8 Jul 2017

Ketaatan kepada Rasulullah Tidak Bisa Dipisahkan Dari Ketaatan kepada Allah

Ketaatan kepada Rasulullah (as-Sunnah adalah Hujjah, Sumber Pensyari’atan di Dalam Islam)
(as-Sunnah adalah Hujjah, Sumber Pensyari’atan di Dalam Islam Setelah al-Qur’an)

Setelah kita mengetahui makna dan pengertian as-Sunnah di dalam Islam, adalah sangat penting selanjutnya memahami bahwa as-Sunnah adalah hujjah, sumber pensyariatan di dalam Islam SETELAH AL-QUR’AN.

As-Sunnah sebagai sumber pensyariatan di dalam Islam sangat banyak disebut oleh Allah dalam firman-firman-Nya. Diantaranya: an-Nisaa': 80

“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah MENAATI ALLAH.”
(Q.S: an-Nisaa’: 80)

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku…” (Q.S: Ali Imran: 31)

Kedua ayat di atas menunjukkan dengan tegas dan jelas bahwa ketaatan kepada Allah tidak bisa dipisahkan dari ketaatan kepada Rasul-Nya.

Sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)“, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (Q.S: an-Nisaa: 150-151)

Berdasar ayat di atas, Allah melarang kita membeda-bedakan antara keimanan kepada Allah dan keimanan kepada Rasul-Nya (misal hanya beriman kepada Allah saja), dan membeda-bedakan diantara para rasul. Jika melakukan ini, maka kafirlan orang itu berdasarkan ayat ini.

Ketaatan kepada Rasulullah (as-Sunnah adalah Hujjah, Sumber Pensyari’atan di Dalam Islam) Ketaatan kepada Rasulullah Tidak Bisa Dipisahkan dari Ketaatan kepada Allah (as-Sunnah adalah Hujjah, Sumber Pensyari’atan di Dalam Islam Setelah al-Qur’an)

Setelah kita mengetahui makna dan pengertian as-Sunnah di dalam Islam, adalah sangat penting selanjutnya memahami bahwa as-Sunnah adalah hujjah, sumber pensyariatan di dalam Islam SETELAH AL-QUR’AN.

As-Sunnah sebagai sumber pensyariatan di dalam Islam sangat banyak disebut oleh Allah dalam firman-firman-Nya. Diantaranya:

“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah MENAATI ALLAH.” (Q.S: an-Nisaa’: 80)

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku…” (Q.S: Ali Imran: 31)

Kedua ayat di atas menunjukkan dengan tegas dan jelas bahwa ketaatan kepada Allah tidak bisa dipisahkan dari ketaatan kepada Rasul-Nya.

Sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)“, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (Q.S: an-Nisaa: 150-151)

Berdasar ayat di atas, Allah melarang kita membeda-bedakan antara keimanan kepada Allah dan keimanan kepada Rasul-Nya (misal hanya beriman kepada Allah saja), dan membeda-bedakan diantara para rasul. Jika melakukan ini, maka kafirlan orang itu berdasarkan ayat ini.

Maka berhati-hatilah kita terhadap as-Sunnah, karena ia datang dari Rasul Allah.

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Q.S: al-Ahzab: 36)

Surat al-Ahzab ayat 36 di atas sesungguhnya merupakan ayat yang sangat tegas MEMERINTAHKAN UNTUK TAAT KEPADA ALLAH (al-Qur’an) dan RASUL (as-Sunnah). Siapa yang tidak taat kepada keduanya, maka ia telah durhaka dan barangsiapa yang durhaka, maka ia telah SESAT dengan sesat yang NYATA.

Maka, perkara ketaatan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bukanlah perkara yang kecil. Jangan menyepelekan apa-apa yang datang dari as-Sunnah.

Tapi ironisnya, justru ada sebagian kecil dari umat Islam yang mengesampingkan hadits dan hanya berpegang kepada al-Qur’an saja. Ini adalah musibah. Karena al-Qur’an sendiri memerintahkan kita untuk patuh kepada Rasulullah (as-sunnah). Justru dengan tidak patuh kepada as-Sunnah, berarti sama saja tidak patuh kepada sebagian dari isi al-Qur’an. Dan tidak patuh kepada sebagian isi al-Qur’an dapat menyebabkan pelakunya kafir (lihat an-Nisaa’ 150-151 di atas).

Surat al-Ahzab ayat 36 di atas sesuai pula dengan hadits nabi shalallahu ‘alaihi wassalam

“”Aku tinggalkan 2 perkara yang kalian TIDAK AKAN TERSESAT SELAMANYA jika kalian berpegang teguh kepada keduanya: Kitabullah wa Sunnati. Keduanya tidak akan berpisah hingga bertemu di telagaku.” HR Hakim I/93 dan al-Baihaqi X/114, shahih

Kita lanjutkan dalil-dalil dari al-Qur’an.

“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Q.S: an-Nuur: 51)

Sekarang tahulah kita siapa yang disebut sebagai “ORANG MUKMIN”, yaitu mereka yang jika diajak kepada dan berhukum dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulillah mereka akan berkata: “sami’na wa atho’na” (kami mendengar dan kami patuh).

Bandingkan jawaban ini dengan jawaban orang-orang MUNAFIK:

Ketika diajak taat kepada Allah dan RasulNya, orang munafik akan menjawab dengan jawaban: “sami’na wa hum laa yasma’uun”:

“Hai orang2 beriman, taatlah kepada Allah & RasulNya dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, sedang kamu mendengar. Dan janganlah kamu seperti orang-orang MUNAFIQ yang berkata: “KAMI MENDENGARKAN”, PADAHAL MEREKA TIDAK MENDENGARKAN.” (al-Anfaal: 20-21)

Itulah ciri orang munafiq. Mereka akan menjawab “kami mendengar”, padahal mereka tidak mendengar. Masuk telinga kanan, langsung keluar di telinga kiri, kira-kira seperti itu. Kita memohon kepada Allah agar terhindar dari sifat ini.

Kita lanjutkan kehujjahan as-Sunnah.

“Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (Q.S: al-Maaidah: 92)

” Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan” (Q.S: an-Nuur: 52)

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian…” (Q.S: an-Nisaa: 59)

Ayat di atas sangat tegas sekali memerintahkan orang-orang yang beriman untuk MENGEMBALIKAN SEGALA PERSELISIHAN KEPADA ALLAH DAN RASUL-NYA sebagai BENTUK KETAATAN kepada Allah dan Rasul-Nya.

Orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, ia akan mengembalikan segala perselisihan kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah.

Berkata Imâm Ibnu Katsîr: “Apa saja yang ditetapkan di dalam al-Kitab dan as-Sunnah, serta disaksikan kebenarannya (oleh al-Kitab dan as-Sunnah), maka itulah kebenaran. Sementara, tidak ada yang lain setelah munculnya kebenaran, selain kesesatan.”

Seperti ayat: “Maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan.” (Yunus: 32)

Imam Ibnu Katsir melanjutkan berkenaan tafsir surat an-Nisaa: 59 ini: “Ayat ini menunjukkan bahwa barang siapa yang tidak mau berhukum kepada Al-Kitab dan As-Sunnah ketika terjadi perselisihan dan tidak mau merujuk kepada keduanya, maka dia bukan orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir.”

Karenanya Allah berfirman: “Dan barangsiapa yg menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, & mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yg telah dikuasainya itu & Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, & Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (Q.S: an-Nisaa: 115)

Ada beberapa faedah penting yang harus kami bahas sedikit dari ayat di atas:

1) Kebenaran itu atau hujjah harus tegak terlebih dahulu sebelum seseorang atau suatu kaum dapat dihukumi sebagai ‘sesat’. Sebab Allah mensyaratkan ‘sesudah jelas kebenaran’.

2) Orang-orang mukmin yang dimaksud pertama kali oleh ayat di atas adalah para sahabat. Sehingga ayat ini menunjukkan KEWAJIBAN MENGIKUTI MANHAJ/JALAN/CARA BERAGAMA SAHABAT (SALAFUSHSHALIH). Allah katakan, orang yang menyelisihi jalan para sahabat maka ia telah sesat.

3) Perhatikan kata LELUASA di ayat ini. Ada orang yang akan diulur dalam perbuatan dosa & kesesatan, di istidraj oleh Allah, yaitu: orang yang telah jelas kebenaran, tapi menentang Rasul dan menyelisihi jalannya sahabat. Merekalah orang yang akan DIBIARKAN LELUASA DALAM KESESATANNYA.

Karenanya Imam as-Tsaury mengatakan: “Bid’ah lebih disukai iblis daripada maksiat. Karena pelaku maksiat itu lebih mudah bertaubat, sedang pelaku bid’ah sulit bertaubat” (Ibnul Jauzi dalam “Talbis Iblis”).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “…semua bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka”  HR Muslim

Kenapa pelaku bid’ah sulit bertaubat? Karena:

“Dan barangsiapa yg menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, & mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yg telah dikuasainya itu & Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, & Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. (Q.S: an-Nisaa: 115)

Sudah jelas kebenaran dan jalan para sahabat, malah dia tentang dan dia selisihi. Inilah diantara sebab mengapa ahlul bid’ah banyak yang mati di atas kebid’ahannya, terus mati sambil memeluk kesesatannya. Ketahuilah, bid’ah itu adalah lawan sunnah. Bid’ah itu ada segala yang menyelisihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti misalnya Rasul melarang kita tasyabbuh/menyerupai Yahudi dan Nasrani, lalu sebagian orang malah membuat perayaan Maulid. Ini adalah bid’ah.

Surat an-Nisaa ayat 115 , sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam riwayat Imam Muslim di atas dan perkataan ulama dari kalangan tabi’in Sufyan as-Tsaury, semuanya berkesesuaian.

Kita lanjutkan pembahasan, 

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S: al-Anfaal: 46)

Allah juga kadang menyebut as-Sunnah dengan “al-Hikmah”,

“…mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah)…” (Q.S: al-Baqarah: 129)

Imam al-Baghawi rahimahullah mengatakan Kitab adalah al-Qur’an dan Hikmah adalah as-Sunnah.

“…Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka…” (Q.S: an-Nahl: 44)

Allah memerintahkan nabi shalallahu ‘alaihi wassalam untuk MENERANGKAN al-Qur’an kepada manusia. Jadi tidaklah kita dapat memahami al-Qur’an dengan sempurna tanpa as-Sunnah. Karena penjelasan dari al-Qur’an sebagiannya ada pada Nabi (as-Sunnah).

Jadi, apabila kita membaca tafsir, atau mencari kitab tafsir, pilihlah kitab tafsir yang menjelaskan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an lainnya dan menjelaskan ayat al-Qur’an dengan hadits-hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena beliaulah orang yang paling tahu al-Qur’an dan Allah siapkan untuk menjelaskan al-Qur’an kepada manusia sesuai an-Nahl: 44 di atas. Jangan kita gunakan tafsir yang berdasarkan akal semata, atau hanya menggunakan perkataan-perkataan manusia belaka. Karena tidak ada manusia yang ma’shum di muka bumi ini kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Demikianlah risalah kecil ini. Sesungguhnya kehujjahan as-Sunnah adalah sesuatu yang sangat terang dan jelas, demikian pula keharusan taat pada Allah & Rasul-Nya dimana kita tidak boleh / haram membeda-bedakan diantara keduanya.

Namun demikian, masih saja ada segelintir orang yang menolak as-Sunnah dengan sengaja (bukan karena ketidaktahuan). Sungguh, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam telah menyatakan bahwa orang seperti itu memang akan datang di tengah-tengah kita.

Semoga tulisan ini dapat menjadi nasehat bagi mereka, dan kami tutup dengan hadits-hadits berkenaan akan datangnya orang-orang yang mengingkari as-Sunnah.

Hadits-hadits berkenaan akan datangnya orang-orang yang mengingkari as-Sunnah

“Jangan sampai aku dapati seseorang diantara kalian yang duduk bersandar di sofanya lalu datang kepadanya urusan (perkara) dari urusanku dari apa-apa yang aku perintah dan aku larang, lalu ia berkata, ‘Kami tidak mengetahuinya. Apa yang kami dapati dalam Kitabullah, itulah yang kami ikuti (dan yang tidak terdapat dalam Kitabullah kami tidak ikuti).”

HR Ahmad VI/8, Abu Dawud #4605, at-Tirmidzi #2663, dll, Lafazh ini milik Abu Dawud, shahih.

“Ketahuilah sesungguhnya aku diberikan  Al-Kitab (al-Qur’an) dan yang seperti al-Qur’an bersamanya. Ketahuilah, nanti akan ada orang yang kenyang di atas sofanya sambil berkata, ‘Cukuplah bagimu untuk berpegang dengan al-Qur’an (saja), apa-apa yang kalian dapati hukum halal di dalamnya, maka halalkanlah dan apa-apa yang kailan dapati hukum haram di dalamnya, maka haramkanlah.’ (Ketahuilah) sesungguhnya apa-apa yang diharamkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam SAMA seperti yang diharamkan Allah, ketahuilah tidak halal bagi kalian keledai negeri (keledai piaraan) dan tiap-tiap yang bertaring dari binatang buas dan tidak halal pula barang pungutan (kafir) mu’ahad kecuali bila pemiliknya tidak memerlukannya dan barangsiapa yang singgah di suatu kaum, maka wajib atas mereka menghormatinya. Bila mereka tidak menghormatinya, maka wajib baginya menggantikan yang serupa dengan penghormatan itu.”

HR Abu Dawud #4604, Ibnu Majah #12, Ahmad IV/131, dll. shahih.

Demikianlah akan datang jenis manusia yang menolak as-Sunnah. Padahal tidak ada beda antara hukum Allah dan hukum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak boleh membeda-bedakan, memilih-milih, dsb, diantara keduanya, apalagi MENOLAK as-Sunnah.

“Setiap umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan. Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah! Siapa yang enggan itu?” Jawab beliau, ‘Siapa yang mentaatiku pasti masuk surga, dan siapa yang mendurhakaiku, maka sungguh ia telah enggan’“. HR Bukhari #7280


Kunci Ketenangan: Berserahlah Diri!

Rumusnya, semakin dalam Anda menikmati dunia, makin jauh dari Allah

DEGUB jantung berdebar cepat, ada galau yang menyeruduk galak. Perasaan sedih menyeruak masuk tiba-tiba. Mau marah, karena hati sudah lebam rasanya. Perasaan campur aduk tak karuan, seperti ada sesuatu yang mengoncang jiwa, mengocok kedamaain, dan merampas kenyamanan hati. Ingin rasanya menumpahkan semua gemuruh amarah, gaduh, gelisah, gerah, dan semua rasa yang telah membuat diri tak tenang. Jiwa ini terus berontak kuat, melawan kondisi ketidakbahagian yang terjadi.Gambaran kegelisahan ini, bisa menghinggapi jiwa setiap orang. Karena setiap orang pasti mengalami penderitaan, kesengsaraan, dan ketidakbahagiaan.

Menderita adalah hal yang paling dihindari oleh manusia. Dan kebahagiaan merupakan dambaan setiap insan. Penderitaan sebagai raut kesedihan mewakili banyaknya masalah hidup yang terjadi. Sedangkan kebahagiaan adalah wajah kedamaian dan ketenangan dalam jiwa seseorang. Jadilah kehidupan ini sebagai pergulatan menghidari penderitaan, dan mencari kebahagiaan.

Kebahagiaan juga merupakan kualitas keadaan pikiran atau perasaan yang diisi dengan kesenangan, cinta, kepuasan, kenikmatan, atau kegembiraan. Sedangkan penderitaan adalah kumpulan kwalitas negatif perasaan dan pikiran yang mengganggu kedamain jiwa. Para filsuf dan pemikir agama telah sering mendefinisikan kebahagiaan dalam kaitan dengan kehidupan yang baik dan tidak hanya sekadar sebagai suatu emosi.

Saya, Anda dan mereka pasti ingin merengkuh kebahagiaan. Bukankah itu salah satu alasan mengapa kita masih terus hidup hingga saat ini. namun kenyataannya kebahagiaan itu datang dan pergi begitu cepat. sifatnya hanya sementara waktu. pagi Anda bahagia, tapi siang hari dikantor bertemu dengan pekerjaan ruwet, hati pun jadi mumet.

Tapi apakah benar bahagia tidak bisa menjadi hal yang permanen dalam hidup ini?, tentu itu sangat tergantung dengan cara kita menghadapi hidup ini. hidup ini pilihan, jika anda memilih jalan kebenaran, bahagialah yang dicapai, namun jalan salah yang Anda pilih maka sengsaralah yang didapat.

Dalam hidup ini Ada dua tipe manusia ketika mencari kebahagiaan.

Pertama, Mereka yang mencari kebahagiaan dengan Kesenangan.

Kedua, mereka yang mencari Kebahagiaan dengan Ketenangan.

Pertama, jalan Kesenangan adalah kegembiraan sesaat. Bahagia yang didapat pada tipe ini seperti bahagianya seorang anak kecil. Sebentar menangis sebentar ketawa. Endapan kebahagiannya hanya pada permukaan emosional. Aktivitas yang dipilih biasanya ada lah hiburan. Segala cara ditempuh untuk mendapat gurauan yang bisa membuat hati tertawa. Ketika hati mereka tertawa, maka mereka merasa senang dan bahagia. Namun selang beberapa waktu, kegundahan mereka pun muncul kembali.

Tipe ini mewakili mereka-mereka yang menjadikan dunia sebagai tujuan akhirnya. Allah berfirman,” …kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”.(al-Imran(3):185).

Tujuan kehidupan orang-orang seperti ini hanya mencari kesenangan dunia. Harta, pangkat, kekuasaan, wanita dan semua kendaraan dunia mereka miliki, kemudian mengeksplorasinya menjadi permainan yang menyenangkan. Mereka menganggap hal-hal seperti itu bisa membahagiakan mereka. Allah berfirman, “ Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka . Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (al-An’am(6):32).

Mereka lalai akan perintah Allah, diakibatkan oleh kesenangan dunia. Allah berfirman,” Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas (al-Baqarah(2):112).

Semakin dalam mereka menikmati dunia, maka akan semakin jauh dari Allah. mereka pun abai atas segala perintahnya. Asyik menikmati dunia membuat mereka tak sempat lagi berfikir tentang nikmat Allah yang telah mereka habiskan. Hal ini pun akan semakin membuat nilai kebahagian itu jauh dari hati mereka. Kehidupan mereka akan terasa sempit dan menjenuhkan. Khawatir, gundah, dan gulanah setiap detik menghampiri perasaaan. Mereka akan sangat menjaga eksistensi keduniaannya dengan berbagai macam cara. Semua jalan ditempuh, tak mengenal halal haram. Allah berfirman: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.(Thoha(20):124). Iblis pun ikut dalam pergulatan hidup mereka dengan mengiming-imingi hal-hal yang manis. Allah berfirman, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari kalangan) manusia dan (dari kalangan) jin, yang mereka satu sama lain saling membisikkan perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” (QS al-An’aam:112). Kesenangan yang mereka lakukan pun dihias hingga terlihat seperti perbuatan yang baik, meskipun itu sebenarnya adalah hal yang jelek.

Allah berfirman, “Apakah orang yang dihiasi perbuatannya yang buruk (oleh setan) lalu ia menganggap perbuatannya itu baik, (sama dengan dengan orang yang tidak diperdaya setan?), maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (QS Faathir:8).

Kesenangan dunia ini adalah kehidupan bagi mereka yang ingkar. Dunia adalah surga bagi orang kafir dan nereka bagi mereka yang beriman. Allah berfirman, “ Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.(al-Baqarah(2):112).

Dunia ini hanyalah tempat bersenang-senang dan melalaikan hati. Tempat bermegah-megah dan memperbanyak harta, itulah kesenangan yang melalaikan. Allah berfirman: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Al hadid(57):20).

Sudah menjadi tabiat dasar manusia apabila diberikan kesenangan maka dia akan berpaling dan lalai kepada Allah. ”Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.(al-Isra(17);83). Jika datang masalah pada mereka maka akan gampang putus asa, itulah mengapa kebahagiannya mereka cepat pergi dan menghilang.

Kehidupan dunia yang tak secuilpun memberi kebahagian sanubari hati yang paling dalam.Kesenangan dunia akan memberi kebahagian yang sementara, bersifat temporer. Atau dalam bahasa lain disebut kebahagiaan relatif. Kebahagiaan yang tidak bisa disamaratakan kualitasnya dengan orang lain. Disini kebahagian tidak bersifat mutlak adanya. Dia bisa datang dan pergi tanpa kendali manusia. Karena dunia ini sifatnya sementara dan semua bisa direlatifkan disini. maka hukum kebahagiaan yang dilahirkan kesenangan dunia pun relatif adanya.

Inilah kesenangan kehidupan dunia, dan bukan pilihan bagi orang-orang bertakwa. “Dan perhiasan-perhiasan . Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.(Azzukhruf(43):35). Jelas pilihan bagi seorang mukmin adalah kebahgiaan mutlak dinegeri akhirat.

Kedua, jalan ketenangan adalah merupakan energi hati yang stabil, tidak gampang goyah, goncang, dan goyang ketika badai cobaan datang. inilah jalan kebahagiaan hakiki, diperoleh dari aktivitas hati yang benar. “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang” (QS ar-Ra’du:28).

Kebahagiaan yang diraih dengan pada jalan ini adalah kebahagian hakiki yang bersifat mutlak. Karena tidak akan ada lagi galau yang bisa menghalang. Tidak ada lagi derita yang menerpa . jika datang gundah, kekahawatiran, maka akan hilang dengan mengingat Allah. dan semua kesengsaraan didunia ini tidak akan mengganti kebahagiaan hakiki dalam hati mereka.

Hal ini pernah dibuktikan oleh Bilal bin Rabah tetap bahagia dengan mempertahankan keimanannya meskipun disiksa pedih. Imam Abu Hanifah tetap bahagia meskipun dijebloskan ke penjara dan dicambuk setiap hari, karena menolak diangkat jadi hakim Negara. Para sahabat nabi rela meninggalkan kampung halamannya, demi keyakinan yang dianutnya., Ibnu Taimiyah berkata: “Apa yang diperbuat musuh-musuhku adalah surgaku. Penjara adalah tempatku menyepi. Penyiksaan adalah syahadahku. Pengusiran adalah tamasyaku”.

Dalam kondisi bagaimana pun posisi hati tetap tenang menghadapi masalah yang datang. masalah besar kecil, bahakan pertaruhan nyawa pun tetap tenang. Itulah kebahagian yang mutlak. Kebahagian yang lahir dari hati orang-orang beriman. Hati yang selalu berzikir kepada Allah. hati yang selalu rindu kehidupan akhirat.

Kita pun diminta tuk mencari kebahagiaan akhirat dan dunia. Allah berfirman “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Qs. Al Qoshos : 77). Dalam ayat ini ditegaskan bahwa kebahagiaan akhirat adalah yang utama. Mencari kebahgiaan dunia hanya seruan sederhana bukan sebuah kewajiban “janganlah kamu melupakan kebahagiaan dunia” artinya ketika kita melupakan kehidupan dunia tak masalah. Karena ketika kehidupan atekhirat yang kita pilih, Insaya Allah dunia pun akan mengikutinya.

Ibnu Taimiyah berkata, “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini”, maka ada yang bertanya: “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia ini?”, Ulama ini menjawab: “Cinta kepada Allah, merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya”

Sumber kebahagian yang diambil dari jalan ketenangan berasal dari keimanan pada Allah. Orang yang beriman senantiasa selalu bersikap bahagia, apa pun yang terjadi. orang yang beriman selalu bahagia dan tenang terhadap semua peristiwa yang dialami, karena apa pun yang terjadi baik atau buruk pada hakekatnya baik untuk mereka. Rasulullah saw. Bersabda: “Jalan yang ditempuh oleh seorang yang beriman adalah aneh karena ada kebaikan dibalik setiap tindakannya dan ini tidak terjadi pada siapapun kecuali pada seseorang yang beriman karena jika mereka merasa mendapatkan kesenangan dia bersyukur kepada Allah SWT, maka terdapat kebaikan dalam sikapnya itu, dan jika dia mendapatkan permasalahan dia menyerahkannya pada Allah SWT (dan bersabar), maka ada kebaikan dalam sikapnya itu“.(HR.Muslim)

Salah satu kunci kebahgian orang-orang beriman adalah totaliatas Penyerahan diri kepada Allah swt. itu Membawa mereka lebih dekat dan pasrah kepada-Nya dalam situasi apapun dan itu membuat mereka selalu merasa tenang dan bahagia.

“Sungguh berbahagialah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya (al-Mukmin (23):24).

Inilah jalan kebahagian hakiki yang semestinya kita jalani. Dan Jadilah kita pribadi yang memiliki ketenangan hati, Insya Allah akan dipanggil oleh Allah; ”Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku”.(alfajr(89):27-30).

Jalan ketenangan iman memberi kebahagiaan tanpa batas. Tak bisa dirusak oleh kesedihan duniawi, kekal bahagianya tak lekang oleh waktu dan Membuat hati terbuka dan luas dalam menerima masalah. Semoga kita menjadi orang yang bahagia karena ketenangan iman, bukan karena kesenangan duniawi.

Amin.

6 Jun 2017

Hakikat Solat

1. Takbiratul Ihram

(Awal dan Akhir) Pengawalan segala sesuatu, sebagaimana hidup dimulai kelahiran, sesuatu yg ada pasti ada awalnya. Dengan keimanan kita yakin bahwa semuanya berawal dari Allah. Maka dengan takbir kita mengembalikan kepada segala aktivitas kita adalah karena Allah. Takbiratul Ihram sebagai starting point sholat, simbol starting perjalan hidup. Bermakna penyerahan totalitas pada yang Maha Awal bahwa karenaNya kita ada dan karenaNYa kita melakukan perjalanan hidup.

2. Berdiri

(Gerak Perjalanan) Berdiri lambang siap berjalan menjelajahi kehidupan, karena jika duduk dan berdiam kita tidak mungkin bisa berjalan. Tegak artinya kehidupan harus ditegakkan (ditumbuhkan) pada ruang waktu, iman harus ditegakkan, akhlak harus ditegakkan, amalan pribadi dan amalan sosial juga harus ditegakkan. Sebagai mana sabda rosulullah : “Sholat adalah tiang agama (agama didirikan/ ditegakkan oleh sholat)”. Dalam tegak berdiri, posisi kepala tunduk, artinya dalam perjalanan hidup akan tunduk dan patuh pada segala hukum dan kehendak Allah. Kedua tangan mendekap ulu hati, simbol bahwa hati harus selalu dijaga kebersihannya dalam perjalanan hidup.

3. Rukuk (Penghormatan)

Mengenal Allah melalui hasil ciptaanNya . Dalam perjalanan hidup, pada ruang ciptaan Allah kita menemukan, menyaksikan dan merasakan bermacam- macam hal : tanah, air, gunung, laut, hewan, sistem kehidupan, rantai makanan, rasa senang, rasa sedih, rasa marah, kelahiran, kematian, pertengkaran, percintaan, ilmu alam, pikiran, manusia sekitar kita, Nabi, Rosul, dan lain lain. Ini merupakan bukti bahwa Allah itu Ada sebagai Pencipta dari semua itu. Dan kita tahu apabila tanpa petunjuk para utusan Allah (Nabi dan Rosul) kita tidak akan tahu jika itu semua ciptaan Allah dan dengan para UtusanNya, kita tahu tujuan hidup serta cara mengisi kehidupan ini agar selamat.

4. Itidal (Puja- puji pada Allah)

Kemudian kita berdiri lagi untuk mengisi perjalanan hidup dengan penuh puja dan puji pada Allah serta penuh syukur setiap saat sehingga tercipta kepatuhan dan ketaatan. Dengan mengetahui hasil ciptaan Allah, maka akan tumbuh kekaguman dan kecintaan pada Allah sehingga tumbuh rasa cinta dan iklas atau dengan senang hati akan menjalani menjalani hidup ini sesuai Kehendak Allah.

5. Sujud

(penyatuan diri dengan Kehendak Allah) Jika berdiri di analogikan dengan perjalanan jasadi, maka Sujud dengan kaki dilipat, atau setengah berdiri adalah simbol dari perjalanan hati (rohani). Dangan sujud hati dan fikiran kita direndahkan serendahnya sebagai tanda ketundukan total pada atas segala kuasa dan kehendak Allah. Menyatu kan kehendak Allah dengan Kehendak kita. Sujud pertama merupakan penyatuan Kehendak Allah dengan Kehendak ruhani/ hati/ jiwa kita. Diselangi permohonan pada duduk antara 2 sujud dengan doa : “Rabbighfirli (ampuni aku), warhamni (sayangi aku), Wajburni (cukupkanlah kekuranganku), warfa’ni (tinggikanlah derajadku), warzuqni (berilah aku rezeki), wahdini (tunjukilah aku), wa’fani (sehatkan aku), wa’fu’anni (maafkan aku). Sujud kedua merupakan pernyataan pengagungan Allah secara lebih personal antara makhluk dengan Sang Pencipta, pernyataan ingin kembali pada Sang Pencipta akhir dari perjalanan. Dan pada waktu itu juga, kita dianjurkan untuk memanjatkan doa dalam sujud kita yang panjang

6. Duduk diantara 2 Sujud

(Permohonan) Pengungkapan berbagai permohonan pada Allah untuk memberikan segala kebutuhan yang diperlukan dalam bekal perjalanan menuju pertemuan denganNya, butuh sumber dukungan hidup jasmani dan ruhani, serta pemeliharaan dan perlindungan jasmani ruhani agar tetap pada jalan Allah.

7. Attahiyat :

Pernyataan Ikrar Tahap pemantapan, karena perjalanan hidup itu naik turun dan fitrah manusia tidak lepas dari sifat lupa, maka perlu pemantapan yang di refresh dan diulang untuk semakin kokoh, yaitu dengan Ikrar Syahadat, dengan simbol pengokohan ikrar melalui telunjuk kanan. Sebelum Ikrar, memberikan penghormatan untuk para Utusan Allah dan ruh hamba- hamba sholeh (Auliya) yang melalui merekalah kita mengenal Allah dan melalui ajaranya kita dibimbing ke jalanNya, serta menjadikan mereka menjadi saksi atas Ikrar kita. Sholawat menjadi pernyataan kebersediaan mengikuti apa yang diajarkan Rosululloh Muhammad SAW, dan menempatkannya sebagai pimpinan dalam perjalanan kita. Salam penghormatan kepada Bapak para Nabi (Ibrohim) yang menjadi bapak induk ajaran Tauhid. Kemudian diakhir dengan permohonan doa dan permohonan perlindungan dari kejahatan tipuan Setan dan Jin agar kita dapat tetap istiqomah dan berhasil mencapai Allah.

8. Salam

Salam adalah ucapan yang mengakui adanya manusia lain yang sama- sama melakukan perjalanan dalam hidup ini (aspek kemasyarakatan). Menunjukkan bahwa hidup ini tidak sendiri, sehingga hendaknya menyebarkan salam dan berkah kepada sesama untuk saling bahu membahu menegakkan kehidupan yang harmonis (selaras) dan tegaknya kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan di bumi. Salam adalah penutup sekaligus awal dari mulainya praktek aplikasi sholat dalam bentuk aktivitas kehidupan di lapangan hingga ke sholat berikutnya. Nah salam itu simbol dari putaran yang dimulai dari kanan ke kiri dengan poros badan.

Jika dihubungkan dengan Hukum Kaidah Tangan Kanan berarti arah energi ke atas, simbolisasi bahwa perjalanan digantungkan pada Allah SWT (di atas) sebagai penjamin keselamatan dalam perjalanan.

Wallahu ‘Alamu.


Amal Yang Tertolak

“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju ke surga” (HR. Muslim)

Suatu hari aku Mu'adz bin Jabal menghadap Rasulullah SAW. Beliau menunggangi unta dan menyuruhku naik dibelakangnya, maka berangkatlah kami dengan unta tersebut. Kemudian Beliau menengadahkn wajahnya ke langit dan berdoa "Puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Berkehendak kepada makhluqNYA menurut kehendakNYA. Kemudian Beliau berkata,"sekarang aku akan mengisahkan satu cerita kepadamu yang apabila engkau hafalkan akan berguna bagimu, tapi kalau engkau sepele kan engkau tidak akan mempunyai hujjah kelak di hadapan Allah SWT."

Hai Mu'adz, Allah menciptakan 7 Malaikat sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Pada setiap langit ada 1 malaikat yang menjaga pintu & tiap2 pintu langit itu dijaga oleh malaikat sesuai kadar pintu dan keagungannya. Maka,malaikat Hafazhoh {Malaikat yang memelihara dan mencatat amal seseorang} naik ke langit dengan membawa amal seseorang yang cahayanya bersinar-sinar bagaikan Matahari. Ia, yang menganggap amal orang tersebut itu banyak memuji amal amal orang itu. Tapi sampai dipintu langit pertama, malaikat penjaga pintu pertama berkata kepada malaikat Hafazhah, "Tamparkanlah amal ini kewajah pemiliknya, aku ini penjaga tukang pengumpat. Aku diperintahkan untuk tidak menerima masuk tukang mengumpat orang lain. Jangan sampai amal ini melewatiku untuk mencapai langit berikutnya 


"Keesokan harinya, ada lagi malaikat Hafazhah yang naik kelangit dengan membawa amal shalih seseorang yang cahayanya berkilauan. Ia juga memujinya lantaran begitu banyaknya amal tersebut. Namun malaikat dilangit ke 2 mengatakan "Berhentilah! dan tamparkan amal ini kewajah pemiliknya, kerana degan amalnya itu dia mengharap keduniaan. Allah memerintahkanku untuk menahan amal seperti ini. Jangan sampai lewat hingga langit berikutnya "maka seluruh malaikat pun melaknat orang tersebut sampai sore hari."

Kemudian ada lagi malaikat Hafazhah yang naik kelangit degan membawa amal hamba Allah yang sangat memuaskan, dipenuhi amal sedekah, puasa dan bermacam macam kebaikan yang oleh malaikat Hafazhah dianggap demikian banyak dan terpuji. Namun saat sampai dilangit ke 3. Malaikat penjaga pintu langit yang ke 3 mengatakan "Tamparkan amal ini kewajah pemiliknya, aku malaikat penjaga orang yang sombong. Allah memerintahkan ku untuk tidak menerima amal orang sombong masuk. Jangan sampai amal ini melewatiku untk mencapai langit berikutnya. Salahnya sendiri ia menyombongkan dirinya di tengah2 orang lain."

Kemudian ada lagi malaikat Hafazhah yang naik kelangit ke 4, membawa amal seseorang yang bersinar bagaikan gemuruh, penuh dengan tasbih, puasa, sholat, naik haji dan umrah. Tapi ketika sampai dilangit ke 4, malaikat penjaga mengatakan "Berhentilah jangan dilanjutkan! Tamparkan amal ini kewajah pemiliknya, aku ini malaikat penjaga orang orang yang ujub {membanggakan diri}. Allah memerintahkanku untuk tidak menerima masuk amal tukang ujub. Jangan sampai amal ini melewatiku untuk mencapai langit yang berikutnya. Kerana ia kalau beramal selalu ujub "

Kemudian naik lagi malaikat Hafazhah kelangit ke 5, membawa amal hamba yang diarak bagaikan pengantin wanita diiring kepada suaminya. Amal yang begitu bagus, seperti amal jihad, ibadah haji, umroh. Cahaya amal itu bagaikan matahari. Namun, begitu sampai dilangit ke 5, berkata malaikat penjaga pintu langit ke 5" Aku ini penjaga sifat Hasad {dengki, iri hati}. Pemilik amal ini yang amalnya sedemikian bagus, suka hasad kepada orang lain atas kenikmatan yang Allah berikan kepadanya. Sungguh ia benci kepada apa yang diridhoi Allah. Aku diperintah agar tidak membiarkan amal orang seperti ini untuk melewati pintuku menuju pintu langit selanjutnya "

Kemudian ada lagi malaikat Hafazhah naik degan membawa amal lain berupa wudhu yang sempurna, sholat yang banyak, puasa, haji dan umroh. Tetapi saat ia sampai dilangit ke 6, malaikat penjaga ini mengatakan "Aku ni malaikat penjaga rahmat. Amal yang seolah olah bagus ini tamparkanlah kewajah pemiliknya. Salah sendiri ia tidak pernah mengasihi orang. Apabila ada orang lain yang mendapat musibah, ia merasa senang dan tidak mahu menolong. Aku diperintahkn Allah agar amal seperti ini tidak melewatiku hingga dapat sampai pada pintu langit berikutnya "

Kemudian ada lagi malaikat Hafazhah naik kelangit ke 7 dengan membawa amal seseorang berupa bermacam macam sedekah, puasa, sholat, jihad dan kewarakkan. Suaranya pun bergemuruh bagaikan geledek. Cahayanya bagaikan kilat. Namun, tatkala sampai dilangit ke 7, malaikat penjaga langit ke 7 mengatakan "Aku ini penjaga orang ingin terkenal. Sesungguhnya orang ini ingin dikenal dalam kumpulan kumpulan, selalu ingin terlihat lebih unggul disaat berkumpul dan ingin mendapat pengaruh dari para pemimpin. Allah memerintahkanku agar amalnya ini tidak sampai melewatiku. Setiap amal yang tidak kerana Allah, itulah disebut riya'. Allah tidak akan menerima amal orang orang yang riya "

Kemudian ada lagi malaikat Hafazhah yang naik membawa amal seseorang yang penuh dengan sholat, zakat, puasa, haji, umroh, ahlaq yang baik, pendiam, tidak banyak bicara, dzikir kepada Allah. Amalnya itu diiringi para malaikat hingga langit ke 7. Bahkan sampai menerobos memasuki hijab2 dan sampailah kehadirat Allah SWT. Para malaikat itu berdiri dihadapan Allah. Semua menyaksikan bahawa amal ni adalah amal yang sholih dan ikhlas kerana Allah. 

Namun Allah berfirman "Kalian adalah Hafazhah, pencatat amal amal hambaKU. Sedangkan Akulah yang mengintip hatinya. Amal ini tidak keranaKU. Yang dimaksud si pemilik amal ini bukanlah Aku. Amal ini tidak diikhlaskan demi Aku. Aku lebih mengetahui dari kalian apa yang dimaksud olehnya dengan amalan itu. Aku laknat dia, kerana menipu orang lain dan juga menipu kalian {para malaikat Hafazhah}. Tapi, Aku takkan tertipu olehnya. Aku ni Yang Paling Tahu akan hal hal yang ghoib. Akulah yang melihat isi hatinya dan tidak akan samar kepadaKU setiap apa pun yang samar. Tidak akan tersembunyi bagiKU setiap apa pun yang tersembunyi. PengetahuanKU atas apa yang telah terjadi. PengetahuanKU atas apa yang telah lewat sama dengan pengetahuanKU atas apa yang akan datang. PengetahuanKU kepada orang2 terdahulu sama dengan pengetahuanKU kepada orang2 yang kemudian. Aku lebih tahu atas apa pun yang lebih samar daripada rahasia. Bagaimana bisa amal hambaKU menipuKU. 

Dia bisa menipu makhluk2 yang tidak tahu sedangkan Aku ini Yang Mengetahui hal hal yang ghaib. LaknatKU tetap kepadanya. Tujuh malaikat Hafazhah yang ada pada saat itu dan 3000 malaikat lain yang mengiringnya menimpali, "Wahai Tuhan kami, dengan demikian tetaplah laknatMU dan laknat kami kepadanya "maka semua yang ada dilangit pun mengatakan "tetaplah laknat Allah dan laknat mereka yang melaknat kepadanya, "

Mu'adz pun kemudian menangis terisak isak dan berkata, "Ya Rasulullah, bagaimana bisa aku selamat dari apa yang engkau ceritakan itu? "Rasulullah SAW menjawab"Wahai Mu'adz, ikutilah nabimu dalam hal keyakinan! "Mu'adz berkata lagi "Wahai Tuan engkau adalah Rasulullah, sedangkan aku ni hanyalah si Mu'adz bin Jabal, bagaimana aku dapat selamat dan terlepas dari bahaya tersebut? "

Rasulullah SAW bersabda"Seandainya dalam amalmu ada kelengahan, tahanlah mulutmu jangan sampai menjelek2kan orang lain dan juga saudara2mu sesama ulama. Apabila engkau hendak menjelek2kan orang lain ingatlah pada dirimu sendiri. Sebagaimana engkau tahu dirimu pun penuh dengan aib". 

"Jangan membersihkan dirimu degan menjelek jelek kan orang lain". 

"Jangan mengangkat diri sendiri dengan menekan orang lain". 

"Jangan riya'dengan amalmu agar diketahui orang lain". 

"Janganlah termasuk golongan orang yang mementingkan dunia dengan melupakan akhirat". 

"Kamu jangan berbisik2 dengan seseorang padahal disebelahmu ada orang lain yang tidak diajak berbisik". 

"Jangan takabur kepada orang lain, nanti akan luput bagimu kebaikan dunia dan akhirat". 

"Jangan berkata kasar dalam suatu majelis dengan maksud supaya orang orang takut akan keburukan akhlaqmu itu". 

"Jangan mengungkit ngungkit apabila berbuat kebaikan". 

"Jangan merobek robek {pribadi} orang lain dengan mulutmu, kelak kamu akn dirobek2 oleh anjing anjing neraka jahannam. Sabagaimana firman Allah\"wannaasyithooti nasythoo"{di neraka itu ada anjing2 perobek badan badan manusia, yang mengoyak2 daging dari tulangnya}"

Aku berkata "Ya Rasulullah siapa yang akan kuat menanggung penderitaan semacam ni?" jawab Rasulullah SAW "Wahai Mu'adz, yang ku ceritakan tadi itu akan mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah SWT. Cukup untuk mendapatkan semua itu, engkau menyayangi orang lain sebagaimana engkau menyayangi dirimu sendiri dan membenci sesuatu terjadi kepada orang lain apa apa yang engkau benci bila sesuatu itu terjadi kepadamu. Apabila bisa seperti itu, engkau akan selamat, terhindar dari penderitaan itu"

"Khalid bin Ma'dan { yang meriwayatkan hadist itu dari Mu'adz ra } 


Sabar...

Artinya menjauhkan diri dari hal hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi tenang ketika mendapatkan cubaan, dan menampakkan sikap cukup walaupun sebenarnya berada dalam kefakiran dalam dibidang ekonomi. Sabar dapat dibahagi tiga, yaitu: Sabar dalam menjalankan perintah Allah
SWT, Sabar dari apa yang dilarang Allah SWT, Sabar terhadap apa yang telah ditakdirkan Allah SWT...

Tawakkal... Adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan hasil dari keyakinan nya yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia diajari agar meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala galanya, pengetahuan Nya Maha Luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta ini. Keyakinan inilah yang mendorongnya untuk menyerahkan segala persoalannya kepada Allah. Hatinya tenang dan tenteram serta tidak ada rasa curiga...

Karena Allah Maha Tahu dan Maha Bijaksana...

Anda Khawatir Dengan Masa Depan ? Ada Allah

Setelah Allah menciptakan Nur (cahaya) Muhammad, Allah menciptakan Al-Qalam (pena). Kemudian Allah berkata padanya, “tulislah!”, pena berkata, “Apa yang aku tulis wahai Allah”, Allah berkata, “tulislah semua kejadian sampai datangnya hari kiamat!”, pena kemudian menulis sesuai dengan kehendaknya. Namun, ketahuilah bahwa apa-apa yang dikehendaki makhluk pada hakikatnya adalah kehendak Allah.

Allah berfirman,

وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (QS. At-Takwir: 29)


Semua yang telah, sedang, dan akan terjadi telah tertulis di Lauhul Mahfudz. Oleh karena itu salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh seorang muslim adalah wajib beriman kepada takdir Allah. Apabila semua yang terjadi telah tertulis, maka yang bisa dilakukan oleh manusia hanyalah pasrah kepada kehendak-Nya. Manusia hanya sebatas berikhtiyar dan ia diwajibkan untuk menerima dengan ridha atas segala ketetapan-Nya.

Di dalam hadits qudsi Allah berfirman, “barangsiapa yang tidak bersabar atas ujian-Ku, tidak bersyukur atas nikmat-nikmat-Ku, tidak ridha dengan qadha’-Ku maka carilah tuhan selain Aku, dan keluarlah dari langit dan bumi-Ku!”. Hadits ini menggambarkan kemarahan Allah atas orang-orang yang tidak ridha dengan takdir-Nya.

Rezeki yang berupa penghasilan adalah salah satu bagian dari takdir Allah. Ada orang yang berpenghasilan banyak, ada pula yang berpenghasilan sedikit. Bagi orang mukmin, penghasilan banyak atau sedikit tidak jadi masalah. Yang jadi masalah adalah apabila keimanan dan keislamannya tergadai dengan dunia.

Orang mukmin telah yakin dengan janji Allah,

Allah berfirman,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Huud: 6).

Allah berfirman,

أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ

Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. (QS. Az-Zumar: 36).

Selama Orang mukmin menggantungkan hidupnya hanya kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya dan dunia akan datang kepadanya dengan tanpa bersusah payah. Ia percaya bahwa selama ia berusaha menjalankan perintah-perintah Allah sesuai dengan kemampuannya dan berharap hanya kepada Allah maka Allah akan mencukupi kebutuhanya.

Allah berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (٢) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. At-Thalaq: 2-3).


Setelah merenungi firman-firman Allah di atas, semoga kita tidak lagi khawatir dengan masa depan. Masa depan yang sebenarnya adalah negeri akhirat yang kekal abadi, tempatnya orang-orang yang bertaqwa dan beramal saleh.

Sebuah Pantulan Cahaya Iman

MEMBINA KEAGUNGAN HAMBA KEPADA SANG PENCIPTA-NYA 

Manusia sering tertipu dan kehidupan dunia inilah yang sering menipu manusia.. tidak kira di mana,waktu apa, susah atau senang,sakit atau sihat,kaya atau miskin, ada sahaja bentuk tipuan yang paling kurang melalaikan kita dari tugas sebenar kita di dunia ini dan akan kehidupan akhirat yang kekal abadi itu.. Kematian kita kian hampir,dan semakin hampir. Masihkah kita sanggup terus ditipu?..

SEBAB-SEBAB HATI TERHIJAB

JASAD batin atau ruh yang selalu kita artikan sebagai hati, mempunyai kemampuan memandang dan mengenal sesuatu, merasakan kesenangan dan kesusahan, mengetahui yang lahir maupun yang batin khususnya mengetahui keberadaan Allah SWT.

Itulah kelebihan manusia daripada makhluk lain yaitu mempunyai hati yang dapat mengenal Allah dengan sebenar-benarnya sehingga menjadi hamba Allah yang benar-benar takut pada Allah. Sebagaimana difirmankan oleh Allah : Terjemahannya : Apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati-hati mereka.(Al Anfaal : 2)

Hati yang terang-benderang seperti itu dimiliki oleh para ‘ariffin, muqarrobin dan solehin. Hati mereka dapat melihat dan betul-betul mengenal sifat-sifat keagungan Allah. Karena itu mereka benar-benar dapat menghambakan diri kepada Allah SWT. Sebaliknya ada juga manusia yang hatinya gelap (buta) tidak dapat melihat dan mengenal Allah. Hal itu juga difirmankan oleh Allah SWT : Terjemahannya : Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama seperti orang yang buta (mengetahui)? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.(Ar Ra’d : 19)

Firman Allah lagi :Terjemahannya : Mereka itulah orang-orang yang hatinya, pendengarannya dan penglihatannya telah dikunci oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai.(An Nahl : 108) 

Dari Umar Al Khattab, Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud :"Cap penutup hati tergantung di kaki arasy. Bila seseorang melanggar larangan Allah (menghalalkan yang diharamkan oleh Allah) maka Allah akan menutup hati mereka dengan cap penutup hati tersebut."

Bila hati sudah buta, atau sudah dikunci mati oleh Allah SWT, maka hati tidak dapat lagi mengenal Allah. Begitulah hati orang-orang kafir dan munafik yang menyebabkan mereka menolak kebenaran.

Namun bukan hanya hati orang kafir dan munafik saja yang sudah buta, kita sebagai umat Islam pun masih banyak yang hatinya buta. Buktinya adalah kita masih sering membuat dosa (kecil atau besar). Orang yang masih membuat dosa adalah orang yang tidak takut pada Allah. Orang yang tidak takut pada Allah adalah orang yang tidak kenal siapa Allah. Jika tidak kenal Allah menandakan bahwa hati telah buta.

Sabda Rasulullah SAW : Terjemahannya : Sesungguhnya seorang mukmin apabila ia melakukan dosa maka terjadilah satu bintik hitam di hatinya. Jika dia bertaubat dan berusaha membuangnya (bintik hitam tersebut) maka akan selamatlah hatinya. Kalau dosanya bertambah maka hatinya akan semakin terkunci.
 

Sabda baginda lagi yang maksudnya :Orang yang membuat satu dosa hilanglah sebagian akalnya untuk tidak kembali lagi selama-lamanya.

Kalau mata kita buta, maka kita tidak dapat melihat, tidak dapat mengenal bahkan tidak dapat berjalan lagi. Begitulah kalau hati kita buta, kita tidak dapat mengenal Allah dan tidak dapat menempuh jalan syariat lagi. Kita tidak takut, tidak redha, tidak tawakal, tidak yakin, tidak berharap kepada Allah, tidak cinta, tidak yakin dengan janji-Nya yaitu Syurga, Neraka, Hari Hisab, siksa kubur, dan lain-lain lagi. Bila perasaan tersebut sudah tidak ada di hati kita maka datanglah penyakit hati.

 Firman Allah :Terjemahannya : Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta. (Al Baqarah : 10)

Mereka akan tersiksa di dunia dan di Akhirat. Di dunia mereka akan merasa kecewa, putus asa, berkeluh kesah, dan tidak tenang. Di akhirat tentulah lebih tersiksa lagi.

Penyakit hati yang Allah maksudkan itu diantaranya ialah iri dengki, dendam, buruk sangka, serakah, cinta dunia, bakhil, pemarah, penakut, riya', ujub dan sombong.

Langkah pertama yang wajib ditempuh untuk mengobati penyakit hati kita ialah dengan mengobati hati yang buta itu. Bila hati sudah tidak buta maka penyakit-penyakit hati lainnya akan hilang dengan sendirinya.

Kalau mata kita sakit atau buta, maka kita akan pergi ke dokter mata. Mungkin mata kita akan dibersihkan, dibedah dan sebagainya. Begitupun kalau hati kita yang buta, maka kita mesti memberi pengobatan yang sesuai.

Untuk itu mari kita lihat dulu apakah yang menyebabkan hati terhijab? Di antaranya adalah:

a. Memakan makanan haram dan makanan syubhat, baik sadar atau tidak.Bersabda Rasulullah SAW yang maksudnya:"Hati itu dibina dengan apa yang dimakan."
 

Hati kita adalah segumpal darah yang mengandung sel-sel darah merah dan zat-zat besi. Sel dan zat-zat itu berasal dari makanan yang kita makan. Kalau makanan kita bersih (halal mengikut syariat Islam) maka sel dan zat itu juga bersih sehingga hati kita juga akan bersih. Sebaliknya kalau makanan yang kita makan itu kotor (haram dan syubhat) baik benda itu haram atau uang yang digunakan untuk membelinya haram, maka sel dan zat-zat besi, atau zat-zat yang membina hati kita itu kotor, busuk dan gelap.

Hati seperti wadah yang terbuka. Hati yang kotor tidak akan menerima taufik dari Allah sebab Allah tidak akan memberi taufik dan hidayah kepada hati yang kotor. Sama halnya kita tidak akan memasukkan makanan ke dalam piring yang kotor. Apalagi taufik dan hidayah dari Allah itu sangat tinggi harganya.  Bila hati tidak bisa melihat kebenaran maka tidak akan terasa kebesaran, kehebatan, kasih sayang dan didikan dari Allah, tidak terasa anugerah, penjagaan, pengawasan dan pembelaan Allah. Kalau hati tidak mendapat hidayah dan taufik lagi maka kita akan menjadi orang yang sesat dan selalu terlibat melakukan maksiat dan mungkar.

Bersabda Rasulullah SAW :  Terjemahannya : Dalam diri anak Adam itu ada segumpal daging. Bila baik daging itu baiklah seluruh anggota dan seluruh jasad. Bila jahat dan busuk daging itu jahatlah seluruh jasad. Ketahuilah, itulah hati.(Riwayat Al Bukhari & Muslim)

Firman Allah : Terjemahannya : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman dengan-Nya. (Al Maidah : 88)

Perintah memakan makanan yang halal adalah wajib. Kalau kita makan makanan yang haram dalam keadaan sadar bahwa benda yang kita makan itu haram maka kita akan berdosa dan hati kita akan gelap. Tetapi kalau makanan yang haram dan syubhat itu kita makan, tanpa diketahui bahwa benda itu haram dan syubhat maka kita tidak berdosa tetapi hati kita yang dibina dari makanan itu tetap akan gelap.

Atas dasar itulah Sayidina Abu Bakar As Siddiq mengorek kembali makanan yang telah ditelannya hingga muntah-muntah, setelah dia mengetahui bahwa makanan itu sumbernya adalah syubhat. Amirul Mukminin itu merasa cukup takut bila makanan itu akan membutakan hatinya. Setelah mengorek makanan itu, dengan rasa bimbang bila saja ada sisa-sisa makanan tersebut yang masih ada dalam perutnya, maka beliau pun berdoa, "Ya Allah, jangan Engkau bertindak kepadaku akan apa yang telah jadi darah dagingku"

Begitulah Sayidina Abu Bakar menjaga hatinya. Sebab itu hatinya menjadi terang-benderang. Jadi, tidak mengherankan kalau keyakinan beliau cukup kuat dengan Allah. Rasulullah SAW pun memuji beliau dengan sabda baginda : Terjemahannya : Kalau dibandingkan iman Abu Bakar dengan iman seluruh manusia kecuali Nabi dan Rasul niscaya imannya masih lebih baik. Hal yang serupa terjadi pada Imam Nawawi. Semasa hidupnya ia tidak makan buah-buahan di Damsyik karena merasa buah-buahan itu syubhat. Beliau sangat menjaga hatinya.

Hati yang terang-benderang akan mempunyai basirah (pandangan batin) yang tajam yang dapat menembus alam gaib dan alam kerohanian. Bila alam gaib yang hebat itu bisa terlihat oleh kita maka alam yang lahir itu sudah tidak berarti apa-apa.

Perbandingannya seperti ini : Misalnya suatu hari kita diundang menjadi tetamu raja. Maka masuklah kita ke istana. Di sana kita akan diberi dengan pelayanan yang istimewa, dengan pakaian dan makanan, peralatan dan perhiasan yang tidak pernah kita jumpai. Kita merasa sangat gembira dan kita merasa tidak mau kembali lagi ke rumah kita, sebab rumah kita sudah tidak berharga apa-apa lagi dibandingkan dengan kehidupan yang indah di istana.

Begitulah keadaan mereka yang bisa melihat kehebatan alam gaib. Alam yang lahir menjadi tidak berharga lagi. Karena itulah Sayidina Abu Bakar r.a bisa mengorbankan semua harta bendanya kepada jihad fisabilillah hingga tidak ada apa-apa lagi yang ditinggalkan untuk anak isterinya. Beliau mau menebus kehidupan di alam gaib yang maha hebat dengan menggadaikan seluruh harta benda dunia yang murah itu. Begitu juga sahabat-sahabat yang lain dan mujahid-mujahid Islam, mereka telah mengorbankan dunia yang sedikit itu untuk membeli kehidupan akhirat yang agung di alam baqa’ nanti.

Firman Allah : Terjemahannya : Sesungguhnya Allah SWT telah membeli dari orang mukmin, diri dan harta mereka dengan (harga) Syurga untuk mereka. (At Taubah : 111)

Mari kita mengobati hati kita dengan menghindar dari makanan yang haram. Langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengelak dari makanan yang haram diantaranya ialah :

Jangan memakan makanan yang zatnya jelas haram seperti arak atau makanan yang dicampur arak atau daging yang tidak disembelih. Jangan memakan makanan yang bernajis baik sifatnya najis (karena dibuat dari bahan yang tidak halal) atau karena cara mencucinya tidak betul atau tidak menurut syariat, sehingga tetap najis (tetap tidak halal). Jangan memakan daging yang disembelih secara tidak halal dan membersihkannya tidak menurut syariat. Jangan memakan makanan yang dibeli dengan uang yang haram (sekalipun makanan itu halal). Uang yang haram contohnya uang suap, uang riba, uang curian dan tipuan. Jangan kita memakan makanan dari usaha yang haram seperti riba, pelacuran, judi, dan lain-lain.

Makanan syubhat ialah makanan yang kita ragukan halal atau haram dan uang syubhat ialah uang yang sumbernya kita ragukan halal atau haram. Makanan dan uang yang syubhat itu wajib dielakkan supaya kita berpeluang memperoleh kejernihan batin untuk mengenal Allah dengan pengenalan yang sebenarnya. Sekarang ini banyak makanan di restoran yang menyalahgunakan perkataan 'HALAL' dan 'ISLAM' sebagai tanda perniagaan mereka. Kita harus berhati-hati juga sebab musuh Islam telah menyalahgunakan kata-kata 'HALAL' dan 'ISLAM' itu untuk keuntungan perut dan kantong mereka saja. Mereka sama sekali tidak takut pada Allah dan tidak ingin untuk mencari keredhaan-Nya.

Makan makanan yang halal tetapi berlebihan juga menjadi satu faktor penentu kepada corak hati kita. Sabda Rasulullah SAW : Terjemahannya : Wadah yang paling dibenci oleh Allah adalah perut yang penuh dengan makanan yang halal.

Allah benci kepada perut yang penuh dengan makanan sebab perut yang penuh itu akan melemahkan kegiatan hati sehingga tidak kuat untuk memandang pada alam gaib.

Bila hati lemah maka manusia menjadi lalai dan malas. Malas beribadah dan mudah terjebak dalam maksiat. Atas dasar itulah para salafussoleh mengurangi porsi makan mereka.

Rasulullah SAW selalu melatih perutnya untuk berada dalam keadaan lapar. Beliau pernah meletakkan batu di perut dan kemudian mengikat perutnya dengan kain agar tidak terasa kekosongan perut yang memang kosong. Beliau jarang berada dalam keadaan kenyang. Jika satu hari kenyang, maka tiga hari lapar. Beliau selalu berpuasa satu hari, kemudian satu hari lagi berbuka.

Begitu pula cara hidup yang ditempuh oleh Nabi Sulaiman a.s yang dikenal sebagai orang kaya-raya. Beliau selalu berpuasa dan hanya memakan roti kering dan air putih. Nabi Yusuf a.s pun ketika menjadi menteri di Mesir melakukan sehari berpuasa dan sehari berbuka. Bila ditanya mengapa Beliau berbuat begitu, jawabnya, "Di hari aku lapar, aku dapat merasa bahwa aku adalah hamba yang memerlukan pertolongan Allah. Di hari aku kenyang maka aku dapat bersyukur pada Allah SWT yang memberikan rezeki."

Begitulah cara hidup Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul, orang-orang muqarrobin dan orang-orang soleh. Mereka berjuang melawan nafsu untuk membersihkan hati supaya merasa diri sebagai hamba Allah yang lemah dan hina dina. Cara hidup mereka itulah yang wajib kita contoh. Kita mesti senantiasa berperang dengan nafsu yang selalu mengajak kita lalai dari Allah.

Mari kita obati hati kita dengan cara mengurangi makan. Langkah-langkah praktis yang mesti diambil untuk mengurangi makan di antaranya ialah :

Hidangan makanan kita janganlah lebih dari dua jenis lauk. Itulah amalan Sayidina Umar. Beliau tidak makan dengan lebih dari dua jenis lauk. Sebab bila jenis lauk sudah bermacam-macam nafsu kita bertambah besar untuk merasakan semua jenis lauk. Makanan itu sebaiknya sederhana, jangan terlalu enak. Sebab kalau terlalu enak, kita tidak mampu mengawal nafsu untuk makan berlebihan. Jangan menyimpan berbagai kelebihan makanan dalam rumah, sebab bila makanan tersedia maka kita senantiasa berfikir untuk makan. Sebaliknya kalau tidak ada simpanan makanan, nafsu tidak akan mengajak kita berfikir untuk makan.Coba memperbanyak puasa sunat seperti di hari Senin dan Kamis atau paling kurang tiga hari dalam sebulan.

Harus kita fahami bahwa langkah-langkah di atas adalah untuk membersihkan hati dan membuat hati kita merasa menjadi hamba Allah yang lemah dalam segala masalah kita.

b. Pandangan dan Pendengaran yang Haram

Kita telah sepakat bahwa : "Dari mata turun ke hati." Artinya hasil dari pandangan (termasuk pendengaran) bukan sekedar terasa di mata dan telinga tetapi akan bersambung dan berkesan di hati. Kalau apa yang kita pandang dan dengar itu baik, maka hati kita akan menerima kebaikannya. Sebaliknya kalau yang kita pandang dan dengar itu maksiat dan mungkar (haram), maka hati kita akan berisi kejahatan dan kemungkaran itu.

Hati yang senantiasa menerima pandangan dan pendengaran yang mungkar akan menjadi hati yang gelap dan pekat, buta dari melihat keagungan Allah. Hati itu tidak lagi merasa takut pada Allah, bahkan cinta dan rindu pada Allah SWT akan hilang.

Saya rasa kita semua tentunya memiliki pengalaman pribadi terhadap hal itu. Kalau setiap hari hati kita terisi dengan zikrullah, bacaan Al Quran, puasa, shalat sunat, membaca kitab dan mendengar pengajian agama, hati kita akan lembut, terasa indah dalam beribadah kepada Allah, rindu kepada kebaikan, benci dan takut kepada dosa.

Tetapi kalau setiap hari hati kita isi dengan program TV, berkata-kata kosong, mengumpat dan mencaci, membaca majalah hiburan yang penuh maksiat, mendengar lagu-lagu pop, maka kita akan menjadi malas beribadah, memandang kecil tentang cara hidup sunnah, tidak ada rasa takut dengan Allah, tidak membesarkan Allah apalagi untuk rindu pada-Nya, tidak suka pada pemuka agama dan lupa pada Akhirat. Hati kita menjadi cinta kepada dunia dengan segala hiburannya. Hati selalu ingin lepas, bebas tanpa disekat oleh hukum Islam, malas berjuang dan berangan-angan, serta ingin hidup lebih lama lagi. Itulah bukti-bukti yang menunjukkan bahwa tindakan lahir, pendengaran dan penglihatan yang haram akan membuat hati kita buta kepada kebenaran.

Allah berfirman : Terjemahannya : Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercantum (benih) yang akan Kami mengujinya (dengan perintah dan larangan) karena itu Kami menjadikan dia mendengar dan melihat. (Al Insaan : 2)

Tujuan Allah memberi kita mata dan telinga adalah untuk mencari dan mengenal pencipta kita yaitu Allah SWT. Selain itu supaya kita sadar untuk berbakti dan menurut perintah-Nya. Firman-Nya : Terjemahannya : Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk menyembah Aku. (Adz Dzaariyat : 56)

Kita mesti merasa bahwa diri kita adalah sebagai hamba dalam melaksanakan perintah suruhan dan larangan dari Allah. Yang penting adalah rasa kehambaan. Ibadah yang sebenarnya adalah yang berasal dari rasa kehambaan. Kalau waktu beribadah itu kita tidak merasa hina dan tidak merasa hamba, tetapi merasa besar diri, sombong, marah, dengki, maka amalan lahir itu bukan lagi dinilai ibadah. Sama halnya dengan seorang kuli yang menghadap tuannya dengan rasa besar diri, dengan bertolak pinggang. Bukankah lebih baik bila ia tidak menghadap, sebab tentu akan menimbulkan kemarahan tuannya.

Hidup bukan untuk dunia tetapi hidup untuk Allah dan untuk mencari bekal kembali ke Akhirat. Untuk tujuan itulah kita dikaruniakan Allah pendengaran dan penglihatan. Gunakanlah keduanya sebaik mungkin sebagai alat untuk sampai kepada tujuan yang diredhai-Nya.

Mari kita obati hati kita dengan menjaga pandangan dan pendengaran hanya kepada yang dapat mengingatkan kita kepada Allah, merasa takut pada-Nya dan untuk berbakti pada-Nya.
Langkah-langkah yang sebaiknya diambil di antaranya ialah :

Banyakkan membaca Al Quran dan terjemahannya, hadist dan kitab-kitab serta buku-buku agama termasuk majalah dan risalah yang berunsur dakwah. Dalam waktu yang sama, elakkan dari membaca buku-buku khayalan, majalah hiburan dan berita-berita yang jauh dari kebenaran. Selalu mengunjungi mesjid, tempat pengajian agama, majelis dakwah, tahlil dan zikrullah serta mengelak dari tempat-tempat maksiat, acara-acara yang liar (pergaulan bebas) dan keluar rumah tanpa tujuan, sebab di luar banyak pandangan dan pendengaran yang membawa kepada maksiat. Juga kita mengelak dari bergaul dengan kawan yang mengajak kita kepada maksiat.  Mendatangi orang-orang soleh, sebab dengan melihat mereka, dapat memberi Kekuatan. Ingat mati, karena selalu mengingat mati akan melembutkan hati.  Elakkan dari menonton program TV yang tidak berfaedah. Sekali kita biarkan mata dan telinga kita memandang dan mendengar perkara yang dibenci oleh Allah, maka selama itu kita biarkan nafsu menjadi raja di hati kita sehingga kita lalai dan tidak takut kepada penglihatan dan pengawasan Allah. Lebih baik kita tidur daripada menonton TV sampai larut malam. Hasilnya kita bisa bangun dengan segar untuk menyembah Allah dan mendekatkan hati pada-Nya. Kalau hati kita merasa sama saja antara melihat maksiat atau tidak, itu tandanya hati kita sudah rusak dan jauh dari Allah.

Itulah di antaranya langkah-langkah yang perlu diambil untuk menjernihkan batin kita. Perlu diingat bahwa langkah-langkah itu mesti diperjuangkan sungguh-sungguh dan terus menerus.

Kita jangan cepat jemu atau mudah terpengaruh dengan bujukan nafsu liar kita. Dan janganlah kita mengharap untuk memperoleh hasilnya dalam jangka waktu yang singkat. Sebab menurut pengalaman orang-orang yang telah menempuh jalan itu, waktu paling singkat untuk memperoleh hati yang bersih (taraf kerohanian yang tinggi) melalui mujahadah melawan hawa nafsu (mujahadatunnafsi) adalah 20 sampai 30 tahun lebih.

Waktu yang akan kita tempuh, sesuai dengan waktu yang kita gunakan untuk maksiat. Sejak dalam perut ibu, kita sudah menerima makanan yang tidak jelas halalnya. Setelah lahir pun kita berada di tengah-tengah maksiat dan macam-macam kemungkaran. Hati kita sudah gelap pekat dengan karat-karat dosa yang kita lakukan secara sadar atau tidak. Jadi memang sudah selayaknya kalau kita korbankan 20-30 tahun umur kita yang akan datang untuk membersihkan hati nurani kita. Mudah-mudahan di akhir umur kita, dapat kita rasakan kebersihan hati dan keselamatan dari mazmumah. Mudah-mudahan kita dapat menghadap Allah membawa hati yang selamat.  Firman Allah : Terjemahannya : Di hari itu (hari kita meninggal dunia) tidak berguna lagi harta dan anak kecuali mereka yang menghadap Allah membawa hati yang selamat. (Asy Syuara’: 88-89)

Apabila ruh kita sudah bersih dan sudah kembali pada fitrahnya semula (sewaktu di alam ruh), maka kita akan merasakan bermacam-macam pengalaman batin yang luar biasa. Tapi hal itu juga tergantung kepada taraf kebersihan ruh yang dapat kita capai. Ada dua peringkat ruh yang bersih yaitu :

1. Ruh yang terlalu bersih (orang yang Mukasyafah) 

Biasanya dicapai oleh muqarrobin. Ruh itu dapat menembus hijab antara alam dunia dan malakut dan dapat melihat segala rahasia-rahasia batin manusia.

Hal-hal yang biasanya oleh orang biasa dilihat di alam mimpi maka mereka dapat melihatnya di waktu sadar. Contohnya : kalau ada seseorang yang sifat batinnya seperti anjing maka orang itu akan terlihat oleh mereka seperti anjing. Kalau orang biasa mendapat ilmu dengan belajar maka mereka memperoleh ilmu melalui ilham.

2. Ruh yang bersih 

Tingkatan itu dapat dicapai oleh orang-orang soleh. Ruh mereka dapat mengesan rahasia-rahasia batin hanya melalui mimpi-mimpi yang benar dan rasa hati yang benar dan tepat dengan kehendak Allah. Mereka tidak dapat melihatnya secara nyata, sebab hijab pada diri mereka tidak terangkat semua. Allah menceritakan hal itu dalam hadist Qudsi, firman-Nya yang bermaksud : Barang siapa yang memusuhi wali-Ku (orang yang setia pada-Ku) maka Aku mengisytiharkan perang terhadapnya. Dan tiada amal seorang hamba-Ku yang bertakwa (yang beramal) pada-Ku yang lebih Kucintai daripada dia menunaikan semua yang Kufardhukan ke atasnya. Dan hambaKu yang senantiasa bertaqarrub kepadaKu dengan nawafil (ibadah sukarela) sehingga Aku mencintainya, maka jadilah Aku seolah-olah sebagai pendengarannya yang ia mendengar dengannya dan sebagai penglihatannya yang ia melihat dengannya dan sebagai tangannya yang ia bertindak dengannya dan sebagai kakinya yang ia berjalan dengannya.

Dan andaikata ia memohon pasti akan Kuberi padanya. Dan andaikata ia berlindung kepada-Ku pasti akan Kulindungi.

Rasulullah SAW bersabda : Terjemahannya : Takutilah olehmu firasat (pandangan tembus) orang-orang Mukmin karena ia memandang dengan cahaya Allah. (Riwayat At Tarmizi)


4 Jun 2017

Siapakah Mereka.. Seperti Binatang Ternakan.. Allahu Akbar



Mereka itu seperti binatang ternakan, bahkan mereka lebih sesat!

"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami [ayat-ayat Allah] dan mereka mempunyai mata [tetapi] tidak dipergunakan untuk melihat [tanda-tanda kekuasaan Allah] dan mereka mempunyai telinga [tetapi] tidak dipergunakan untuk mendengar [ayat-ayat Allah]. Mereka itu seperti binatang ternakan, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." ~ Al-A'raaf : 179.

Allah SWT dalam ayat ini menghuraikan tentang perkara yang menyebabkan terjerumusnya manusia ke dalam kesesatan. Allah menjelaskan ramai manusia menjadi isi neraka Jahannam, begitu juga mereka yang masuk syurga sesuai dengan amalan masing-masing.

Firman Allah: "Maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia." [Hud : 105]

Firman Allah lagi :"Segolongan masuk syurga dan segolongan masuk neraka." [Asy-Syura : 7]


Kebanyakan manusia itu diazab di neraka Jahannam disebabkan akal dan perasaan mereka tidak digunakan untuk memahami keesaan dan kebesaran Allah SWT sedangkan kepercayaan itulah yang akan membersihkan jiwa mereka dari segala macam was-was dan kehinaan serta kerendahan. Kepercayaan inilah yang akan menanam keyakinan kepada diri mereka sendiri, dan menjadi benchmark kepada keutuhan peribadi dan sahsiah.

Kita juga melihat sekalian manusia yang mengaku beriman, tetapi sebenarnya lalai dan lupa dengan kepercayaan sepenuhnya pada hari Akhirat. Mereka hanya menggunakan akal untuk menanam saham dunia tanpa sedikit pun membaja benih akhirat dalam setiap perbuatan dan pekerjaan.

"Mereka hanya mengetahui yang zahir [saja] dari kehidupan dunia, sedang tentang [kehidupan] akhirat adalah lalai." [Ar Rum : 7]

Mereka tidak memahami bahawa tujuan hidup sebenar manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya dan melaburkan saham Akhirat sebanyak mungkin sebagai persediaan. Mereka tidak mengetahui bahawa tujuan Allah memerintahkan mereka menjauhi kemaksiatan dan dosa serta mendorong melakukan amal adalah untuk dua kebahagiaan - dunia dan akhirat. Mereka membutakan hati dan mata, memekakkan telinga dengan segala macam kebaikan dan petunjuk yang datang kepada mereka.

Firman Allah : "Dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati tetapi pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit jua pun bagi mereka kerana mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh keseksaan, yang dahulu mereka sering memperolok-olokkannya." [Al-Ahqaf : 26]

Mereka tidak dapat memanfaatkan mata, telinga dan akal sehingga mensia-siakan hidayah Allah. Keadaan mereka seperti binatang bahkan lebih buruk daripada binatang, kerana binatang tidak mempunyai akal dan upaya fikir untuk mengolah kesan penglihatan dan pendengaran mereka.

Binatang hanya mewujudkan persepsi atau reaksi terhadap dunia luar secara naluri dan bertujuan hanyalah untuk meneruskan hidup [survival]. Betapa hinanya manusia yang menjadi seperti binatang ini dan menjadi hamba kepada hawa nafsu, malah mereka lebih rendah nilai kerana tidak mampu menggunakan kelebihan akal dan hati.

Kita memohon kepada Allah, agar dijauhkan daripada segala ciri-ciri ini, dan menarafkan diri sebagai Khalifah di atas muka bumi. Sekalian umat Islam perlu memiliki kekuatan untuk mengubah persepsi yang mengambil ringan tuntutan "Amar Makruf Nahi Mungkar", sehingga berleluasanya kemaksiatan dan kecelaruan nilai dalam kehidupan bermasyarakat.


Kita Beragama Dengan Mengikuti “Dalil”. Mengikuti "Wahyu" Bukan Dengan Logika "Otak" Dan Perasaan Sahaja.

DALIL BAGI ORANG YANG BERAGAMA DENGAN MENGGUNAKAN AKAL & PERASAAN

 “Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.” Katakanlah: “Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?” (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia(biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya… “ (Q.S: al Maaidah: 18)

 “…Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu). ” (Q.S: al Maaidah: 75)


Sungguh kita telah mengetahui bahwa Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani dan Allah telah menetapkan bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir, musyrik (Q.S: al-Maaidah: 72) dan Neraka Jahanam tempat mereka kembali (Q.S al-Bayyinah: 6).

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”.  (Q.S: Ali Imran: 85).

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab, kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (Q.S: Ali Imran: 19)

Aduhai, celakalah manusia yang menggunakan akal dan perasaannya semata dalam menilai baik dan benar! Aduhai, merugilah orang-orang yang berpatokan pada akal dan perasaannya dalam beragama.

Karenanya Allah SWT berfirman: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, sedangkan ia amat baik bagimu. Boleh jadi kamu menyukai sesuatu,sedangkan ia adalah amat buruk kepadamu. Dan Allah Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”  (Q.S: al-Baqarah: 216)

Dan bukankah dulu iblis juga melakukan kesalahan yang sama? Iblis juga menggunakan akal, perasaan dan hawa nafsunya!

Tengoklah argumen iblis ketika ia menolak untuk sujud kepada Adam as:  “Allah berfirman: “Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?.” “Iblis berkata: “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”. (Q.S: Shaad: 75-76)

Itulah logika iblis. Lihatlah argumennya: “aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.!” Tapi argumen Iblis ini menurut hawa nafsu dan seleranya sendiri yang bertentangan dengan wahyu dan kenyataan. Allah menciptakan Adam lebih baik dari jin dan malaikat, lihat bagaimana Allah memperlihatkan kebolehan Adam as dihadapan para malaikat di surat al-Baqarah: 31-33. Maka dari itu Allah (hendak) menjadikan Adam as sebagai khalifah di muka bumi dan memerintahkan malaikat dan iblis untuk sujud kepada Adam. Namun iblis menolak perintah Allah, bahkan berargumen dengan logika dan perasaannya sendiri.

Celakalah iblis, sebagaimana juga celakalah orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mengikuti hawa nafsu, logika, akal dan perasaan. Dan celaka pulalah orang-orang yang mengikuti mereka semuanya. Wa iyyadzubillah.

Maka, yang benar adalah kita beragama dengan mengikuti “dalil”. Mengikuti wahyu. Tengoklah firman Allah SWT:

 “… Dan ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu, …” (Q.S: Yunus: 109)

” Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata,…” (Q.S:  108)
  
Para nabi mengajak manusia dengan hujjah yang nyata. Hujjah kita adalah al-Qur’an dan as-Sunnah/hadits. Maka marilah kita kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman yang shahih, yaitu pemahaman generasi awal, salaful ummah (lihat tulisan tentang “pentingnya pemahaman yang benar terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah”).

Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Q.S: an-Nisaa’: 59)

Dan janganlah kita menjadi orang yang memperturutkan hawa nafsu (sedangkan kita sendiri tidak dapat membedakan mana hawa nafsu, mana akal? Dan bagaimana kita dapat menjamin pula akal kita berada di rel yang benar? Bahwa akal kita tidak bercampur dengan hawa nafsu?).

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya…” (Q.S: al-Furqon: 43)

Artinya hawa nafsulah yang selalu diikutinya, dijadikannya patokan, bukan ayat-ayat Allah dan petunjuk Rasul-Nya.

 Dan ingatlah, iblis dan syaithan SANGAT LIHAI menjadikan perbuatan buruk dan dosa terasa indah dimata pelakunya:

 “Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,” (Q.S: al-Hijr: 39)

“…dan syaithan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan. ” (Q.S: al-An’aam: 43)

Manusia adalah mahluk yang sangat lemah. Akal manusia pun sangat terbatas. Sedangkan hati dan perasaanya sangat mudah dimasuki bisikan dan was-was syaithan. Iblis dan bala tentaranya memiliki kemampuan dan bahkan sudah berjanji akan menjadikan perbuatan buruk manusia terasa/dipandang indah oleh manusia itu sendiri. Itulah perbuatan iblis dan syaithan. Namanya talbis iblis. Sesuatu yang buruk dijadikannya terasa baik. Sekali lagi, celakalah orang yang mengedepankan akal dan perasaanya dalam perkara agama.

 Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ

“Seandainya agama dengan logika, maka tentu bagian bawah khuf (sepatu) lebih pantas untuk diusap daripada atasnya. Sungguh aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas khufnya (sepatunya).” (HR. Abu Daud no. 162. Ibnu Hajar mengatakan dalam Bulughul Marom bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini).

Kata Ash Shon’ani rahimahullah, “Tentu saja secara logika yang lebih pantas diusap adalah bagian bawah sepatu daripada atasnya karena bagian bawahlah yang langsung bersentuhan dengan tanah.” Namun kenyataan yang dipraktekkan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah demikian. Lihat Subulus Salam, 1: 239.

Kesalahan-kesalahan manusia karena menjadikan akalnya, perasaannya dan hawa nafsunya sebagai tuntunan cukup banyak. Marilah kita kembali kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani yang sudah seharusnya dijadikan pelajaran bagi kita:

“ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?” Katakanlah: “Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah,” (Q.S:  al-Baqarah: 140)

 Selama ini orang-orang Yahudi dan Nasrani mengaku sebagai pengikut Ibrahim as, sebagai penganut agama Ibrahim as. Tapi itu menurut persangkaan mereka belaka. Sedangkan Allah membantahnya:

 “Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik”. (Q.S:  Ali Imran: 67)

Dan inilah LOGIKA FIR’AUN: “…Aku hanya mengemukakan kepadamu, APA YANG AKU PANDANG BAIK; dan aku hanya menunjukkan kepadamu jalan yang benar.” (Q.S: Ghafir: 29)

Itulah perkataan fir’aun kepada pengikutnya. Dia berusaha meyakinkan orang-orang bahwa dialah yang benar. Padahal di depannya berdiri Musa as dan Harun as yang diutus Allah yang membawa ayat-ayat Allah. Tapi itulah fir’aun. Penguasa. Logika, pikiran dan perkataannya mempunyai pengaruh besar terhadap manusia, terutama manusia yang hatinya condong mengingkari petunjuk dan kebenaran. Ini semua diungkapkan Allah SWT agar kita mengambil pelajaran. Maka, marilah kita mengambil pelajaran dari kesalahan orang-orang terdahulu. Mulai dari iblis, fir’aun, orang-orang Yahudi, hingga Nasrani. Janganlah kita mengulang kesalahan mereka.

 “… Dan ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu, …” (Q.S: Yunus: 109)

 Sami’na wa atho’na.

 Lalu bagaimana jika selama ini sering kita lihat agama Islam beriringan dengan ilmu pengetahuan. Bukankah itu bukti bahwa agama Islam itu logis??

Jawab: tetap yang kita dahulukan adalah wahyu, bukan ro’yu (akal). Kalau dia sesuai dengan ilmu pengetahuan atau bukti empiris, KARENA AGAMA ISLAM INI BERASAL DARI ALLAH, SANG MAHA PENCIPTA ALAM SEMESTA INI. Namun, akal hanya berfungsi sebagai pendukung. Jika akal kita ‘tidak sampai’, tidak dapat menjelaskan, tetaplah dalil/wahyu yang kita ikuti. Barangkali nanti sekian puluh atau sekian ratus tahun ke depan anak-cucu kita yang akan mendapat izin membuktikannya secara ilmu pengetahuan oleh Allah, atau barangkali ia akan tetap menjadi rahasia Allah dan Allah pasti memiliki hikmah dibaliknya.

“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S: Luqman: 27)

“Kalimat Allah” adalah ilmu-Nya dan hikmah-Nya.

Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua untuk mentaati ajaran Nabi dan Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam dan mewafatkan kita dalam Islam.

Ya Allah, wafatkanlah kami dalam keadaan Muslim dan gabungkanlah kami bersama orang-orang yang shaleh  (doa Nabi Yusuf as, Q.S: Yusuf: 101)

3 Jawaban Manusia Ketika Diperintah Taat Kepada Allah Dan RasulNya:

1) Jawaban org mukmin: sami’na wa atho’na (kami dengar, kami taat)
 

2) Jawaban Bani Israil/Yahudi: sami’na wa ashoina (kami mendengar, tapi tidak menaati)
 

3) Jawaban org MUNAFIQ: sami’na wa hum laa yasma’uun (mereka berkata: “kami dengar” padahal mereka tidak mendengarkan)

Masuk kategori manakah kita?

Semoga kita termotivasi untuk selalu menjadi golongan pertama. Aamiin. 

________________________________________________


Penjelasan:

1) Jawaban orang mukmin: sami’na wa atho’na misalnya dijelaskan di surat an-Nuur: 51:

“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami MENDENGAR, DAN KAMI PATUH.” Dan mereka itulah orang-orang yang BERUNTUNG.” (Q.S: an-Nuur: 51)dan al-Baqarah: 285:

“…Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “KAMI DENGAR DAN KAMI TAAT.” (Q.S: al-Baqarah: 285)

2) Jawaban Bani Israil/Yahudi: sami’na wa ashoina:al-Baqarah: 93:

 “…Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab: “KAMI MENDENGAR TETAPI TETAPI TIDAK MENTAATI”. (Q.S: al-Baqarah: 93)

3) Jawaban orang MUNAFIQ: sami’na wa hum laa yasma’uun: al-Anfaal: 20-21:

“Hai orang2 beriman, taatlah kepada Allah & RasulNya dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, sedang kamu mendengar. Dan janganlah kamu seperti orang-orang MUNAFIQ yang berkata: “KAMI MENDENGARKAN”, PADAHAL MEREKA TIDAK MENDENGARKAN.” (Q.S: al-Anfaal: 20-21)

Ketika mereka mengatakan, “kami mendengar”, Allah Maha Tahu, sebenarnya hati mereka menolak dan mereka tidak mendengarkan. Sebagaimana orang munafiq pada umumnya, secara zhahir mereka menampakkan sifat baik, mendengar & merespon, padahal tidak demikian (Ibnu Ishaq dlm Tafsir Ibnu Katsir hal 25 terbitan Pustaka Imam Syafii).

Kemudian Ibnu Katsir menulis: “Allah menjelaskan bahwa manusia seperti ini adalah MAHLUK PALING BURUK & TERMASUK PERANGAI PALING BURUK. Karena Allah berfirman di ayat selanjutnya:

 “Sesungguhnya binatang (mahluk) yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah orang-orang yang tuli.” ~al-Anfaal: 22.

Maksudnya TULI dari mendengarkan kebenaran. BISU dari memahaminya. Karena itu Allah berfirman: “Yang tidak mengerti apa pun”.

Mengapa seburuk-buruk mahluk? Sebab seluruh mahluk melata selain mereka taat kepda Allah sesuai fungsi ia diciptakan. Sementara orang munafiq diperintahkan utk beribadah namun mereka kufur.

Pada surat al-Araaf: 179 Allah berfirman: “Mereka itu spt binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka itulah orang-orang yg lalai.” (Q.S: al-Araaf: 179)


Menurut Al-Qur’an dan Pemahaman Manusia Tentang Alam Semesta, Manusia Purba, Nabi Adam dan Alien

Assalamu’alaykum,

• • – – –

Dimulai dari Nabi Adam dan Manusia Purba, mana yang lebih dahulu? Nabi Adam yang lebih dulu diturunkan, baru setelah itu ada yang disebut sebagai Manusia Purba? Atau sebelum Nabi Adam turun sudah ada Manusia Purba lalu dimusnahkan agar memberi tempat bagi sang Khalifah dan Nabi pertama untuk menjalankan tugas dari-Nya? ATAU, malah ada sebuah kehidupan yang terjadi jauh sebelum penciptakan Khalifah Nabi Adam dan Manusia Purba?

Jika kita mengambil pelajaran dari beberapa (terjemahan) ayat Al-Qur’an: “Dan Dialah yang memulai penciptaan itu, kemudian Dia mengembalikannya/mengulangi kembali ciptaan itu, dan mengulangi itu lebih mudah bagi-Nya. Dia memiliki sifat Yang Mahatinggi di langit dan bumi, dan Dialah Yang Maha perkasa, Maha bijaksana.” (Q.S. Ar-Ruum [30] : 27)

Dan dapat juga dipelajari dari (terjemahan) ayat surah-surah lainnya, seperti (Q.S. Yunus [10] : 34), (Q.S. Al-Anbiya’ [21] : 104), (Q.S. Al Buruuj [85] : 13), (Q.S. An-Naml [27] : 64), (Q.S. Al-Ankabut [29] : 19) dan (Q.S. Ar-Ruum [30] : 11).


Setelah saya meninjau pemikiran saya lewat (terjemahan) ayat-ayat tersebut, betapa bodohnya kita sebagai makhluk jika kita hanya berpikir bahwa alam semesta ini hanya satu kali diciptakan oleh Allah, berkembang, dan hancur di hari kiamat, dan selesai. Lalu disambung kehidupan rohani abadi di akhirat.

Terlalu remeh tampaknya jika kita berpikir bahwa Allah hanya menciptakan langit dan bumi yang luasnya tak akan diketahui oleh siapapun selain diri-Nya, hanya untuk kita manusia. Maka, dengan (terjemahan) ayat-ayat yang saya cantumkan diatas, menjadi jelas bahwa Allah dapat dengan mudah menciptakan dan mengulanginya kapanpun dan berapapun sesuai kehendak-Nya. Allah mampu mengulanginya sampai pada jumlah yang tak terbatas. Mudah sekali bagi-Nya. Allah mampu membuat alam kembar atau pararel. Allah Mahakuasa membuat duplikat sampai bermiliar Bumi beserta isinya yang sama persis ataupun berbeda.

• • • – –

Dalam ilmu pengetahuan, kita banyak mendengar teori penciptaan alam semesta yang disebut “Big Bang“, yang menyatakan bahwa awal segalanya adalah sebuah ledakan besar, lalu mengembang terus-menerus. Juga ada teori “Big Crunch“, bahwa setelah mengembang luasan miliar tahun, daya kembangnya habis. Lalu mengkerut lagi menjadi satu titik singularitas dan musnah. Kemudian ada teori “Oscillating Universe“, bahwa titik itu akan meledak lagi mengembang cepat mengulangi kejadian awal dulu. Lalu mengkerut lagi. Kemudian mengembang lagi.

Beberapa teori yang saya cantumkan diatas, persis ya jika dikait-kaitkan dengan (terjemahan) ayat ke-27 surah Ar-Ruum? Well, itulah Al-Qur’an! Ditambah, konsep Tauhid adalah meyakini hanya Allah Yang Maha Esa, selain Allah tidak ada yang tunggal. Maka, yang ‘satu’ hanyalah Allah semata, sedang lainnya ada banyak. Termasuk alam semesta yang juga banyak, tidak hanya satu yang kita diami ini, atau yang kita lihat ini atau yang kita pelajari ini.

Maka, bila saya boleh menyimpulkan. Sebelum Nabi dan Khalifah pertama datang ke muka bumi. Sudah ada kehidupan yang nyata sebelumnya di muka bumi ini.

Sebagai panutan tambahan adalah (Q.S. Al Baqarah [2] : 30) “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. Al Baqarah [2] : 30).

Dengan banyaknya (terjemahan) ayat-ayat Al-Qur’an yang saya cantumkan disini. Maka dapat berfungsi sebagai penguat bahwa sebelum Nabi Adam, ada sebuah kehidupan nyata yang terjadi di muka bumi. Menurut syariat Islam, Adam tidak diciptakan di Bumi, tetapi diturunkan dimuka bumi sebagai manusia dan diangkat/ditunjuk Allah sebagai Khalifah (pemimpin/pengganti/penerus) di muka bumi atau sebagai makhluk pengganti yang tentunya ada makhluk lain yang di ganti, dengan kata lain adalah Nabi Adam bukanlah makhluk berakal pertama yang menghuni di Bumi (atau alam semesta).

• • • • –

Lalu, siapakah “makhluk” yang dikhawatirkan oleh para Malaikat pada (terjemahan) ayat 30 Al-Baqarah diatas? Sebagian berpendapat bahwa mereka adalah dari golongan jin. Dan sebagian berpendapat mereka adalah makhluk yang menyerupai manusia, tetapi memiliki karakteristik yang primitif dan tidak berbudaya (tidak lain berarti inilah yang biasa disebut Manusia Purba).

Seperti yang kita ketahui bahwa Allah SWT tidak menyukai “mubazir.” Jadi, sangat mubazir kalau Allah menciptakan alam semesta yang maha luas ini hanya untuk kepentingan kita (manusia) yang ada di Bumi. Maka dari itu, saya menjadi sangat terinspirasi untuk menguak tentang teori yang dapat dengan luas dikaji ini.

Kita bahas dari sudut pandang mereka yang berpendapat bahwa makhluk sebelumnya adalah dari golongan jin. Ada sebagian ulama yang berpendapat sedemikian merujuk dari Q.S. Al Hijr [15] : 27. Inilah bunyi (terjemahan) ayatnya: “Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Q.S. Al Hijr [15] : 27). Maka para ulama tersebut berpendapat bahwa: “Yang dimaksud dengan makhluk sebelum Adam diciptakan adalah Jin yang suka berbuat kerusuhan.” Seperti dalam kitab tafsir Ibnu Katsir. Menurut salah seorang perawi hadits yang bernama Thawus al-Yamani, salah satu penghuni sekaligus penguasa/pemimpin di muka bumi adalah dari golongan jin. Walaupun begitu pendapat ini masih diragukan karena manusia dan jin hidup pada dimensi yang berbeda. Sehingga tidak mungkin manusia menjadi pengganti bagi Jin. Namun, pendapat ini akan saya bahas lagi pada salah satu paragraf-paragraf berikutnya.

Lalu, dari sudut pandang mereka yang berpendapat bahwa Manusia Purba itu ada. Dari (terjemahan) ayat Al-Baqarah 30, banyak mengundang pertanyaan, siapakah makhluk yang berbuat kerusakan yang dimaksud oleh malaikat pada ayat di atas? Dalam Arkeologi, berdasarkan fosil yang ditemukan, memang ada makhluk lain sebelum manusia. Seperti yang populer diistilahkan macam Homo heidelbergensis, Homo rhodesiensis, Homo neanderthalensis, dan mungkin juga termasuk Homo antecessor. Mereka nyaris seperti manusia, tetapi memiliki karakteristik yang primitif dan tidak berbudaya. Volume otak mereka lebih kecil dari manusia, oleh karena itu, kemampuan mereka berbicara sangat terbatas karena tidak banyak suara vowel yang mampu mereka bunyikan.

Sebagai contoh Pithecanthropus Erectus memiliki volume otak sekitar 900 cc, sementara Homo Sapiens memiliki volume otak di atas 1000 cc (otak kera maksimal sebesar 600 cc). Maka dari itu bisa diambil kesimpulan bahwa semenjak 20.000 tahun yang lalu, telah ada sosok makhluk yang memiliki kemampuan akal yang mendekati kemampuan berpikir manusia pada zaman sebelum kedatangan Nabi Adam. TETAPI! itu menurut beberapa ahli. Yang bisa jadi, bukan merujuk kepada Al-Qur’an saat melalukan studi. Karena kebanyakan anggapan adalah, bahwa manusia modern adalah evolusi dari Manusia Purba.

Para kaum Evolusionis, sampai sekarang belum pernah memiliki bukti otentik tentang kebenaran Teori Evolusi. Terbukti dengan kisah kepalsuan Manusia Piltdown:

“Tengkorak Manusia Piltdown dikemukakan kepada dunia selama lebih dari 40 tahun sebagai bukti terpenting terjadinya “evolusi manusia”. Akan tetapi, tengkorak ini ternyata hanyalah sebuah kebohongan ilmiah terbesar dalam sejarah. Pada tahun 1912, seorang dokter terkenal yang juga ilmuwan paleoantropologi amatir, Charles Dawson, menyatakan dirinya telah menemukan satu tulang rahang dan satu fragmen tengkorak dalam sebuah lubang di Piltdown, Inggris. Meskipun tulang rahangnya lebih menyerupai kera, gigi dan tengkoraknya menyerupai manusia.

Spesimen ini diberi nama “Manusia Piltdwon”. Fosil ini diyakini berumur 500.000 tahun, dan dipamerkan di berbagai museum sebagai bukti nyata evolusi manusia. Selama lebih dari 40 tahun, banyak artikel ilmiah telah ditulis tentang “Manusia Piltdown”, sejumlah besar penafsiran dan gambar telah dibuat, dan fosil ini diperlihatkan sebagai bukti penting evolusi manusia. Tidak kurang dari 500 tesis doktoral telah ditulis tentang masalah ini.

Pada tahun 1949, Kenneth Oakley dari departemen paleontologi British Museum mencoba melakukan “uji fluorin”, sebuah cara uji baru untuk menentukan umur sejumlah fosil kuno. Pengujian dilakukan pada fosil Manusia Piltdown. Hasilnya sungguh mengejutkan. Selama pengujian, diketahui ternyata tulang rahang Manusia Piltdown tidak mengandung fluorin sedikit pun. Ini menunjukkan tulang tersebut telah terkubur tak lebih dari beberapa tahun yang lalu. Sedangkan tengkoraknya, yang mengandung sejumlah kecil fluorin, menunjukkan umurnya hanya beberapa ribu tahun.

Penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa Manusia Piltdown merupakan penipuan ilmiah terbesar dalam sejarah. Ini adalah tengkorak buatan; tempurungnya berasal dari seorang lelaki yang hidup 500 tahun yang lalu, dan tulang rahangnya adalah milik seekor kera yang belum lama mati! Kemudian gigi-giginya disusun dengan rapi dan ditambahkan pada rahang tersebut, dan persendi-annya diisi agar menyerupai pada manusia. Kemudian seluruh bagian ini diwarnai dengan potasium dikromat untuk memberinya penampakan kuno.

Le Gros Clark, salah seorang anggota tim yang mengungkap pemalsuan ini, tidak mampu menyembunyikan keterkejutannya dan mengatakan: “bukti-bukti abrasi tiruan segera tampak di depan mata. Ini terlihat sangat jelas sehingga perlu dipertanyakan – bagaimana hal ini dapat luput dari penglihatan sebelumnya?” Ketika kenyataan ini terungkap, “Manusia Piltdown” dengan segera dikeluarkan dari British Museum yang telah memamerkannya selama lebih dari 40 tahun. Skandal Piltdown dengan jelas memperlihat-kan bahwa tidak ada yang dapat menghentikan para evolusionis dalam rangka membuktikan teori-teori mereka. Bahkan, skandal ini menunjukkan para evolusionis tidak memiliki penemuan apa pun yang mendukung teori mereka. Karena mereka tidak memiliki bukti apa pun, mereka memilih untuk membuatnya sendiri.”Lihat lebih lengkap disini.

Dampak yang terjadi karena penemuan Manusia Piltdown adalah, pengabaian para ilmuwan terhadap penemuan fosil Australopithecine macam Taung child yang ditemukan oleh Raymond Dart pada 1920 di Afrika Selatan. Para ilmuwan terjerumus pada blind alley dan mempercayai penemuan Manusia Piltdown.

Sebagian berpendapat, bahwa Manusia Piltdown hanyalah cara Inggris untuk mengklaim bahwa manusia pertama berasal dari daratannya. Walaupun begitu, penemuan-penemuan lainnya tentang fosil-fosil purba yang menyerupai manusia kera, tidaklah palsu dan dipergunakan sebagai dasar Teori Evolusi. Pada 2003, kepalsuan karir Charles Dawson’s terkuak.

• • • • •

Bagaimana jika hal ini dipecahkan dengan Al-Qur’an? Subhanallah!, sepertinya saya berhasil menemukan sebuah pencerahan. Menurut saya, benar adanya manusia kera. Namun, dia bukanlah makhluk yang digantikan oleh Nabi Adam, bukan pula cikal bakal dari kita semua.  

Pada Q.S Al Baqarah [2] : 65-66 yang berbunyi: “Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar diantaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: “Jadilah kamu kera yang hina”. Maka kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”

Pada (terjemahan) ayat ke 66 surah Al Baqarah diatas, disebutkan bahwa “Maka kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” Allah memiliki rencana agar peristiwa yang tercantum pada (terjemahan) ayat tersebut, menjadi pelajaran “bagi mereka yang datang kemudian.” Maka bisa disimpulkan, bahwa manusia kera adalah “orang-orang yang melanggar diantaramu pada hari Sabtu.” (Ayat yang mempunyai arti yang serupa adalah (Q.S. Al-Araf [7] : 166)). 

Maka dari itu, jika saat ini saya membuat tulisan ini. Tidak lain karena Allah memang mempersiapkan ayat ini untuk bisa menjadi “pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”

– • • • •

PERTANYAANNYA? Siapa orang-orang tersebut? Yang diwajibkan atas mereka hari Sabtu?

Langsung saja saya cantumkan beberapa (terjemahan) ayat Al-Qur’an:

“Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu.” (Q.S. An-Nahl [16] : 124).

“Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan kami perintahkan kepada mereka: “Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud”, dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka: “Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu”, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh.” (Q.S. An-Nisa [4] : 154).


JAWABANNYA! Well, tidak lain dan tidak bukan, mereka adalah sebagian dari orang-orang Yahudi. Yang diwajibkan atas mereka hari Sabtu.

– – • • •

Jika memang orang-orang Yahudi-lah yang dikutuk oleh-Nya menjadi “kera yang hina.” Apakah Yahudi adalah keturunan kera? Tentu saja tidak!

Para Mufassir sepakat yang dikutuk menjadi kera, bukanlah seluruh bangsa Yahudi pada saat itu. Melainkan sebagian dari mereka saja yang melanggar perintah-Nya. Jika kita cermati lagi pada penggalan (terjemahan) ayat ke 65-66 surah Al-Baqarah: “Maka kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu.” Bisa diartikan, bahwa tidak semua orang-orang pada saat itu yang dikutuk menjadi kera yang hina dina. Karena Allah menginginkan peristiwa tersebut menjadi sebuah peringatan bagi orang-orang dimasa tersebut. Bahkan para mufassir mengatakan bahwa kejadian itu hanya menimpa penduduk suatu desa saja, yang hidup di tepi pantai, di mana pekerjaan mereka adalah menangkap ikan di laut. Allah telah melarang mereka untuk menangkap ikan di hari Sabtu, karena hari itu adalah hari khusus untuk beribadah.

Jika kita pahami ayat ini: “Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.” (Q.S. Al-Araf [7] : 163). Adalah landasan para mufassir dalam mentafsirkan jika Yahudi yang terkutuk itu, adalah para penghuni sebuah desa dekat pantai. Dan bukan semua orang Yahudi yang terkutuk.

Sebagai bukti, mereka (mufassir) menafsirkan lagi dari ayat ini: “Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. ” (Q.S. Al-Araf [7] : 165). Ayat berikut menerangkan lebih jelas bahwa tidak semua penduduknya desa itu ikut jadi kera (tidak juga seluruh Yahudi).

– – – • •

Lantas, apa dosa mereka? Hingga Allah sampai murka dan menjadikan mereka kaum yang hina?
Mereka melanggar ujian dari Allah, untuk tidak menangkap ikan pada hari Sabtu. Karena justru di hari Sabtu itulah ikan-ikan bermunculan dengan jumlah yang sangat banyak. Tapi selain hari tersebut, ikan-ikan seolah lenyap. (Lihat Q.S. Al-Araf [7] : 163).

Karena itulah, sebagian dari penduduk desa itu melakukan kecurangan. Yaitu, mereka memasang perangkap pada hari Jum’at sore menjelang masuknya hari Sabtu. Pada hari Sabtu mereka tetap beribadah. Dan pada hari Minggu, perangkap-perangkap itu telah dipenuhi ikan. Cara yang mereka tempuh ini tetap dianggap sebuah pelanggaran oleh Allah. Dan oleh karenanya, mereka yang melakukannya dikutuk menjadi kera yang hina.

– – – – •

Mengapa Allah sampai murka dan mengutuk sebagian orang-orang Yahudi tersebut? Bagi kebanyakan orang, mungkin pelanggaran tersebut terkesan remeh. Dan hukuman yang didapatkan sangatlah pedih. Namun, memang azab Allah memanglah pedih.

Sebagian dari sifat-sifat Yahudi yang tertera pada Al-Qur’an adalah: Hati mereka sudah tertutup akan Islam karena dilaknat oleh Allah SWT yang disebabkan oleh kekufuran mereka sendiri. (Lihat Q.S Al-Baqarah [2] : 88, 120, 145 dan 146). Maka tidak heran jika sebahagian orang-orang itu mendapatkan azab yang hina, dikarenakan mereka melanggar perjanjian yang sudah berkali-kali dilanggar. (Lihat Q.S Al Baqarah [2] : 64). Tentu saja Allah memiliki kehendak-Nya.

• – – – – – – – – –

Lalu, bagaimana dengan manusia kera? Bagaimana ayat-ayat Al-Qur’an dapat menjelaskan tentang penemuan-penemuan terkini tentang Manusia Purba? Ingatlah lagi dan lagi ayat ini: “Maka kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S Al Baqarah [2] : 66). Tentu saja, bagi sebahagian kita yang ingat dan memperhatikan kebesaran Tuhannya, akan dijadikan sebuah bukti agar kita dapat mempelajarinya.

Jadi, apakah Manusia Purba itu ada? Saya berani menjawab jika yang dimaksud dengan Manusia Purba adalah nenek moyang anak-anak Adam, maka saya jawab TIDAK! Sudah sangat jelas dari pembahasan ayat-ayat tentang Yahudi yang terkutuk menjadi kera yang hina. Mengapa seolah-olah semua orang masih beranggapan bahwa teori evolusi benar?

Kalau yang disebut Manusia Purba adalah manusia-manusia yang dikutuk oleh Allah menjadi kera yang hina, maka benar adanya. Karena bukti fosil dari Manusia Kera (sekarang saya sebut seperti ini) banyak ditemukan oleh para ahli yang terkenal. Sesuai dengan firman Allah: “Maka kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S Al Baqarah [2] : 66). Maka Allah benar-benar menepati janji-Nya untuk memberikan pelajaran kepada orang-orang yang akan datang.

Jangan heran jika banyak ditemukan fosil-fosil manusia yang menyerupai kera. Ingat! jika Yahudi yang terkutuk tersebut, dijadikan kera yang hina. Bukan kera seperti pada umumnya sekarang. Tentu wujudnya bukanlah sebaik kera-kera yang ada sekarang. Dan memang, fosil-fosil yang ditemukan bukanlah wujud seekor kera murni.

Contohnya seperti Homo heidelbergensis, Homo rhodesiensis, Neanderthal, Homo antecessor, dan masih banyak lagi. Wujud mereka tidak seperti kera-kera pada umumnya. Dan memang mereka bukanlah kera murni.

• – – – – • – – – –

Pertanyaannya, bagaimana bisa orang-orang Yahudi yang dikutuk menjadi kera yang hina bisa menjadi Manusia Kera yang fosil dan bukti kebenarannya bisa ditemukan dimana-mana? Selain karena Allah memang mempersiapkan semua ini untuk kita pelajari, ada beberapa penjelasan lainnya.

Untuk menjawabnya, kita perlu mengetahui dimana kira-kira letak dilaknatnya orang-orang Yahudi tersebut. Kalau kita buka kitab tafsir, misalnya Al-Jami’ li Ahkamil Quran karya Al-Imam Al-Qurtubi rahimahullah, disebutkan bahwa ada beberapa riwayat yang berbeda dalam menetapkan desa yang dimaksud. Menurut Ibnu Abbas ra., Ikrimah dan As-Suddi, nama desa itu adalah Aylah. Dalam riwayat lain menurut Ibnu Abbas juga, nama desa itu adalah Madyan. Terletak di antara Aylah dan At-Thuur.

Sedangkan menurut Az-Zuhri namanya adalah Thabariyah. Dan Qatadah serta Zaid bin Aslam mengatakan namanya Maqnat, yang terletak di pantai negeri Syam.

Dari beberapa nama kota yang terdapat dalam bermacam pendapat, Madyan dan Syam adalah yang berhasil saya pahami. Madyan terdapat di dua negara, Kota Madyan di Arab Saudi dan Madyan, Pakistan. Keduanya terletak di Asia. Sedangkan Syam, tidak lain dan tidak bukan adalah Syria (Suriah).

Lalu bagaimana para Manusia Kera tadi bisa bertebaran? Pada ayat: Q.S Al Baqarah [2] : 65-66 yang berbunyi: “Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar diantaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: “Jadilah kamu kera yang hina”. Maka kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”


Pada ayat diatas, Allah mengutuk orang-orang Yahudi tersebut menjadi “Kera yang hina.” Disini tidak disebutkan bahwa orang-orang Yahudi tersebut dikutuk seutuhnya menjadi kera secara fisik dan pikiran, atau hanya fisiknya saja. Namun, pada hakikatnya, orang-orang Yahudi adalah manusia yang pintar. Walaupun, mungkin sebagian akalnya menjadi kera, mereka pasti mempunyai kemampuan otak yang lebih tinggi dari pada kera murni, namun tidak setinggi manusia.

Sesuai dengan kasus-kasus penemuan Manusia Purba, mereka juga memiliki peradabannya sendiri-sendiri. Sedangkan kasus-kasus ditemukannya para Manusia Purba tersebut, kebanyakan ditemukan di daerah Afrika sampai ke China.

Bisa dimaklumi, jika para Manusia Kera yang terkutuk dari orang-orang Yahudi tadi. Akhirnya pergi meninggalkan tempat asalnya dengan berbagai alasan. Karena Benua Asia, Afrika dan Eropa masih bisa dijelajahi dengan jalur darat. Maka memungkinkan jika para Manusia Kera tadi untuk melakukan perjalanan dan terpecah belah. Ditambah, pada ayat tersebut, kata ‘hina’ juga bisa diartikan sebagai ‘dibenci.’ Kemungkinan, para Yahudi yang masih taat kepada Allah, mengusir para Yahudi yang terkutuk tersebut hingga akhirnya mereka berpencar.

Karena pada ayat disebutkan bahwa mereka yang terkutuk itu adalah “peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” Maka, banyak kemungkinan kepunahan mereka adalah karena mereka tetap bertahan hidup untuk beberapa waktu berdampingan/bersaing dengan para manusia-manusia biasa karena mereka sebagai “peringatan bagi orang-orang dimasa itu.” Mereka bisa dijadikan budak atau mungkin diburu karena meresahkan masyarakat. Sehingga hidup mereka sulit dan menjadi primitif dengan mendiami goa-goa dan menggunakan alat seadanya untuk bertahan hidup. (Lihat artikel ini untuk mendapatkan informasi lebih).

Lantas, mengapa dengan jelasnya ayat-ayat Al-Qur’an dan kebenaran-Nya. Masih sering ditemui teori tentang Evolusi Manusia? Bahkan, saat saya menjalani Ujian Nasional, soal tentang teori ini ada! MasyaAllah! Tidak lain dan tidak bukan, bisa kita ambil hubungan antara sifat-sifat Yahudi dengan para Manusia Kera itu yang notabene adalah dari kalangan orang-orang Yahudi sendiri. Seperti yang sering disebutkan di Al-Qur’an, sifat-sifat Yahudia adalah:

• Keras hati dan zalim (Q.S. Al-Baqarah [2] : 75, 91, 93, 120, 145, 170; Q.S. An-Nisa [4] : 160; Q.S. Al-Maidah [5] : 41) = Inilah yang membuat Allah murka karena kezaliman mereka.


• Amat mengetahui kekuatan dan kelemahan orang-orang Islam seperti mereka mengenal anak mereka sendiri (Q.S. Al-Anam [6] : 20) = Dengan kata lain, disinilah letak keunggulan Yahudi sekarang (dan dahulu). Mereka mengerti kita para umat Islam, mereka mengerti kelemahan kita. Mereka dapat dengan mudah mengacaukan dan berbuat kerusakan. Jumlah Yahudi tidaklah sebanyak orang Islam, namun dengan perbekalan pengetahuan yang baik tentang orang-orang Islam, tentu mudah bagi mereka untuk melawan kita. Karena itulah, teori tentang Evolusi Manusia bisa saja dijadikan alat untuk membuat umat Muslim yang tidak pernah menyentuh Al-Qur’an agar lalai dan tidak mengerti.

• Menyembunyikan bukti kebenaran (Q.S. Al-Baqarah [2] : 76,101,120,146; Q.S. Ali Imran [3] : 71) = Bermodalkan pengetahuan tentang Rasulullah, ditambah pula dengan sifat mereka yang menyembunyikan bukti kebenaran. Habislah sudah!

Dan lihatlah secara jelas dan lebih banyak di artikel ini.

Itulah Al-Qur’an, cahayanya terang benderang untuk menyinari manusia akan kegelapan ilmu. Saya sangat menikmati dalam menulis artikel ini, karena saya merasakan secara langsung keajaiban Al-Qur’an dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hidup. Karena saya bukanlah seorang ahli yang meneliti kasus ini bertahun-tahun, saya hanyalah mahasiswa yang mencoba membuat artikel ini dengan waktu tak lebih dari seminggu. Namun, karena Al-Qur’an, rasanya artikel ini begitu berbobot dan dapat di buktikan. Maha Suci Allah!

• – – – – • • – – –

Kembali membahas pokok permasalahan artikel ini. Maka disimpulkan bahwa, Nabi Adam-lah yang lebih dahulu diciptakan sebelum Manusia Kera. Karena kemungkinan, manusia-manusia kera tersebut adalah masih keturunan Nabi Adam yang menjadi orang-orang Yahudi pada masa kenabian setelah Nabi Adam.

Selanjutnya, adakah penghuni langit dan bumi sebelum Nabi Adam dan Manusia Kera? Adakah penghuni langit di luar sana? Adakah Alien?! Benarkah Alien tersebut benar-benar penghuni langit selain Jin, Malaikat atau Manusia?

Semenjak awal abad ke-20, masyarakat semakin antusias dengan makhluk ini. Apalagi, banyak beredar bukti-bukti yang menginformasikan bahwa keberadaan makhluk langit itu ada. Lewat foto-foto atau kisah-kisah dari seseorang. Dengan laporan adanya kendaraan bercahaya, atau makhluk-makhluk aneh.

Beberapa pemuka beranggapan, jika suatu saat ditemukan adanya kehidupan di luar Bumi, maka dogma-dogma agama akan terbantahkan. Itu sebabnya, beberapa pemuka agama tertentu merasa segan untuk berurusan dengan topik ini dan memilih tidak mepercayai keberadaannya.

Tidak sama dengan yang lainnya, Islam muncul sebagai penerang. Allah berfirman: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi serta makhluk-makhluk­ melata Yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya­.” (Q.S. As-Syuura [42] : 29).

Pada ayat diatas, “langit” lebih cenderung mengacu pada luar angkasa, bukan atmofer Bumi. Islam sebagai Rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi alam semesta), menerima keberadaan makhluk hidup di luar angkasa sebagai bagian dari ciptaan Allah yang Mahakuasa.

Jadi, apakah Alien atau UFO bisa dianggap sebagai suatu kebenaran?

Allah tidak pernah menyebutkan tentang makhluk-makhluk beradab selain Jin, Malaikat dan Manusia. Juga tidak disebutkan adanya planet lain yang memiliki kehidupan. Kasus ini sering menjadi perdebatan di kalangan Alim Ulama.

Di dalam Al-Qur’an maupun Hadits, sering disebut-sebut tentang para penduduk langit. Sebagian ulama menafsirkan penduduk langit adalah para malaikat yang menjalankan tugasnya di seluruh penjuru langit. Namun, ada sebuah Hadits yang menarik tentang kasus ini:

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah, MalaikatNya, serta penduduk langit dan bumi, hingga semut yang ada di dalam lubangnya, dan ikan-ikan di lautan, (semuanya) bersalawat atas orang yang mengajarkan kebaikan pada manusia” (HR. Tirmidzi).

Pada Hadits diatas, Rasulullah membedakan antara “Malaikat-Nya” dan “penduduk langit.” Ada yang berpendapat bahwa penduduk langit adalah orang-orang yang di surga. Ada pula pendapat bahwa para penduduk langit adalah para nabi yang sudah wafat. Keduanya bisa saja benar. Namun, ada sebuah artikel yang menarik, mereka berpendapat bahwa penduduk langit terdiri dari malaikat dan makhluk-makhluk selain malaikat, yang dalam hal ini merupakan rahasia Allah. Allah berkuasa untuk menciptakan makhluk-makhluk berperadaban di berbagai planet di seluruh penjuru alam semesta. Tidak disebutkan dalam Al-Qur’an bukan berarti mereka tidak ada. Sebagaimana kesamaan, di dalam Al-Qur’an hanya disebutkan tentang 25 nabi dan rasul. Namun jumlah nabi yang sesungguhnya sangatlah banyak (sekitar 125.000 orang). Karena yang wajib diimani hanyalah ke-25 nabi dan rasul tersebut. Baca perbedaan antara rasul dan nabi disini.

Tidak usah diambil pusing, hanya Allah-lah yang tau pasti keberadaan atau ketidakberadaan makhluk-makhluk penghuni langit selain Jin dan Malaikat. Namun, jika suatu saat terbukti bahwa ada penghuni langit, maka itu tidak bukan adalah bukti kebenaran firman Allah, dan memang Allah-lah Mahabenar! Karena Islam adalah rahmat bagi seluruh alam semesta, bukan hanya Bumi yang terinjak oleh kita.

• – – – – • • • – –

Namun, bagi Kalian yang tetap belum terpuaskan. Mungkin teori ini bisa dijadikan pelajaran. Belakangan muncul beberapa fenomena yang menggegerkan mengenai Alien dan UFO. Banyak kasus-kasus yang menimbulkan rasa penasaran. Beberapa mengaku telah diculik atau ditemui oleh makhluk-makhluk ini. Ditambah dengan fenomena Crop Circle. Mereka yang mengaku diinterogasi oleh Alien dan kemudian dilepaskan setelah diberi informasi-informasi yang aneh. Antara lain:

Umumnya mereka mengaku berasal dari gugusan bintang, seperti Pleiades, Orion, dsb. Meskipun ada yang mengaku sebagai penduduk asli bumi keturunan dinosaurus yang punah. 

Umumnya mereka mengaku sudah lama mengamati manusia dan tidak memiliki niat buruk. 

Umumnya mereka memberi informasi tentang sejarah bumi dan alam semesta yang berbeda-beda menurut versi masing-masing jenis Alien.
 
 Dan yang paling mengkhawatirkan, mereka menyampaikan tentang sejarah keberadaan manusia (ataupun tentang Adam dan Hawa) yang sangat bertentangan dengan apa yang selama ini tertera pada Al-Qur’an.

Dan parahnya, cerita itu berbeda-beda versi pula tergantung jenis Aliennya. Bahkan ada yang mengaku sebagai pencipta manusia melalui rangkaian percobaan mutasi pada kera-kera purba. Sumber

Akibatnya, telah banyak orang yang terjerumus dalam Atheis, atau bahkan menghambakan diri pada makhluk-makhluk itu. Salah satu makhluk yang mengaku keturunan asli dinosaurus (Reptilian Race) bahkan mengaku perduli dengan umat manusia dan memberitahukan bahwa manusia diciptakan sebagai hasil rekayasa genetik oleh Alien yang disebut Elohim untuk kelak dijadikan budak. Dalam bahasa Hebrew Elohim berarti adalah Tuhan.

Sebagai seorang muslim yang berpegang teguh pada Firman-Nya, seharusnya kita sudah mengetahui apa motif dibalik tujuan dari informasi-informasi tersebut. Yaitu, menyebarkan informasi yang secara berkelanjutan dapat menjauhkan manusia dari Agama.

Alhamdulillah, sebagai seorang muslim yang dibekali Al-Qur’an, dijelaskan bahwa di bumi ini juga ada makhluk berakal lain selain kita, yaitu bangsa Jin. Kita tahu bahwa beberapa golongan Jin memiliki kemampuan untuk mewujudkan diri di dimensi manusia. Dan kita juga tahu bahwa, sebagian dari mereka yang disebut sebagai Syaitan, juga memiliki motif yang identik yaitu menjerumuskan manusia dalam kesesatan.

Dari gambaran diatas, kita bisa berkesimpulan mengenai siapa dalang dari semua mis-informasi ini. Perlu diperhatikan juga dalam referensi buku “Dialog dengan Jin Muslim” karya Muhammad Isa Dawud, diberitakan bahwa beberapa golongan Jin (terutama Syaitan), memiliki pula teknologi yang sangat maju, yang mungkin mustahil bagi manusia untuk mengikutinya. Bisa jadi disebabkan karena kelebihan fisik mereka yang bahkan sanggup memindahkan benda-benda berat dalam waktu sekejap seperti dikisahkan pada Nabi Sulaiman as. Jadi berdasarkan keterangan-keterangan tersebut, kemungkinan besar biang keladi dari penyesatan ini tak lain adalah Syaitan yang menyamar sebagai Alien.

Islam mengajarkan kita untuk menempatkan diri secara benar.

Kesimpulannya, Menurut Al-Qur’an dan Pemahaman Manusia Tentang Alam Semesta, Manusia Purba, Nabi Adam dan Alien, InsyaAllah telah saya kupas habis pada artikel ini.

Apa yang saya tulis pada artikel ini, sebagian besar memiliki sumbernya masing-masing. Dan sumber paling terpercaya adalah Al-Qur’an, sedangkan tafsirannya adalah usaha manusia dalam memahami Firman-Nya. Soal kebenaran dan ketepatan artikel ini, hanya Allah yang bisa secara tepat menilainya, 

Allahu ‘alam.

Tak lupa, saya hanyalah seorang Adith Widya Pradipta. Saya masih haus akan ilmu dan saya sangat ingin bermanfaat bagi agama Allah. Aamiin.

Saya akhiri, Wassalamu ‘alaikum