang bukan mahramnya.

5. Membiarkan anak perempuan berdua-duaan dengan pasangan yang bukan mahramnya di rumah. Kononnya, ibu bapa mereka sporting dan memahami.

6. Menyuruh, mengarahkan dan berbangga dengan anak perempuan dan isteri memakai pakaian yang menjolok mata di luar rumah.

7. Membiarkan anak perempuan menyertai akademi hiburan yang boleh mempamerkan kecantikan mereka kepada jutaan manusia bukan mahram.

8. Membiarkan isteri atau anaknya menjadi pelakon dan membiarkan mereka berpelukan dengan lelaki lain. Kononnya atas dasar seni dan lakonan semata-mata. Adakah semasa berlakon, nafsu seorang lelaki itu akan hilang? Tidak sekali-sekali!

9.  Membiarkan isteri bekerja dan keluar rumah tanpa menutup aurat dengan sempurna.


Rasulullah SAW bersabda “Sesiapa yang mati dibunuh kerana mempertahan kan ahli keluarganya, maka ia adalah mati syahid.” (Riwayat Ahmad)


Berlaku Adil Kepada Anak Anak

 Semoga Allâh melindungi kita semua dari perkara-perkara yang menimbulkan murka Allâh Azza wa Jalla.

Tidak bisa dimungkiri bahwa kadang orang tua menyayangi sebagian anaknya lebih dari sebagian yang lain. Tidak masalah jika hal itu hanya sebatas perasaan sayang yang ada dalam hati, karena menyamaratakan semua anak dalam kasih sayang hati adalah sesuatu yang sulit, bahkan di luar kuasa manusia.

Adapun dalam perkara pemberian hibah, Islam menggariskan bahwa orang tua harus berbuat adil. Jika salah satu diberi, yang lain juga harus diberi bagian yang sama. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

اعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلادِكُمْ فِي النُّحْلِ، كَمَا تُحِبُّونَ أَنْ يَعْدِلُوا بَيْنَكُمْ فِي الْبِرِّ وَاللُّطْفِ

Bersikaplah adil di antara anak-anak kalian dalam hibah, sebagaimana kalian menginginkan mereka berlaku adil kepada kalian dalam berbakti dan berlemah lembut. [HR. al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra no. 12.003]


Menurut sebagian Ulama, keadilan dalam pemberian hibah saat orang tua masih hidup adalah dengan membaginya sesuai dengan hukum waris, di mana anak perempuan mendapatkan setengah bagian anak laki-laki. Sebagian Ulama yang lain berpendapat bahwa harta yang dihibahkan dibagi rata tanpa membedakan jenis kelamin. Pendapat yang kedua ini lebih kuat, karena didukung hadits an-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhu yang akan datang.

Dalam hadits ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa keadilan dalam hibah akan membuat anak-anak juga akan adil dalam berbakti. Sebaliknya, ketidakadilan bisa menimbulkan kebencian di antara anak-anak kita atau memicu kebencian kepada orang tua yang membawa kepada durhaka.

Perlu diketahui bahwa hibah tidak sama dengan nafkah. Jika dalam hibah kepada anak orang tua diwajibkan adil, tidak demikian dalam nafkah. Orang tua boleh memberikan nafkah sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Biaya sekolah anak Sekolah rendah tentunya tidak bisa disamakan dengan kakaknya yang sudah kuliah. Begitu pula biaya makan, pengobatan, menikahkan anak, dan kebutuhan-kebutuhan semisal tidak harus sama rata; karena hal itu termasuk nafkah, bukan hibah.

Kisah yang disebutkan dalam pertanyaan sudah pernah terjadi pada masa kenabian, maka mari kita melihat bagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghukuminya secara langsung, karena itulah hukum yang terbaik.

عَنْ النُّعْمَانِ قَالَ: سَأَلَتْ أُمِّي أَبِي بَعْضَ الْمَوْهِبَةِ فَوَهَبَهَا لِي، فَقَالَتْ: لاَ أَرْضَى حَتَّى أُشْهِدَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَأَخَذَ أَبِي بِيَدِي وَأَنَا غُلاَمٌ، فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أُمَّ هَذَا ابْنَةَ رَوَاحَةَ طَلَبَتْ مِنِّي بَعْضَ الْمَوْهِبَةِ، وَقَدْ أَعْجَبَهَا أَنْ أُشْهِدَكَ عَلَى ذَلِكَ، قَالَ: يَا بَشِيرُ، أَلَكَ ابْنٌ غَيْرُ هَذَا؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَوَهَبْتَ لَهُ مِثْلَ مَا وَهَبْتَ لِهَذَا؟ قَالَ: لَا، قَالَ: فَلاَ تُشْهِدْنِي إِذًا، فَإِنِّي لاَ أَشْهَدُ عَلَى جَوْرٍ


Dari an-Nu’man (bin Basyir), beliau Radhiyallahu anhu berkata, “Ibu saya meminta hibah kepada ayah, lalu memberikannya kepada saya. Ibu berkata, ‘Saya tidak rela sampai Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi saksi atas hibah ini.’ Maka ayah membawa saya –saat saya masih kecil- kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Wahai Rasûlullâh, ibunda anak ini, ‘Amrah binti Rawahah memintakan hibah untuk si anak dan ingin engkau menjadi saksi atas hibah.’ Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Wahai Basyir, apakah engkau punya anak selain dia?’ ‘Ya.’, jawab ayah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, ‘Engkau juga memberikan hibah yang sama kepada anak yang lain?’ Ayah menjawab tidak. Maka Rasûlullâh berkata, ‘Kalau begitu, jangan jadikan saya sebagai saksi, karena saya tidak bersaksi atas kezhaliman.’ ” [HR. al-Bukhâri no. 1623]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sebagai kezhaliman, dan itu berarti bahwa ketidakadilan seperti ini adalah dosa.

Jadi, pada dasarnya hibah harus diberikan secara sama rata. Namun boleh membedakannya untuk alasan tertentu, misalnya ada anak yang cacat sehingga tidak bisa bekerja, atau sibuk menuntut ilmu sehingga belum bisa bekerja, atau punya banyak anak sehingga gajinya tidak cukup. Bisa juga hibah tidak diberikan kepada sebagian anak yang durhaka, atau biasa menggunakan uang untuk bermaksiat. Demikian pula, boleh memberikan hibah kepada sebagian anak jika anak-anak yang lain tidak mempermasalahkan hal itu, karena hibah ini adalah hak mereka bersama. Jika mereka saling ridha, tidak masalah. Perlu ada komunikasi yang baik agar hibah tiadak menimbulkan masalah.

Jika anak-anak mengetahui kesalahan orang tua dalam hal ini, sebaiknya anak-anak bisa menyelesaikannya di antara mereka dahulu tanpa melibatkan orang tua. Alangkah baiknya jika yang terzhalimi mengalah dan tidak mempermasalahkan pemberian yang lebih untuk saudaranya.

Namun jika hal itu tidak bisa terwujud, dan masing-masing menuntut persamaan, hendaklah mereka menasehati orang tua dengan lemah lembut. Anak yang mendapat hibah lebih banyak, hendaknya menolak pemberian dengan halus. Apa yang dilakukan orang tua dalam kasus ini adalah ketidakadilan, sehingga harus diingkari, tapi dengan cara yang baik. Banyak orang tua yang melakukannya karena buta akan hukum agama, maka penjelasan yang baik akan cukup untuk membuat mereka menyadari kesalahan.

Memahami Erti Sebenar Menutup Aurat

WANITA zaman pasca moden ini, pakaian dan cara berpakaian sebahagian wanita sekarang gagal mencapai matlamat menutup aurat seperti dituntut Islam. Pakaian mereka hanya berjaya menutup kulit badan, tetapi masih tetap mempamerkan kecantikan dan keistimewaan bentuk serta susuk hingga boleh dikatakan, sama ada mereka berpakaian atau tidak, sama saja.

Tetapi itulah hakikatnya, mereka terbabit dengan amalan tabarruj iaitu perbuatan mendedahkan kecantikan rupa paras, sama ada kecantikan itu di bahagian muka atau anggota badan lain. Menurut al-Bakhari, tabarruj ialah wanita yang memperlihatkan kecantikan rupa parasnya.

Ketara sekali mereka yang berkenaan khususnya wanita yang mengakui Muslimat, tetapi sukar dikategorikan sebagai Mukminat, terlalu ingin memperagakan kecantikan diri atau keistimewaan sifat fizikal kewanitaan mereka. Mereka berpakaian untuk menambahkan kecantikan, bukan untuk menutup aurat. Di samping itu, mereka bersolek dan menggayakan gerak serta lagak yang menarik ketika berada di luar rumah, sedangkan tidak demikian apabila berada di rumah.

Untuk mendapat perhatian orang ramai itulah mereka menghiasi diri dengan pakaian fesyen baru yang mengikut aliran semasa, indah serta mahal, diserikan dengan barang kemas mewah bergemerlapan, manakala wajah disolek bahan mekap berwarna-warni.

Pakaian mereka tidak berfungsi sebagai penutup aurat lagi, bukan untuk melindungi kecantikan daripada pandangan lelaki bukan mahram, sebaliknya mendedahkan habis-habisan. Sedangkan amalan itu ditegah. Allah berfirman yang bermaksud: "Dan hendaklah kalian (wanita Islam) tetap di rumah kalian berhias (bersolek) dan mendedahkannya (bertabarruj) seperti mereka lakukan oleh orang-orang jahiliah dulu." (Surah al Ahzab, ayat 33)

Selain terbabit amalan tabarruj, tradisi berpakaian dan bersolek kalangan wanita moden sekarang membuktikan umat manusia akhir zaman terutama wanitanya, sudah jauh berundur ke belakang untuk kembali ke zaman kuno dan mewarisi cara hidup kolot manusia primitif zaman batu, atau setidak-tidaknya mengamalkan cara hidup zaman jahiliah.

Hal ini jelas sekali kerana bukankah amalan menghiasi muka dengan tempelan bahan mekap pelbagai warna yang dilakukan wanita moden sekarang sama dengan amalan menconteng muka yang dilakukan manusia primitif zaman kuno dulu?

Bukankah amalan mendedahkan aurat depan khalayak ramai yang dilakukan wanita moden ini adalah amalan wanita zaman jahiliah. Tidakkah ini satu kesinambungan antara tradisi zaman jahiliah dan tradisi zaman pasca moden ini?

Memang berlaku perubahan positif dalam hal berpakaian untuk menutup aurat di kalangan wanita Islam di negara kita dalam dekad mutakhir ini. Tetapi malangnya, perubahan itu tidak menyeluruh kerana masih ramai yang tetap dengan tradisi berpakaian mereka.

Jika ada yang memenuhi kewajipan menutup aurat, tidak memenuhi tuntutan mengikut kehendak hukum syarak. Contohnya, memang sudah ramai wanita memakai tudung tetapi pada masa sama, memakai baju dan kain atau seluar ketat yang jelas memperlihatkan bahagian tertentu badan mereka.

Berpakaian seperti itu sudah tentu tidak diterima sebagai menutup aurat, kerana menutup aurat dalam Islam bukan sekadar menutup kulit badan, tetapi melindungi rupa bentuk kulit semua bahagian anggota badan.

Allah berfirman yang bermaksud: "Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali apa biasa nampak iaitu wajah dan kedua-dua tapak tangan) dan hendaklah mereka menutup dada mereka dengan kain tudung mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka."

Maksud ayat itu sangat jelas, namun seolah-olah belum dapat difahami wanita. Buktinya mereka tidak mematuhi arahan menutup aurat itu sepenuhnya. Malah, ramai yang langsung tidak menghiraukannya.

Mereka sebenarnya mempersendakan hukum Allah apabila menutup kepala dan rambut sepenuhnya tetapi masih memperlihatkan bentuk anggota badan dalam pakaian yang ketat sendat atau mendedahkan bahagian anggota lain seperti kedua belah betis apabila memakai seluar, skirt atau sarung sempit yang berbelah di bawah.

Masih ramai lagi wanita yang enggan memakai tudung kepala, atau hanya menutup kepala dengan kelubung kecil, menampakkan bahagian depan dan ekor rambut. Ia juga adalah perbuatan yang boleh dianggap sebagai mempersendakan hukum Allah.

Demikian juga dengan amalan memakai tudung kepala pelbagai bentuk dan fesyen. Walaupun mereka berjaya menutup kepala dan rambut, namun masih mendedahkan tengkuk, leher serta sebahagian dada atau memperlihatkan bentuk dada dalam baju yang ketat.

Semua fenomena mendedahkan aurat itu adalah ciri amalan tabarruj, amalan kaum zaman jahiliah. Selain tradisi berpakaian, tradisi bersolek yang termasuk dalam amalan tabarruj kurang diberi perhatian. Seolah-olah larangan dalam hal ini tidak diketahui.

Keadaan wanita yang tidak terbabit dengan tabarruj ialah wanita yang tidak keluar rumah, tidak bercampur-gaul dengan lelaki bukan muhrim dan apabila keluar, tetap memakai pakaian menutup aurat sepenuhnya dan wajah mereka tanpa bersolek.

Golongan terbabit dengan tabarruj ialah wanita yang keluar rumah dengan berpakaian tidak sopan atau berpakaian ala Barat, mendedahkan banyak bahagian aurat atau berpakaian sopan tetapi tidak menutup aurat sepenuhnya atau berpakaian moden, ketat, singkat dan berbelah.

Allah mengetahui akibat baik dan buruk daripada segala tindak-tanduk hamba-Nya, termasuk akibat buruk daripada pendedahan aurat atau perlakuan tabarruj itu. Sehubungan itu, Allah mewajibkan wanita menutup aurat mereka.

Firman Allah bermaksud: "Wahai Nabi, suruhlah isterimu dan anak perempuanmu serta wanita yang beriman, supaya melabuhkan jilbab mereka bagi menutup seluruh tubuh mereka (semasa mereka keluar). Cara yang demikian lebih mudah untuk mereka dikenali (sebagai wanita yang baik), maka dengan itu mereka tidak diganggu. (Ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Surah al-Ahzab, ayat 59)


Pentingnya menjaga kebersihan dalam Islam

MARILAH kita sama-sama meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kepada Allah Subhanahu Wata’ala dengan mengerjakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya, termasuk menjaga kebersihan diri, keluarga, masyarakat, negara dan persekitaran. Semoga kita berjaya dan beroleh keberkatan di dunia dan di akhirat. Kebersihan merupakan amalan yang perlu dipraktikkan dalam kehidupan seharian, sama ada kebersihan rohani atau jasmani, kedua-dua perkara ini tidak boleh dipisahkan kerana kebersihan melambangkan keteguhan iman seseorang kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda, maksudnya: “Dari Abi Malik Al-Sya’ri berkata: sabda Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam: kebersihan itu sebahagian daripada iman.” Islam menganjurkan umatnya supaya sentiasa mengamalkan kebersihan dalam semua perkara yang melibatkan diri sendiri, keluarga, masyarakat dan negara, kerana kebersihan boleh mendatangkan suasana yang tenang, kesihatan yang terjamin dan mencapai kesejahteraan kepada kita semua. Manakala kebersihan diri dari sudut rohani, di antaranya ialah menjaga lidah dari mengumpat dan mencerca, menjaga mata dari memandang perkara yang tidak baik dan sebagainya.

Dari sudut akidah pula kita hendaklah membersihkan diri dari mensyirikkan Allah Subhanahu Wata’ala, dari kekufuran dan segala perkara yang boleh membawa kepada bahaya dan dosa. Sesungguhnya setiap amalan baik dan bersih dari segi rohani dan jasmani adalah disukai Allah Subhanahu Wata’ala kerana Allah Subhanahu Wata’ala sentiasa menyukai hamba-Nya yang sentiasa menyucikan diri, sebagaimana dalam Surah Al Baqarah ayat 222, tafsirnya: “Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang banyak bertaubat dan mengasihi orang yang sentiasa mensucikan diri.”

Amalan kebersihan hendaklah dijadikan sebagai budaya dalam kehidupan kita. Islam sangat mengambil berat aspek kebersihan ini dan memberi keutamaan supaya menjaga kebersihan diri sendiri, tempat tinggal dan tempat ibadat, tempat-tempat awam, tempat makan seperti restoran-restoran dan sebagainya. Islam menggalakkan umatnya membersihkan diri sebelum melakukan tuntutan kewajipan sebelum menunaikan sembahyang, hendaklah terlebih dahulu memastikan diri, pakaian dan tempat sembahyangnya bersih dan terhindar dari segala kotoran. Kita hendaklah peka dan bertanggungjawab untuk menjadikan tempat-tempat ibadat seperti masjid, surau atau balai ibadat sentiasa dalam keadaan bersih. Begitu juga dengan segala kemudahan awam yang disediakan oleh kerajaan seperti tandas atau bilik air. Selain itu tempat-tempat peranginan, tempat-tempat riadah, saliran-saliran, sungai-sungai dan lain-lain hendaklah dijaga supaya sentiasa baik, kelihatan bersih, dan tidak pula dirosakkan oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Bayangkanlah jika pengguna tandas-tandas awam bersikap mengotor-ngotorkan dan merosak-rosakkan kemudahan tersebut, bagaimana pula keadaan pengguna yang lain yang ingin menggunakan kemudahan tersebut. 

Perlu disedari, bahawa pengabaian kebersihan akan menyebabkan tersebarnya pelbagai penyakit seperti denggi, kolera, cirit-birit, keracunan makanan dan sebagainya. Dengan mengabaikan kebersihan juga akan mengakibatkan suasana alam sekitar tidak segar dan tidak sihat. Prinsip kebersihan di dalam Islam seperti yang ditekankan dalam berwuduk dan bersuci dalam ibadat, sepatutnya dihayati dan dijadikan budaya dalam aktiviti kehidupan seharian. Adapun membudayakan amalan hidup bersih ini adalah bermula dari rumah. Oleh itu, ibu bapa hendaklah membimbing dan mengajar ahli keluarga tentang aspek kebersihan. Jadilah keluarga yang mementingkan kebersihan yang akhirnya akan menjadikan masyarakat yang mengutamakan kebersihan. Untuk melahirkan persekitaran hidup yang bersih dan sentiasa kelihatan menarik, perkaraperkara berikut perlulah kita hayati bersama iaitu:

Pertama: kita hendaklah mempertingkatkan kesedaran terhadap kebersihan diri, tempat tinggal, tempat beribadat, tempat kerja dan seluruh tempat awam sebagai cermin kemurnian umat Islam yang mengutamakan kebersihan dalam semua bidang kehidupan.

Kedua: setiap ibu bapa hendaklah mendisiplinkan diri dalam memikul tanggungjawab menjaga kebersihan dan hendaklah memiliki sikap suka kepada kebersihan secara berterusan dengan melaksanakan amalan ini setiap masa dan tempat bagi menjaga imej Islam yang sukakan kebersihan.

Ketiga: mempertingkatkan amalan tegurmenegur dan nasihat-menasihati sesama kita dalam hal menjaga kebersihan. Amalkanlah sikap tidak suka mata, jika ternampak kekotoran. Dengan demikian, ia akan melahirkan perasaan cinta kepada kebersihan dan benci kepada kekotoran.

Keempat: menggunakan kemudahan yang disediakan dengan sebaik mungkin seperti tong sampah, tong kitar semula dan tempat pembuangan sampah awam tanpa membiarkan sampah sarap dan kekotoran bertaburan merata-rata.

Amalan bergotong-royong adalah satu amalan yang terpuji yang menjadi kebanggaan masyarakat kita ketika dahulu. Akan tetapi amalan tersebut sudah semakin berkurangan. Alangkah baiknya amalan tersebut disemarakkan kembali. Sama-samalah kita bergotong-royong membersihkan persekitaran rumah, tempat ibadat, tempat riadah, peranginan dan juga tempat-tempat awam. Janganlah hanya mengharapkan pihak tertentu atau pekerjapekerja sahaja yang melakukannya. Kita juga dapat memainkan peranan serta bekerjasama menjalankan amalan ini.

Selain itu, amalan ini dapat mengeratkan hubungan silaturahim sesama kita dan masyarakat amnya. Firman Allah SubhanahuWata'ala dalam Surah Al Maa-idah ayat 2, tafsirnya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketaqwaan dan janganlah tolongmenolong dalam dosa dan permusuhan (melanggar hukum-hukum Allah Subhanahu Wata’ala).”

Marilah kita sama-sama menghayati dengan sebenar-benarnya erti kebersihan dalam kehidupan ini. Mudah-mudahan dengan mengamalkan kebersihan dalam kehidupan kita, kita akan tergolong di kalangan orang-orang beriman. Amin Ya Rabbal'alamin.

Allah Subhanahu Wata'ala berfirman dalam Surah Ash-Shams, tafsirnya: “Sesungguhnya berjayalah orang yang menjadikan dirinya yang sedia bersih bertambah-tambah bersih dengan iman dan amal kebajikan. Dan sesungguhnya hampalah orang yang menjadikan dirinya yang sedia bersih itu susut dan terbenam kebersihannya dengan sebab kekotoran maksiat.”


Azab Tidak Menutup Aurat Dengan Sempurna

BISMILLAAHIR RAHMAA NIR RAHIIM - DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

"Dan Katakanlah kepada perempuan-perempuan Yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang Yang haram), dan memelihara kehormatan mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali Yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya Dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka, atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak-anak mereka, atau anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi saudara-saudara mereka Yang lelaki, atau anak bagi saudara-saudara mereka Yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba mereka, atau orang gaji dari orang-orang lelaki Yang telah tua dan tidak berkeinginan kepada perempuan, atau kanak-kanak Yang belum mengerti lagi tentang aurat perempuan; dan janganlah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan apa Yang tersembunyi dari perhiasan mereka; dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Wahai orang-orang Yang beriman, supaya kamu berjaya. (Surah An Nur Ayat 31)

Rasulullah s.a.w. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, yang bermaksud: “Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: (l) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat dan mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka ini tidak akan boleh masuk syurga, serta tidak dapat akan mencium bau syurga, padahal bau syurga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (Riwayat Muslim)

Balasan bagi orang yang melanggar larangan Allah, ialah azab yang amat pedih, antaranya: Balasan wanita yang membuka rambut kepalanya selain suaminya, akan digantung dengan rambutnya di atas api neraka sehingga menggelegak otaknya, berterusan selama ia tidak menutupnya. Dada yang sengaja dibuka atau ditonjolkan supaya kelihatan seksi, akan di gantung atas api neraka dengan pusat dan buah dadanya diikat dengan rantai neraka sebagai penggantungnya. Betis dan paha yang terselak-selak, sedia untuk dipanggang..pedihnya tidak terkira. Wanita di luar rumah di tuntut supaya memakai pakaian seperti pakaian dalam sembahyang. bezanya, mungkin pendek sedikit bagi tujuan memudahkan pergerakkan. Tidak boleh terlalu ketat, sehingga menampakkan gerak punggung. sekalipun tebal seperti seluar jeans, tidak nipis atau jarang sehingga memperlihatkan apa yang di dalam. berseluar panjang boleh tetapi hendaklah dilabuhkan pakaian luarnya.

Gambaran Siksaan Diriwayatkan oleh Bukhari dari Samurah bin Jundub : "Pada suatu hari Rasulullah SAW sesudah solat mengadapkan muka beliau kepada kami dan berkata : "Siapa di antara kamu yang bermimpi malam tadi ?" Orang yang bermimpi menerangkan mimpinya. Mendengar itu, Rasulullah SAW bersabda :"Masha Allah !" Di hari yang lain, tiada siapapun yang bermimpi. Rasulullah SAW berkata kepada kami, kebetulan saya bermimpi malam tadi. "Saya melihat dua orang lelaki datang kepadaku, kedua orang itu memegang kedua tanganku, membawa aku keluar ke bumi suci. Tiba-tiba saya melihat seorang lelaki duduk sementara seorang lagi berdiri. Dia memegang alat yang dibuat dari besi dan mecocokkanya ke mulut hingga ke kerongkong kemudian dicabut kembali dan diulangi semula. Begitulah yang dikerjakan oleh keduanya silih berganti". Lalu aku bertanya : "Siapakah mereka ini". Kedua orang (malaikat) yang membawaku tidak menjawab, malah menyuruhku terus berjalan. "Sambil berjalan, tiba-tiba saya melihat seorang lelaki sedang berbaring terlentang dan seorang lagi lelaki berdiri di sampingnya memegang batu sebesar penumbuk. Lalu dihempapkannya batu itu ke kepala pemuda berbaring tadi sehingga berkecai kepalanya. Setelah itu digulingkannya batu itu lalu diambil oleh pemuda yang dihempap batu tadi dan kepalanya normal semula. Kemudian diserahkan kebali batu itu kepada lelaki tadi dan dia menghempap semula kepala lelaki terlantang tadi dengan tidak berhenti-henti". Lalu aku bertanya : "Siapakah mereka ini". Kedua orang (malaikat) yang membawaku tidak menjawab, malah menyuruhku terus berjalan. "Tiba-tiba kami sampai ke sebuah jurang seperti tungku yang sempit di bahagian atasnya, tengahnya luas dengan nyalaan api dengan 2 orang yang telanjang dibakar api, seorang lelaki dan seorang perempuan. Kedua-duanya hampir tercampak keluar akibat dari gelojakan api tersebut, tiba-tiba api terpadam dan kedua-dua terjatuh ke dasar jurang tersebut. Kemudian api dinyalakan semula dan hal ini terus berlaku berulang-ulangkali." Lalu aku bertanya : "Siapakah mereka ini". Kedua orang (malaikat) yang membawaku tidak menjawab, malah menyuruhku terus berjalan. "Kemudian kami sampai ke sebuah sungai darah. Terdapat 2 lelaki di dalam sungai tersebut di mana lelaki yang pertama memegang seketul batu berada di tengah-tengah sungai. Sementara lelaki yang kedua mengadap lelaki yang pertama, dia mahu keluar dari sungai itu. Namun setiap kali dia cuba keluar dia dilempar dengan batu oleh lelaki yang pertama tadi dan terjatuh semula ke dalam sungai. Keadaan ini terjadi berulang-ulang kali." Lalu aku bertanya : "Siapakah mereka ini". Kedua orang (malaikat) yang membawaku tidak menjawab, malah menyuruhku terus berjalan. "Tiba-tiba saya sampai di taman yang hijau dan terdapat sebatang pohon yang besar. Di bawah pohon itu terdapat seorang lelaki tua yang sedang menyalakan api bersama-sama dengan beberapa orang anak. Kedua-dua malaikat yang membawaku, lalu membawaku naik ke atas pohon itu. Kemudian keduanya membawaku memasuki gedung yang amat indah yang belum pernah aku lihat. Di dalamnya ada golongan tua dan ada yang masih muda." Aku dibawa naik lagi. Tiba-tiba aku memasuki gedung yang lebih indah lagi. Ketika itu aku bertanya kepada kedua lelaki yang membawa aku: "Kamu telah membawa aku jauh mengembara pada malam ini, terangkan kepadaku apa yang telah aku lihat" Keduanya menjawab : "Orang yang engkau lihat memasukkan alat besi sampai ke kerongkongnya adalah pembohong yang sedang berbohong. Ia disiksa begitu hingga hari qiamat." "Orang yang dipecahkan kepalanya dengan batu adalah orang yang pandai membaca al-Quran, tetapi dia tidur dengan al-Quran di malam hari (tidak membacanya) dan tidak mengamalkannya di siang hari. Begitulah siksaannya hingga hari qiamat". Orang yang engkau lihat di dalam jurang adalah penzina dan di dalam sungai adalah pemakan riba. Orang tua yang berada di bawah pohon adalah Nabi Ibrahim sedangkan anak-anak yang berada di sisinya adalah anak-anak manusia. Yang menyalakan api adalah Malik, penjaga Neraka. Gedung indah yang pertama ialah untuk semua orang-orang beriman sementara gedung yang lebih indah adalah untuk para syuhada'. Saya adalah Jibril dan ini Mikail." Kemudian mereka menyuruh aku mengangkat kepala lalu aku melihat mahligai seperti awan tingginya. Kedua maliakat itu berkata : "Itulah tempat bagimu" Lalu aku berkata : "Biarkan aku memasukui mahligaiku" Jawab mereka : "Umurmu masih ada, sesudah engkau wafat, barulah engkau dibenarakan masuk"
Berikut adalah gambaran siksaan dan pembalasan yang diperlihatkan kepada Rasulullah SAW semasa peristiwa Isra' dan Mikraj. Peristiwa Isra'

1. Orang yang bercucuktanam mengeluarkan hasil yang banyak dan cepat.Gambaran orang yang membelanjakan harta di jalan Allah

2. mencium bau yang wangi iaitu bau tukang sikat Firaun yang beriman kepada Allah

3. Sekumpulan manusia menghempap kepala masing-masing dengan batu berulangkali. Gambaran orang yang berat melakukan solat fardhu.

4. Kumpulan manusia telanjang memakan rumput berduri, buah zakkum yang sangat pahit dan makan bara api Jahannam. Balasan orang yang tidak suka menderma, bersedeqah dan tidak mengeluarkan zakat.

5. Orang yang mengguntingkan lidah tidak berhenti-henti. Balasan orang yang bercakap tetapi tidak mengamalkannya.

6. Ssekumpulan manusia makan daging busuk sedangkan ada daging baik, balasan orang yang berzina sedangkan dirinya ada isteri yang sah.

7. Orang yang tenggelam timbul dalam lautan darah dan dilemparkan dengan batu. Balasan orang yang makan riba.

8. Kumpulan manusia mencakar-cakar muka dan dada dengan kuku yang tajam. Balasan orang yang suka mengumpat.

9. Orang yang membawa berkas kayu yang banyak tidak terangkat olehnya. Balasan oarang yang menerima amanah tetapi tidak sanggup melaksanakannya.

10. Seekor lembu keluar dari lubang kecil tetapi tidak dapat masuk semula ke dalam lubang tersebut. Gambaran orang yang suka bercakap besar.


Peristiwa Mi'raj

1. Wanita menangis sambil meminta pertolongan tetapi tiada yang sanggup membantu. Gambaran balasan wanita yang berhias bukan kerana suaminya.

2. Wanita tergantung pada rambutnya, otaknya menggelegak dalam periuk. Balasan wanita yang tidak menutup auratnya (rambut)

3. Wanita berkepala seperti babi, badannya seperti kaldai dan menerima berbagai balasan wanita yang suka membuat fitnah, bermusuh dengan jiran dan membuat dusta.

4. Wanita yang mukanya hitam dan memamah isi perutnya sendiri. Balasan wanita yang mengoda dan menghairahkan lelaki.

5. Lelaki dan wanita yang ditarik kemaluannya ke depan dan ke belakang serta dilontar mukanya ke api neraka. Kemudian ditarik dan dipukul hingga keluar api dari badannya. Balasan orang yang membesarkan diri dan takabur kepada orang ramai.

6. Lelaki dan wanita dimasukkan besi pembakar daging dari duburnya, keluar hingga ke mulutnya. Balasan orang yang membuat fitnah, mengejek dan mencaci.

7) Wanita tergantung rambutnya di pohon Zakkum, api neraka membakarnya lalu kering kecut dagingnya terbakar. Balasan wanita yang minum ubat untuk membunuh janin.

8. Wanita dibelenggu dengan api neraka, mulutnya terbuka luas, keluar api dari perutnya. Balasan wanita yang menjadi penyanyi tidak sempat bertaubat.

9. Lelaki dan wanita yang masuk api ke dalam perut dari duburnya lalu keluar dari mulut. Balasan orang yang makan harta anak yatim.

10. Lelaki dan wanita kepalanya terbenam dalam api, dituang pula air panas ke badannya lalu melecur seluruh tubuhnya. Balasan orang yang berusaha ke arah pergaduhan sesama manusia.



Adat vs Syariat

Faktor yang paling utama dalam kehidupan adalah masalah keselarasan antara adat  dengan aqidah dan syariah Islam. Setiap adat yang bisa selaras dan tidak bertabrakan langsung dengan keduanya, sebenarnya tidak perlu dihancurkan. Bahkan dalam beberapa kasus, adat dan kebiasaan itu malah bisa dijadikan landasan hukum Islam.Tapi apabila kita salah mengikuti pada adat yang tak sesuai dengan syariah , itu sangatlah berbahaya. Kita harus bisa memilah adat istiadat yang berkembang di tengah masyarakat itu, adat dibagi  menjadi tiga jenis, bila dipandang dari sisi keselarasan dengan aqidah dan syariah.

a. Adat yang Sejalan dengan Agama

Banyak sekali adat yang telah berkembang di masyarakat ini.Bermacam-macam adat dari berbagai kalangan. Adat bisa menjadi nilai pahala dan bisa menjadi sebuah dosa dan kesalahan. Adat yang menimbulkan pahala yaitu adat yang sesuai dengan syar’I dan juga tidak bertentangan. Adat yang tidak bertentangan dengan hukum syar’i maka seseorang yang menjalankannya itu akan mendapat nilai pahala.

Beberapa diantara adat yang sesuai dengan hokum syar’i yaitu : sholawat albarjanji untuk menyambut datangnya pasangan pengantin atau saat kelahiran bayi, dan sebagainya.

b. Adat yang Bertentangan dengan Agama

Selain adat yang sejalan atau selaras dengan agama baik aturan ataupun tata caranya , ada juga adat yang bertentangan dengan syariah agama.Dan semua itu telah tertanam di masing-masing jiwa masyarakat, dan itu sangat sulit untuk dihilangkan.

Contoh adat yang bertentangan dengan syariah agama islam antara lain: sabung ayam, adu domba, pergi kedukun,menyembah pohon keramat, tradisi nglarung, dan sebagainya. Semua itu sudah menjadi kebiasaan yang sangat melekat pada diri masing-masing masyarakat. Adat/kebiasaan diatas sangatlah bertentangan dengan hukum syar’I. Semua itu bisa menyebabkan kemusyrikan. Hanya iman dan taqwa yang bisa menghindarkan diri dari perbuatan musyrik tersebut.

c. Adat yang Masih Jadi Khilaf di Kalangan Ulama

Selain kedua jenis adat istiadat di atas, masih ada satu lagi jenis adat yang berada di tengah-tengah. Adat ini tidak bisa dikatakan adat yang pasti bertabrakan dengan aqidah dan syariah, namun juga tidak 100% disepakati oleh ulama tentang hukum kebolehannya. Di antara contoh yan bisa disebut untuk mewakili jenis adat ini adalah budaya tahlilan atau mengirim pahala bacaan Al-Quran kepada orang yang sudah wafat.

Sebagian ulama memandang bahwa kebiasaan ini tidak sesuai dengan dalil-dalil syariah, sehingga menganggap adat ini sebagai sesuatu yang baru dan harus dihilangkan. Sebaliknya, sebagian ulama lain memandang bahwa tetap ada dalil-dalil yang membenarkan diterimanya pahala bacaan Al-Quran kepada orang yang sudah wafat.

Penyebab Perbedaan Pendapat

Penyebab perbedaan pendapat di antara mereka adalah adanya atsar yang berbeda dan bertentangan. Mereka yang mendukung pendapat tentang tidak sampainya pahala bacaan Al-Quran kepada orang mati, biasanya berdalil dengan nash-nash berikut:

Yaitu bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (QS. An-Najm:38-39)

Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Yaasiin:54)

Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (QS. Al-Baqaraah 286)

Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, anak yang shalih yang mendo'akannya atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya. (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa'i dan Ahmad)

Tentu saja tidak semua orang sepakat dengan pendapat ini, karena memang ada juga dalil lainnya yang menjelaskan bahwa masih ada kemungkinan sampainya pahala ibadah yang dikirimkan atau dihadiahkan kepada orang yang sudah mati. Misalnya hadits-hadits berikut ini:

Dari Ma'qil bin Yasar ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bacakanlah surat Yaasiin atas orang yang meninggal di antara kalian." (HR Abu Daud, An-Nasaa'i dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

Jantungnya Al-Quran adalah surat Yaasiin. Tidak seorang yang mencintai Allah dan negeri akhirat membacanya kecuali dosa-dosanya diampuni. Bacakanlah (Yaasiin) atas orang-orang mati di antara kalian. (HR Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim) Hadits ini dicacat oleh Ad-Daruquthuny dan Ibnul Qathan, namun Ibnu Hibban dan Al-Hakim menshahihkannya.

Dari Abi Ad-Darda' dan Abi Dzar ra berkata, "Tidaklah seseorang mati lalu dibacakan atasnya surat Yaasiin, kecuali Allah ringankan siksa untuknya." (HR Ad-Dailami dengan sanad yang dhaif sekali)


Adalah Ibnu Umar ra. gemar membacakan bagian awal dan akhir surat Al-Baqarah di atas kubur sesuah mayat dikuburkan. (HR. Al-Baihaqi dengan sanad yang hasan).

Dengan adanya pendapat yang berbeda diantara beberapa ulama, maka dari itu kita tidak bisa  mengatakan bahwa tahlilan dan kirim do’a itu adalah suatu adat yang benar atau yang salah, karena masing-masing golongan mempunyai dasar hukum yang benar. Baik itu hadits maupun firman Allah semua itu bisa dijadikan dasar hukum.


Cinta Allah Dan Rasul

Diriwayatkan dari Ibnu Sihab  (dimana) telah menginformasikan padaku Anas bin Malik ra., bahwa Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang suka diluaskan rezekinya dan dipanjangkan (sisa) umurnya, maka sambunglah (tali) kerabatnya. (HR. Bukhari)


Kosakata:

أَحَبَّ : suka

أَنْ يُبْسَطَ : untuk diluaskan

يُنْسَأَ : dipanjangkan

أَثَرِهِ  : (sisa) umurnya

فَلْيَصِلْ : maka sambunglah

رَحِمَهُ : kerabatnya


Takhrij: Karena terdapat dalam Shahihain (dua kitab sahih, yaitu Bukhari (no. 2043) dan Muslim (no. 6476), maka hadis tersebut ternilai sahih. Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 1694), Ibnu Hiban (no. 473), dan al-Baihaqi (no. 13381), di mana kesemuanya dari sahabat Anas bin Malik ra.

 Syarah Hadis:

عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ

Dari Anas, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman. (yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka.” (H.R. Bukhari Muslim)

قُلۡ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُڪُمۡ وَإِخۡوَٲنُكُمۡ وَأَزۡوَٲجُكُمۡ وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَٲلٌ ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَـٰرَةٌ۬ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَمَسَـٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَآ أَحَبَّ إِلَيۡڪُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍ۬ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِىَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦ‌ۗ وَٱللَّهُ لَا يَہۡدِى ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَـٰسِقِينَ – ٢٤

Katakanlah: “Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA”. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (At-Taubah 9: 24)

Cinta adalah rasa sayang, empati, keinginan untuk memiliki dan dimiliki,  yang di tanamkan Allah SWT di lubuk hati manusia. Rasa cinta adalah anugerah Allah tiada terhingga, baik cinta kepada lawan jenis (kekasih hati), cinta isteri kepada suami atau sebaliknya, cinta anak kepada orangtua atau sebaliknya, cinta manusia kepada harta benda yang dimilikinya, rasa cinta adik kepada kakaknya atau sebaliknya, cinta kepada sanak saudara, kepada sesama manusia,  cinta kepada hewan (fauna) bahkan kepada alam tumbuh-tumbuhan (flora).

Fitrah manusia adalah  mencintai dan dicintai.Manusia akan merasakan nikmat mencintai kekasihnya, orang tuanya, orang sekitarnya dan sesamanya.Manusia mencintai orang tua karena keduanya telah melahirkan, mendidik, dan membesarkannya. Manusia mencintai lawan jenis karena  wajah, pisik,  kekayaan,  keturunan, pendidikan ataupunkarena nafsu. Namun rasa cinta itu, sesungguhnya hal itu takkan pernah terjadi kalau bukan karena rahmat Allah SWT. Karena itu barangsiapa yang mencintai  Allah dan Rasul-Nya  serta berjihad dijalan Allah niscaya dia akan merasakan manisnya iman. Sabda Rasulullah

عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا

 ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ

Dari Anas, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman. (yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka.” (H.R. Bukhari Muslim)

Cinta kepada sesama manusia, harta benda dan alam semesta ini, sifatnya fana. Sewaktu-waktu Allah bisa mengambilnya dari genggaman manusia. Bila Allah ingin mencabut nyawa orang yang kita cintai, tidak ada manusia yang bisa menghalangi.

Diingatkan oleh Rasulullah SAW, bagi orang-orang yang beriman, rasa cinta kepada anak – isteri-suami, harta benda, dan alam semesta ini, tidaklah boleh melebihi kecintaan kepada  Sang Khalik, Yang Maha Pencipta.

Dari Anas r.a, Rasulullah SAW bersabda :

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Tidak sempurna keimanan seseorang diantara kalian hingga ia lebih mencintai aku daripada kedua orangtuanya, anaknya, dan manusia semuanya.”

Ciri utama orang beriman adalah mencintai Allah dan Rasulnya. Rasa cinta itu harus dibuktikan denga keteguhan iman dan ketabahan serta keikhlasan dalam menjalani segala ujian. Cinta kepada Allah harus dibuktikan dengan ketekunan melaksanakan ibadah, kerelaan berkorban harta benda bahkan kalau perlu jiwa.

Makin tinggi rasa cinta kepada Allah, makin berat pula ujiannya, terutama ujian dalam bentuk godaan tahta, harta dan wanita. Para Nabi Allah saja, harus menjalani berbagai ujian untuk  membuktikan cinta mereka kepada Allah. Nabi Ayyub AS misalnya, bertahun-tahun diberikan penyakit yang tak bisa diobati. Nabi Nuh AS diberi cobaan dengan keingkaran anak, isteri dan umatnya sampai Allah mendatangkan banjir besar. Nabi Yunus diuji 40 hari tinggal dalam perut ikan hiu. Begitu juga nabi Musa AS yang diberi ujian menghadapi kedzaliman Fir’aun dan pengkhianatan dari umatnya. Nabi Yusuf AS diuji dengan godaan kecantikan Siti Zulaikha.

Bila seseorang sudah sempurna kecintaannya kepada Allah dan Rasululullah, disitulah manusia akan merasakan manisnya iman. Di saat itulah, orang-orang beriman tidak lagi menjadi hubuddunnia atau mencintai dunia melebih kecintaannya kepada Allah. Cinta yang ekstrim, diperlihatkan oleh para sufi yang hidup mereka hanya untuk memuja  dan beribadah Allah, mengabaikan duniawi. Rabi’ah al’Adawiyah contohnya, karena cintanya kepada Allah tidak mau berbagi, beliau tidak mau menikah, punya anak dan menolak godaan harta benda. Seluruh hidupnya hanya digunakan untuk beribadah, dzikir, bertasbih dan tahmid kepada Allah SWT.

Adapun tiga perkara yang menjadikan seseorang dapat merasakan manisnya iman, antara lain :

a. Mencintai Allah dan Rasul – Nya melebihi cintanya kepada selain keduanya.

b. Mencintai dan membenci seseorang tidak lain karena Allah SWT.

c. Membenci melakukan kekufuran setelah dirinya beriman.

Rasulullah SAW bersabda:

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اِلإِيْمَانِ : أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا

“Ada tiga perkara yang bila seseorang memilikinya, niscaya akan merasakan manisnya iman, ‘Yaitu, kecintaannya pada Allah dan RasulNya lebih dari cintanya kepada selain keduanya……”. (HR. Bukhari )

Seseorang yang mencintai Allah, maka dia selalu ingat kepadaNya, kapanpun dan dimanapun, baik ketika sedang berdiri, sedang duduk, sedang berbaring atau ketika sedang melakukan apapun.  Mencintai Allah haruslah diwujudkan dengan iman yang tinggi, melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangannya. Cinta kepada Allah harus dibuktikan dengan melaksanakan secara murni dan konsekuen semua  Rukun Iman, Rukun Islam dan seluruh syari’at Islam.

Betapa nikmatnya mencintai ‘Tuhan Yang Maha Hidup’ yang telah menghidupkan. Maka kecintaan kepada Allah sudah seharusnya menjadi cinta yang paling utama daripada kecintaan kepada duniawi. Cinta kepada Allah merupakan keabadian, tidak hanya  ketika manusia hidup di muka bumi bahkan sampai mereka meninggal dunia sampai ke yaumil mahsyar, alam keabadian.

Seseorang yang mencintai Tuhannya, maka hatinya hanya diisi oleh semua Nama-nama Tuhan yang indah’, sehingga tidak ada tempat di hatinya untuk yang selainnya, karena tiada yang lebih utama baginya selain selalu mengingatnya, mengagungkannya dan mencari keridhoannya. Manusia beriman, hari-hari hidupnya akan diisi dengan dzikir, tahlil dan tahmid memuji Allah.

Cinta kepada Nabi Muhammad SAW adalah manifestasi cinta kepada Allah SWT. Rasulullah adalah utusan yang membawa dan menyebarkan wahyu kebenaran Allah kepada semua umat manusia. Rasulullah adalah hamba yang paling disayangi Allah, maka manusia yang beriman, berkewajiban pula menyayangi apa yang disayangi Allah SWT.

Mencintai  Rasulullah tidaklah sekedar ucapan tetapi harus diwujudkan dengan melaksanakan semua ajaran dan contoh teladan yang diberikan Rasulullah. Nabi Muhammad diutus Allah untuk memperbaiki akhlak manusia. Maka, orang yang mencintai Rasululullah harus membuktikan mereka memiliki akhlaqul karimah yang sesuai dengan akhlak Rasul.Wujud nyata kecintaan kepada Rasululullah, terlihat  dari pelaksanakan semua perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Kecintaan kepada Rasulullah juga diwujudkan dengan selalu mengingat nama beliau, mengucapkan salawat dan mendoakan beliau.

Rasulullah SAW bersabada:

مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

“Barangsiapa bershalawat atasku sekali, niscaya Allah bershalawat atasnya sepuluh kali.” (HR. Muslim)

Mencintai  Rasul haruslah sepenuh hati ikhlas dan penuh rasa iman dan pengorbanan. Orang-orang yang mencintai Rasul memiliki keyakinan bahwa mereka juga akan dicintai Rasulullah dan akan mendapat syafaat di kehidupan akhirat kelak. Karena memang begitulah yang dijanjikan Rasulullah SAW.

وَمَا أَعْدَدْتَ لِلسَّاعَةِ ». قَالَ حُبَّ اللَّهِ وَرَسُولِهِ قَالَ « فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ ».
 قَالَ أَنَسٌ فَمَا فَرِحْنَا بَعْدَ الإِسْلاَمِ فَرَحًا أَشَدَّ مِنْ قَوْلِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- « فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ ».
قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِأَعْمَالِهِمْ.

Dari Anas bin Malik, ia berkata: “seseorang datang menemui Rasulullah  : “Wahai Rasulullah, kapan akan terjadi hari kiamat?” beliau bersabda: “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” ia menjawab: “kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.” Lalu beliau bersabda: “sesungguhnya engkau akan bersama-sama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Muslim)

Cinta kepada Allah dan rasul tidaklah hanya cukup sekedar diucapkan sebagai pemanis bibir tetapi  harus mampu diwujudkan sebagai muslim yang kaffah dalam kehidupan sehari-hari,  terlihat nyata dalam perilaku yang akhlaqul karimah. Semoga!!!

Mati Dalam Hidup

Rasulullah s.a.w bersabda: “Bila hati seorang sudah dimasuki Nur, maka itu akan menjadi lapang dan terbuka.”Setelah mendengar ucapan Rasulullah s.a.w. itu orang banyak bertanya:“Apakah tandanya hati yang lapang dan terbuka itu ya Rasulullah? Rasulullah menjawab:“Ada perhatiannya terhadap kehidupan yang kekal di akherat nanti, dan timbul kesadaran dan pengertian terhadap tipu daya kehidupan dunia sekarang ini, lalu dia bersedia menghadapi mati sebelum datangnya mati.” (H.R. Ibnu Jurair)

Bersedia menghadapi mati sebelum datangnya mati adalah pelajaran luar biasa berhikmahnya dari hadits ini. Statement ini mengisyaratkan kepada kita untuk berlatih mati dalam rangka menghadapi proses kematian, agar dapat mati dalam keadaan sukses.

Lalu bagaimanakah bentuk sukses dari sebuah kematian itu? Berbicara mengenai hal ini, Nabi Ibrahim berpesan kepada anak-anaknya:

“Janganlah sampai kamu meninggal dunia padahal kamu tidak menyerahkan dirimu (Total Submission) kepada ALLAH.” (Q.S. Ibrahim : 152)

Orang yang menyerahkan diri secara total kepada ALLAH adalah orang yang dekat kepada-NYA, oleh karena itu kematiannya adalah sebuah kesuksesan. “Adapun bila yang meninggal itu adalah orang-orang yang mendekatkan diri (kepada ALLAH). Maka (kematian baginya) adalah lega, semerbak dan nikmat sekali.” (QS. Waqi’ah : 89-90). Ibrahim a.s. mengisyaratkan bahwa kematian yang sukses adalah kematian dalam keadaan “penyerahan diri secara total kepada ALLAH semata”. Karena memang: “Sesungguhnya hidupku dan matiku hanyalah untuk ALLAH semata.(QS. Al An’am : )

Tentang Sukses Kematian, Rasulullah bersabda: “Siapa yang suka menemui ALLAH, ALLAH suka menemuinya, dan barang siapa benci menemui ALLAH, ALLAH benci pula menemuinya.”Setelah mendengar sabda Rasulullah ini banyak para sahabat yang menangis. Melihat itu Rasulullah bertanya kepada mereka, kenapa menangis? Mereka menjawab: “Semua kami membenci mati ya Rasulullah. Maka berkatalah Rasulullah:

“Bukan demikian yang dimaksud, tetapi adalah ketika menghadapi sakaratil maut.”

Sebagaimana kehidupan yang indah, kematian yang indah adalah kematian dengan kondisi jiwa penuh dengan ke-“Tauhid” an. Jiwa yang dipenuhi dengan menafikan segala bentuk penuhanan terhadap sesuatu selain ALLAH dan terus-menerus meneguhkan (isbatkan) penuhanan kepada ALLAH semata-mata. Karena: Lailaha ilalloh adalah ucapan AKU Lailaha ilalloh adalah AKU Lailaha ilalloh adalah benteng AKU.Siapa yang masuk dalam benteng AKU dengan mengucap Lailaha ilalloh lepas dari aniaya-KU. (Hadits Qudsi)

Dalam hidup berbekal Tauhid, dalam menghadapi sakaratul maut berbekal Tauhid, jiwa pergi dari jasad membawa Tauhid. Jika kesadaran telah dipenuhi dengan “Tauhid” kehidupan kita akan bebas dari aniaya ALLAH, demikian juga dengan kematian kita.

Oleh karena itu seperti diriwayatkan oleh Muslim dari Sa’id Al-Khudri r.a beliau berkata : “Saya mendengar Rasulullah s.a.w bersabda:“Talkinkanlah olehmu orang yang mati di antara kamu dengan kalimat La ilaha illallah. Karena sesungguhnya, seseorang yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya, maka itulah bekalnya menuju surga.”

Masuk ke dalam benteng SANG AKU: Lailaha ilalloh, tentunya bukan sekedar ucapan lisan saja. Akan tetapi telah diyakini dengan qalbu dan telah disaksikan dengan sepenuh jiwa. Dengan kondisi kesadaran yang demikian maka qalbu menjadi terbersihkan dari segala kotoran-kotoran dosa, selalu terisi dengan keimanan, ingatan selalu tertuju kepada ALLAH dan sikap jiwa dalam keadaan berserah diri total kepada ALLAH, sebagai pemilik hidup kita. Penyerahan diri dengan kesadaran kepada ALLAH Yang Maha Esa.

Seperti dikatakan oleh Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali (wafat 1111): “At Tauhid al-khalis an layaraha fii kulli syai’in ilallah” (Tauhid sejati adalah penglihatan atas Tuhan dalam segala sesuatu). Dengan Tauhid ini, manusia menjadi sadar kedudukannya bahwa tubuhnya adalah semata-mata bentuk Kuasa ALLAH (melihat Tuhan dalam tubuhnya), sebagaimana alam semesta raya. Harus kembali kepada-NYA dalam posisi tunduk patuh sebagaimana tunduk patuhnya alam semesta. Semua adalah bentuk Kuasa ALLAH, Energi ALLAH, Daya ALLAH karena sesungguhnya: La haula walaa quwwata illa billahil aliyyil adziem.

Dengan Tauhid pula manusia sadar bahwa, hidup yang ada didalam dirinya (melihat Tuhan tidak terpisahkan dari hidupnya), yang menyebabkan badan bisa hidup bergerak serta membuatnya menjadi makhluk sadar adalah roh yang berasal dari-NYA – “Min Ruhi” atau Roh SANG AKU. Milik-NYA semata-mata dan aksioma akan kembali kepada-NYA. Tidak ada rasa peng-“aku” an atas hidup, jiwa dan roh yang ada di dalam badan ini. Ia adalah milik-NYA dan akan kembali kepada-NYA.Dengan kondisi psikologis yang demikian orang akan lebih tenang dengan bertawakal kepada ALLAH semata dalam menghadapi situasi kritis saat ajal menjemput. Karena ia telah sadar bahwa:

Mati adalah untuk kembali ke Asal atau Sumber dari hidup, yaitu ALLAH...

Mati adalah perjalanan menuju ALLAHo Mati adalah saat menemui ALLAH...

Mati adalah Bersaksinya roh atas Wajah ALLAHo Mati adalah untuk Merasakan Kedekatan/ Kesatuan dengan ALLAH

Pelatihan Mati Sukses,Seperti Jawaban Rasulullah kepada para Sahabatnya: “Ada perhatiannya terhadap kehidupan yang kekal di akherat nanti, dan timbul kesadaran dan pengertian terhadap tipu daya kehidupan dunia sekarang ini, lalu dia bersedia menghadapi mati sebelum datangnya mati.”

Jika kita simak hadits nabi tersebut, Rasulullah telah memberikan motivasi kepada kita tentang bagaimana hendaknya umatnya melakukan latihan untuk menghadapi mati sebelum datangnya kematian, agar dapat sukses ketika menghadapinya nanti. Saya senang menyebutnya dengan istilah pelatihan mati khusyuk. Proses pelatihan ini berangkat dari filosofi tentang Hakikat manusia yang diajarkan Tuhan melalui al qur’an.

Yang pertama,
 

Kematian itu adalah proses kembali menemui Tuhan sama dengan sholat, dzikir atau itikaf. Oleh karena itu kita posisikan Kesadaran sesuai dengan surat: Al ‘Araf : 29 : "Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)." Meluruskan muka atau diri adalah menumpahkan dan memusatkan seluruh perhatian kepada ALLAH semata. Dan dibekali dengan keikhlasan dengan tingkat kesadaran seperti dinyatakan qur’an: “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS Al An’am : 162). Dan seperti dijadikan pada mulanya yaitu bayi lahir, bayi itu suci, tidak merasa bisa tidak merasa pandai bahkan dipanggil namanya tidak tahu/bodoh. Semua yang ada nikmat ALLAH, kepunyaan ALLAH harus kembali kepadaNYA seperti pada mulanya yaitu seperti bayi lahir suci, perasaan tidak bisa apa-apa. Berserah diri total.

Yang kedua,

Tahu Tujuan Kematian. Tidak lain adalah Tuhan Semesta Alam – ALLAH. Tuhan seperti yang dijelaskan dalam surat Al Iklash: “Tuhan ALLAH Yang Maha Esa. Tuhan ALLAH tempat meminta. Dia tidak beranak dan tidak pula dilahirkan sebagai anak. Dan tidak ada sesuatupun yang ada persamaannya dengan DIA.” (Al Iklash ) Al Fajr 27-28 dan Tuhan yang dijelaskan dalam surat Fushilat : 54 : “Bukankah mereka masih dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhannya? Bukankah DIA-NYA meliputi segala sesuatu.”

Yang ketiga,

Mati adalah proses menemui ALLAH. Tidak lain adalah proses mendekatkan diri kepada ALLAH. Proses mendekatkan diri kepada ALLAH adalah proses menjalankan jiwa kepada tujuannya , yaitu ALLAH. Dalam proses kematian, yang berjalan adalah jiwa dengan min ruhinya, bukan pikiran atau hati. Seperti Firman ALLAH: “Wahai jiwa yang tenang masuklah kedalam Surga-KU”. Adalah jiwa dengan min ruhinya, bukan badan, pikiran dan hati. Saat kematian, seyogyanya jiwa dijalankan kepada ALLAH dengan terus mengingat ALLAH (seperti yang telah diuraikan dalam buku ON-LINE dengan ALLAH). Dengan ingat kepada ALLAH, jiwa akan semakin meluncur mendekat kepada ALLAH. Pada posisi in, dalam batin hendaknya juga dikembangkan “Baik Sangka” kepada ALLAH, sebab sikap yang demikian akan menuntun kepada keadaan yang menjadi persangkaan kita. Sesuai dengan rumus “AKU adalah menurut persangkaan hamba-KU tentang AKU dan AKU bersama dia bila dia memanggil AKU”.

Yang Keempat,

Menyadari eksistensi sebagai manusia. Bahwa tubuh manusia sebagai prototipe alam semesta adalah bentuk Kekuasaan ALLAH yang Maha Dasyhat, Maha Luar Biasa. Sedangkan jiwa manusia dengan min ruhinya adalah berasal dari ALLAH, secara ilahiah adalah SATU dengan ALLAH. Oleh karena itu harus disadari bahwa tubuh ini bukan tubuh milik kita akan tetapi Kuasa ALLAH, dan jiwa ini adalah min ruhi – Roh milik ALLAH. Disini kedirian menjadi lenyap karena yang ada hanya Kuasa ALLAH dan Roh ALLAH keduanya adalah milik ALLAH aspeknya ALLAH. Aksiomatis kembali kepada ALLAH.

Yang kelima,
 

Lihatlah kembali ke diri kita manusia. Perhatikan keluar masuknya nafas itu adalah pertanda adanya hidup adanya roh dalam tubuh sehingga hidup bergerak, itu adalah kinerja-NYA ALLAH, perbuatan-NYA ALLAH. Keluar masuknya nafas adalah tanda adanya hidup-NYA ALLAH yang ada dalam tubuh, adanya min ruhi, Roh ALLAH yang meresapi seluruh tubuh ini. Roh ALLAH yang meresapi seluruh Qudrat ALLAH – tubuh. Selanjutnya Perhatikan juga sang otak yang netral – sebagai jembatan antara roh yang metafisika dan tubuh yang fisika. Yang bertugas sebagai regulator kesadaran manusia, berikan informasi yang benar kepada otak, install informasi tentang kebenaran ketuhanan. Sehingga hiduplah manusia dengan kesadaran berketuhanan secara benar:”Tiada Tuhan selain ALLAH dan Muhammad adalah utusan ALLAH”.

Yang Keenam,

Dengan kesadaran yang telah diperoleh kini serahkanlah, kembalikanlah, dudukkan pada posisi yang sebenarnya - segala eksisensi yang ada kepada SUMBER nya, kepada PUSAT nya, kepada ALLAH.- Tubuh, Pikiran, Hati adalah Qudrat ALLAH kembali kepada pemilik Qudrat yaitu ALLAH- Jiwa dengan minruhinya adalah milik ALLAH kembali kepada ALLAH- Rasa Ingat/ Rasa Jati/ Rasa ber Tuhan kembali kepada ALLAH. Semua kembali kepada ALLAH